Peringkat teratas nomor ganda putra dan ganda campuran dikuasai oleh pemain Indonesia. Secara teori, peluang meraih gelar di dua nomor ini terbuka lebar saat Final Super Series digelar di Kota Kinabalu, Malaysia, 18-21 Desember.
Di ganda putra, Indonesia akan diwakili pasangan nomor satu dunia, Markis Kido/Hendra Setiawan. Setelah meraih medali emas di Olimpiade Beijing, mereka meraih hasil memuaskan ketika menjadi juara di tiga turnamen secara berurutan, SS China Masters, SS Denmark, dan SS Prancis.
Namun, di turnamen terakhir, SS Hong Kong, Kido/Hendra kalah di babak perempatfinal dari ganda Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Setelah rangkaian kesuksesan tersebut, Kido mengalami masalah cedera pada lutut kirinya.
''Sekarang sudah lebih baik. Terus diterapi untuk mengejar kesembuhan sebelum tampil di Final Super Series,'' ucap Kido.
Di nomor ganda putra, saingan berat Kido/Hendra akan datang dari pasangan Koo/Tan (Malaysia), Cai Yun/Fu Haifeng (Cina), Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), dan Lee Yong-dae/Jung Jae-sung (Korea).
Tanpa mengecilkan kualitas pasangan lain, perhatian ekstra layak diberikan pada Lee/Jung. Setelah tampil buruk di Beijing, mereka absen di sejumlah turnamen sepanjang bulan September-Oktober. Namun, ketika kembali turun, Lee/Jung langsung jadi juara secara berurutan di SS China Masters dan Hong Kong.
Sementara itu, di ganda campuran, pasukan Cipayung diwakili oleh Nova Widianto/Lilyana Natsir. Kebalikan dengan Kido/Hendra, Nova/Butet justru agak lama puasa gelar juara.
Korea Berat
Gelar terakhir yang diraih oleh pasangan peraih medali perak Olimpiade Beijing ini adalah saat menjuarai SS Singapura, Juni lalu. Setelah Olimpiade, Nova/Butet menjadi runner-up di SS Jepang dan SS China Masters.
Di nomor ini pun Lee Yong-dae, yang berpasangan dengan Lee Hyo-jung, bisa jadi sandungan. Sama seperti pemain Korea lain, mereka juga absen dua bulan dari berbagai turnamen. Di SS China Masters dan SS Hong Kong, peraih emas Olimpiade Beijing ini menjadi juara dan runner-up.
''Susah memang mengalahkan mereka. Kita harus lebih kuat dibanding mereka. Tak bisa kalau hanya diakali dengan teknik. Padahal secara fisik mereka lebih unggul karena usianya lebih muda,'' beber Nova.
Di Olimpiade lalu, Lee/Lee menang atas Flandy Limpele/Vita Marissa di semifinal, sedangkan di final giliran Nova/Butet yang takluk.
''Justru kalau mereka bertemu dengan pasangan Cina biasanya akan kesulitan. Soalnya pemain Cina juga sama kuat dalam segi fisik,'' lanjut Nova lagi.
Di Final SS nanti, lawan yang hadir pasti rival tangguh karena hanya delapan pemain/pasangan yang ikut serta. Menghadapi lawan tangguh, tanda tanya masih menyelimuti kubu Indonesia.
Masalah dana yang tengah membelit PBSI membuat pemain kemungkinan besar harus tampil tanpa kehadiran pelatih saat bertanding.
''Tak ada yang memberi tahu kami saat kesulitan di lapangan kalau tak ada pelatih. Sekali dua kali kita sebetulnya bisa membiayai pelatih untuk berangkat. Tapi, kalau terus-terusan, berat juga,'' sebut Kido.
''Sebetulnya kebangetan kalau di ajang sekelas Final SS kita tampil tanpa pelatih. Kehadiran pelatih pasti ada pengaruhnya. Mereka yang bisa melihat kelemahan kita saat bertanding di lapangan,'' ucap Nova. (Erwin Fitriansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar