24 Desember 2008

Djoko: Krisis Global Timbulkan Masalah Dana PBSI

Sabtu, 13 Desember 2008 | 20:13 WIB

JAKARTA, SABTU - Ketua Umum PB PBSI, Djoko Santoso, mengakui bahwa di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia, masalah penggalangan dana untuk PBSI akan sangat berat. Namun, dia akan berusaha untuk mengatasinya.

"Masalah dana cukup berat, tetapi itu jadi tanggung jawab saya sebagai Ketua Umum bagaimana caranya mencari uang," ujar Djoko usai pengumuman pengurus PB PBSI periode 2008-1012 di kediaman resmi Panglima TNI di Taman Suropati, Jakarta, Jumat (12/12).

"Kami bertekad pemain hanya memfokuskan diri untuk berlatih dan memenangi pertandingan. Saya punya pandangan bahwa atlet adalah pejuang seperti tentara," ujar Djoko yang menganggap olahraga sangat baik untuk menumbuhkan nasionalisme.

Karena tidak ada pendanaan dari pemerintah, Djoko akan mengandalkan gotong-royong dan solidaritas untuk menggalang dana. Dia menyebutkan, dana abadi PBSI dan kontrak dengan sponsor akan membiayai atlet dan sebagian kegiatan PBSI dan Pengda.

"Tetapi itu mungkin hanya 20 persen, yang 80 persennya kita cari donatur," katanya.

Soal pengurus, Djoko berharap kepengurusan yang dibentuk bersama empat anggota formatur antara lain Yacob Rusdianto, M Anwari, dan Alexander Daud, mampu menciptakan kebersamaan untuk meraih prestasi bulutangkis Indonesia di masa datang.

- Susunan pengurus PB PBSI periode 2008-2012:

Ketua Umum: Djoko Santoso
Wakil Ketua Umum I: Sabar Yudo Suroso
Wakil Ketua Umum II: I Made Oka
Sekjen: Yacob Rusdianto
Bendahara I: Djenjen Djauhari
Bendahara II: Johannes IW
Bendahara III: Serian Wijatno
Ka Humas: Ricardo Siagian
Staf Khusus/Ahli:
1. MF Siregar
2. Yan Haryadi
3. Suwandi
4. G Sulistiyanto
5. Jeferson SM Rumayar
6. Syafrizal Ucok
Kabid Logistik: Fuad Basya
Kabid Organisasi dan Daerah: Kusdarto
Kabid Binpres: Lius Pongoh
Kabid Litbang: Prof DR Hari Setiono
Kabid Dana dan Usaha: Trihatma K Haliman
Kabid Turnamen dan Perwasitan: Mimi Irawan
Kabid Luar Negeri: Juniarto Suhandinata

PBSI Fokus ke BinPres

[JAKARTA] Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia ( PB PBSI) belum melakukan evaluasi kegagalan tim bulutangkis Indonesia meraih gelar dalam World Super Series Masters Final 2008 yang berlangsung di Kota Kinabalu, Malaysia 18-21 Desember 2008. Saat ini, pengurus sedang fokus pada pembinaan dan prestasi (Binpres) atlet.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PBSI, Yacob Rusdianto, ketika dihubungi SP semalam mengatakan, sejauh ini belum ada rencana evaluasi yang dilakukan oleh PB PBSI. "Pengurus sedang fokus pada Binpres," ujarnya.

Menurutnya, kepengurusan PB PBSI yang sekarang sangat fokus pada Binpres. Sebab tahun depan pasti akan lebih berat, dan bulutangkis menjadi jaminan prestasi olahraga di Tanah Air.

Lebih lanjut, mantan Kepala Bidanga Organisasi dan Pembinaan Daerah pada kepengurusan lalu itu mengemukakan, minggu ini kemungkinan akan ada pemanggilan atlet yang akan dima- sukkan ke Pelatnas, baik untuk senior maupun yunior.

"Pengurus sedang bekerja keras mempersiapkan pemain dan pelatih," katanya.

Disinggung mengenai tradisi tidak pernah meraih gelar tim bulutangkis Indonesia dalam turnamen World Super Series Masters Final, dia mengaku bahwa pemain dan pelatih sudah memberikan yang terbaik, namun tidak didukung oleh faktor keberuntungan.

"Memang, di Olimpiade kita selalu mendapatkan emas, tapi di turnamen ini kita selalu ga-gal. Walaupun sudah unggul dan yakin meraih kemenangan, pada akhir pertandingan hal tersebut gagal diraih," tambahnya.

Dalam World Super Series Masters Final 2008, para pebulutangkis Indonesia sama sekali gagal meraih gelar juara. Bahkan, wakil-wakil Indonesia sudah ada yang tumbang di babak semifinal, seperti juara Olimpiade, Markis Kido/Hendra Setiawan yang disingkirkan ganda Korea Selatan, Jung Jae Sung/ Lee Yong Dae. Di tunggal putra, Sony Dwi Kuncoro dan Taufik Hidayat dikandaskan di semifinal oleh Peter Hoeg Gade (Denmark) dan Datuk Lee Chong Wei (Malasyia). [ISW/B-8]

Sekitar 750 Atlit Akan Dipanggil Ke Pelatnas

JAKARTA(SINDO) – KON/KOI berencana memanggil sekitar 750 atlet yang akan dipersiapkan menghadapi enam even internasional pada 2009, termasuk SEA Games Laos.

Keputusan tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum KON/KOI Hendardji Supandji setelah mengadakan koordinasi dengan pengurus cabang olahraga di Gedung KONI, Senayan, Selasa (23/12).

”Pada tahap awal, ada 200% atlet yang akan paggil yakni sekitar 750 orang atlet. Kemudian atlet tersebut akan disaring menjadi tim inti dengan jumlah sekitar 350 atlet saja,” ucap Hendardji. Mengenai pemanggilan atlet, Hendardji mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada induk organisasi bersangkutan. Begitu juga dengan pelatihnya.

”Kami hanya memberi persyaratannya saja, yakni peringkat pertama dan kedua di Kejurnas terakhir. Bila tidak ada kejurnas maka hasil PON 2008 di Kaltim menjadi patokan,” tambah Hendardji.

”Bila pemenangnya berusia diatas 25 tahun maka peringkat ketiganya yang kami rekrut, tapi usianya harus di bawah 25 tahun,” sambungnya. Perihal bakal terjadinya bentrok dengan program PAL yang digagas Kemenegpora, Hendardji enggan memberi komentar sedikitpun.

”Saya hanya bicara soal pelatnas saja. Kriterianya pun sudah jelas. Jadi tinggal terserah PB untuk mengirim atletnya,” kata mantan Danpuspom ini. Soal kapan dimulainya pelatnas, Hendardji sudah menetapkan waktunya, yaitu awal Februari 2009.

”Januari akan menjadi bulan yang padat untuk konsultasi kita dengan cabang-cabang olahraga. Lalu awal Februari akan dilkasanakan pelatnas untuk enam even internasional dengan puncaknya adalah SEA Games Laos,” paparnya.

Ketika ditanya soal pendanaan pelatnas, Hendardji menjelaskan Ketua Umum KON/KOI Rita Subowo sudah berkoordinasi dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Namun belum diketahui berapa dana yang akan digelontorkan. (edi yuli)

(Sumber: Seputar-indonesia.com)

Pelatnas Bulutangkis Digeber

JAKARTA (SINDO) – Minimnya persiapan menghadapi Super Series Masters 2008, Sabah, Malaysia, pekan lalu, memaksa Taufik Hidayat dkk pulang tanpa hasil.

Itu sebabnya, pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) akan menggeber persiapan menghadapi dua super series awal di Malaysia dan Korea Selatan (Korsel) tahun depan guna mendapatkan hasil maksimal. Kasubbid Pelatnas Cipayung Christian Hadinata menjelaskan, kegagalan tim Merah Putih membawa pulang satupun gelar dari negeri jiran bukan lantaran kalah kualitas, melainkan kurangnya persiapan atlet menghadapi event tersebut.

Secara kualitas, atlet Indonesia sebenarnya jauh lebih mumpuni bertarung di turnamen tersebut. Sebut saja pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan di ganda putra dan Nova Widianto/Lilyana Natsir di ganda campuran. Mereka merupakan pasangan terbaik dunia saat ini. Christian berharap pemain yang akan berangkat ke Malaysia dan Korsel mulai Januari 2009 menyiapkan diri lebih matang lagi.

”Sebenarnya sudah tidak ada waktu lagi, tapi kami tetap memberlakukan libur Natal. Kami berharap mereka akan kembali berlatih pada 26 Desember ini guna mendapatkan persiapan yang lebih baik,” ujarnya.

Mantan pebulutangkis nasional ini optimistis Indonesia akan kembali meraih gelar di dua turnamen itu jika persiapan dilakukan dengan baik. Pihaknya berharap nomor ganda putra dan campuran akan menjadi lumbung gelar, termasuk tunggal putra dan ganda putri yang menunjukkan prestasi meningkat.

Sementara tunggal putri, dia berharap MariaKristin Yulianti dkk dapat memberikan hasil optimal. ”Kualitas Maria sebenarnya tidak kalah dengan tunggal putri negara lain. Hanya, Maria terlambat memperbaiki peringkat sebagai syarat masuk ke level Masters di Malaysia,” cetus Christian.

Sayang, meski telah melakukan penilaian, PB PBSI belum melakukan evaluasi seusai Taufik Hidayat dkk berlaga di Malaysia. Pihaknya kemungkinan akan membahas hal itu saat pemain berkumpul sambil persiapan jelang dua super series berikutnya.

”Kami pasti akan melakukan itu. Mereka pasti membutuhkan strategi sebagai persiapan di turnamen tersebut,” ungkapnya. Lilyana mengaku persiapannya terbilang minim mengikuti turnamen tersebut.

Karena itu, staminanya terkuras habis saat tampil di dua nomor sekaligus saat di final Super Series Masters. ”Saya ingin persiapan lebih baik lagi, terutama memperbaiki stamina yang dinilai masih kurang,” kata pemain yang akrab disapa Butet tersebut. (edi yuli)

(Sumber: Seputar-indonesia.com)

16 Desember 2008

Pekan Olah Raga Mahasiswa ADEAN XIV,Ina meneng WO

Tim bulutangkis putra Indonesia menang mudah 4-1 atas Thailand pada babak penyisihan Pekan Olah Raga Mahasiswa ASEAN XIV, di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (14/12). Kemenangan itu diperoleh hampir tanpa keringat karena empat partai dimenangi Indonesia dengan walk over (WO) atau tanpa bertanding.

Kemenangan juga diraih tim bulutangkis putri Indonesia 5-0 atas regu Thailand. Tim bulutangkis putri Thailand yang seharusnya beranggotakan tujuh orang, hanya menyertakan enam orang, sehingga dinyatakan kalah WO.

Pada cabang bola voli putri, tim Indonesia menang 3-1 atas tuan rumah Malaysia. Pada set pertama Indonesia menang tipis 27-25, sedangkan pada set kedua Indonesia kalah 25-27. Set ketiga dan keempat Indonesia unggul 25-16 dan 25-15. Pada cabang bola basket, tim putra Indonesia menang WO atas Filipina. Sementara, tim putra Thailand menang tipis 72-71 atas tuan rumah Malaysia. [A-11]

(Sumber: Suarapembaruan.com)

Retno Kustijah,Pengosongan Pelatnas Berdampak Besar Bagi Atlit

Memang ironis melihat bulutangkis, satu-satunya cabang olahraga yang selalu menyumbangkan medali emas Olimpiade. Nasibnya tidak serta-merta langsung beruntung. Lihat saja pada akhir tahun ini. Masa demisioner kepengurusan PBSI karena sedang terbentuk kepengurusan baru ternyata berbuntut fatal.

Pelatnas Cipayung kosong karena para pemain dipulangkan dan persiapan para pebulutangkis nasional ke beberapa event di akhir tahun juga tidak maksimal.

Bahkan, gara-gara tidak ada yang mengurus administrasi pemain, pendaftaran atlet ke berbagai turnamen di awal 2009 juga terhambat. Apa yang seharusnya dilakukan PBSI sebagai pengelola cabang olahraga ini? Siapa lagi yang diharapkan bisa mengatasi masalah ini?

Berikut tanggapan Retno Kustiyah, pelatih klub Jayaraya, yang juga mantan Ketua Tim Keabsahan PBSI, kepada calon wartawan Aprelia Soewarno.

“Atlet memang dipulangkan ke klub dan daerah masing-masing. Mungkin ini karena masalah dana, seperti yang kita ketahui bahwa sekarang sedang terjadi krisis finansial.

Tapi, saya sendiri tidak mengetahui kebijakan ini. Meskipun begitu, biasanya dalam status kepengurusan yang sedang dalam masa demisioner, atlet tetap dipertahankan. Jika sampai dipulangkan pun, mereka tetap diberi persiapan untuk jadwal selanjutnya.

Bagaimanapun tahun depan jadwal kejuaraan sudah ada. Jadi segalanya harus dipersiapkan sejak sekarang.

Seharusnya memang ini tak berhenti di sini karena pembinaan sepatutnya berkesinambungan meskipun kepengurusan sedang dalam masa demisioner.

Kondisi para pebulutangkis kita yang kini sedang berlatih di klub dan daerah masing-masing memang agak merepotkan mereka. Suasana di pelatnas dan klub tentu saja berbeda.

Ketersediaan lapangan yang cukup banyak, sparring partner dalam latihan, serta segala sarana yang dibutuhkan pebulutangkis kita memang hanya ada di pelatnas.

Memang tidak semua klub mengalami kesulitan dalam menyediakan hal ini. Salah satunya PB Djarum. Tapi, hal itu berbeda untuk sebagian besar klub yang lain.

Jika semua sarana dan prasarana yang diperlukan atlet tak dipenuhi, ada kemungkinan besar penurunan prestasi dapat terjadi.

Belum lagi jika atletnya terlalu lama tak berlatih dengan baik, maka otomatis akan memengaruhi kualitas permainan mereka.

Begitu juga faktor pelatih. Semua yang ada di pelatnas belum tentu ada di klub masing-masing. Hal ini juga memengaruhi penampilan mereka di ajang yang berlangsung pada akhir tahun ini.

Dapat dibayangkan jika persiapan mereka tak maksimal untuk menghadapi kejuaraan pada pengujung 2008 ini, hasilnya pasti juga kurang maksimal.

Prestasi yang bagus pasti juga perlu didukung persiapan yang baik. Tidak hanya itu, keberadaan seorang pelatih untuk mendampingi ketika para pebulutangkis sedang bertanding memang sangat diperlukan.

Memang sebaiknya pemain ditemani pelatih. Selain dapat menimbulkan rasa nyaman, kehadiran pelatih juga dapat menambah motivasi dan pemain bisa merasa didukung secara langsung.

Namun, karena keterbatasan dana ada kemungkinan pelatih tak akan menemani para pebulutangkis kita pada kejuaraan terakhir tahun ini.

Tapi, inilah pasang-surut yang kini dialami dunia perbulutangkisan kita. Mudah-mudahan kondisi ini tak berlangsung lebih lama karena para atletlah yang paling besar merasakan dampaknya.

Mudah-mudahan setelah kepengurusan yang baru sudah terbentuk masalah ini dapat ditanggulangi dan hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi pengurus selanjutnya dalam mengambil kebijakan.

Pelangi Setelah Badai

Kondisi ini janganlah langsung dianggap sebagai sesuatu yang patut untuk dihakimi ataupun dijadikan ajang untuk mengeluh.

Tapi, cobalah untuk melihat bahwa kondisi tersebut ada untuk membuat mental kita menjadi semakin kuat.

Kalau memang kondisi memprihatinkan ini telah terjadi, janganlah langsung down dan kecewa, tapi cobalah untuk menghadapi dan mengatasi.

Saya berharap kondisi ini dapat menjadi motivasi bagi para pemain dan pengurus untuk menciptakan prestasi dan pembinaan yang lebih baik.

Setelah setiap masalah usai pasti selalu ada sesuatu yang lebih baik setelahnya. Keadaan sekarang ini sesuai dengan peribahasa 'berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian'.

Mungkin saja dengan adanya masalah ini, prestasi kita akan semakin baik pada tahun-tahun berikutnya.

Untuk kepengurusan selanjutnya, saya juga berharap para pebulutangkis berprestasi diutamakan. Ada baiknya jika mereka didahulukan untuk mengikuti super series.

Mereka inilah salah satu aset bangsa, belum lagi bulutangkis merupakan salah satu cabang yang selalu menyumbangkan emas bagi Indonesia di Olimpiade.

Jadi mudah-mudahan dengan berbagai tantangan ini dan dengan adanya kepengurusan baru untuk empat tahun ke depan, Indonesia Raya tetap dapat dikumandangkan dalam Olimpiade 2012.”

(Sumber: Bolanews.com)

Koni Peringatkan Menegpora

JAKARTA (SINDO) – KONI/ KOI mulai bereaksi keras terhadap campur tangan pemerintah soal pelatnas. Bahkan, induk organisasi tertinggi olahraga Tanah Air itu mulai memberikan peringatan.

Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo menilai langkah Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) membentuk Program Atlet Andalan (PAL) sudah terlalu jauh. Pihaknya tak ingin kebijakan pemerintah itu akan memancing reaksi Komite Olimpiade Internasional (IOC) guna memberikan sanksi bagi Indonesia.

Menurut Rita, keputusan pembentukan hingga pengiriman atlet ke ajang multievent sepenuhnya menjadi kewenangan National Olympic Committee (NOC) Indonesia. Tapi, jika itu tidak diindahkan, pihaknya memiliki tiga rencana sebagai bentuk peringatan terhadap Kemenegpora. Pertama, KONI/KOI tidak bertanggung jawab terhadap PAL. Kedua, pihaknya akan menarik anggota KONI/KOI di PAL.

Terakhir, menegakkan undang-undang dan tidak adanya intervensi dari pemerintah lagi. ”Jangan main-main deh. Takutnya, Indonesia mendapat sanksi dari Olympic Council of Asia (OCA) dan IOC.Sebab, mereka telah memberikan peringatan soal intervensi pemerintah yang terlalu jauh ini,” kata Rita. Rita sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan PAL.

Pihaknya hanya ingin hak pembentukan dan pengiriman atlet dikembalikan kepada KONI/KOI. Dia juga berharap pemerintah akan mengalokasikan dana ketika pihaknya menggelar pelatnas, Januari mendatang. Sebab, hingga kini KONI/KOI belum sepeser pun menerima dana untuk membentuk pelatnas SEA Games 2009 Laos. (edi yuli)

(Sumber: Seputar-indonesia.com)

Hadiah Ganda Meningkat

KINABALU (SINDO) – Sejarah baru terukir jelang Super Series Masters 2008. Dari hasil rapat Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) di Seoul, Korea Selatan (Korsel), beberapa waktu lalu, pemenang nomor ganda putra, putri, dan campuran akan mendapat hadiah senilai USD42.000.

Nilai itu lebih besar ketimbang hadiah pemenang nomor tunggal yang hanya USD40.000. Panitia juga telah menyiapkan hadiah USD5.000 bagi pasangan ganda yang mencapai perempat final. Sementara di nomor tunggal akan mendapat USD4.500.

Sekretaris Jenderal BWF Stuart Borrie menjelaskan, keputusan itu dibuat agar event super series penutup ini memiliki arti lebih, terutama bagi pemenang di nomor ganda.” Kami telah menyiapkan total hadiah USD500.000.

Hadiah terbesar selama pergelaran super series tahun ini diharapkan makin memotivasi peserta untuk menampilkan yang terbaik,” ujar Borrie melalui situs resmi BWF. (edi yuli)

(Sumber: Seputar-indonesia.com)

Koni Harapkan Dana Pelatnas

[JAKARTA] - Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat mengharapkan pemerintah segera mengalokasikan dana untuk menggelar pemusatan latihan nasional menghadapi 6 multilomba sepanjang 2009, yakni Asian Martial Art, Asian Youth Games, Asian Indoor Games, Islamic Solidarity Games, SEA Games, dan Para SEA Games.

Hal itu ditegaskan Ketua Umum KONI Pusat, Rita Subowo dalam dialog akhir tahun dengan para wartawan peliput Olahraga di Cisarua, Bogor, Sabtu (13/12). KONI mengharapkan dana direalisasikan karena pemusatan latihan dilaksanakan Januari 2009.

Di antara 6 multilomba tersebut, SEA Games yang akan dilaksanakan di Laos, 13-21 Desember 2009, menjadi prioritas. Tentang besarnya dana yang diperlukan untuk Pelatnas, Rita menyatakan sudah ada rinciannya dan tinggal disesuaikan dengan kesanggupan pemerintah untuk mendanainya.

Dalam dialog tersebut Rita mendapat berondongan pertanyaan tentang pemusatan latihan yang digelar Kantor Mennegpora melalui program atlet unggulan (PAL). Menurut Rita, menjadi hak KONI untuk merekrut atlet, melatih atau menyiapkan, dan memberangkatkan mereka ke enam kegiatan multilomba tersebut. ''Hal ini seusai dengan piagam Olimpiade dan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,'' papar Rita.

Dia tegaskan bahwa KONI tidak menentang program latihan yang dibuat Pemerintah sejauh itu tidak menabrak aturan yang berlaku. [A-11]

(Sumber: Suarapembaruan.com)

Auper Series Master 2008,Indonesia Berharap Dapat Lawan Mudah

JAKARTA - Penentuan hasil pengundian Super Series Masters 2008 akan terjawab Selasa (16/12/2008). Pebulutangkis Indonesia berharap akan berada di posisi aman untuk memuluskan langkah ke tahap berikut.

Sony Dwi Kuncoro misalnya. Satu-satunya wakil Indonesia di tunggal putra ini mengharapkan bertemu lawan sepadan di babak awal. ''Semua pasti ingin bertemu lawan mudah terlebih dahulu, tapi saya telah siap jika hasil drawing berkata lain,'' ungkapnya.

Optimistis Sony disebabkan dirinya telah mempersiapkan diri jauh hari, terutama ketika memutuskan absen di dua super series sebelumnya. Dia memanfaatkan waktu luang tersebut untuk berlatih keras.

Demikian pula dengan Lilyana Natsir. Pemain yang akrab disapa Butet ini berharap hasil drawing tidak memberatkan langkahnya turun di dua nomor ganda.

Meski demikian, pemain yang turun di ganda putri bersama Vita Marissa dan Nova Widianto di ganda campuran ini tak takut menghadapi siapapun. ''Kami siap tampil, apalagi pemain yang turun di turnamen ini bukan lawan yang bisa dianggap remeh,'' tegas Butet, Senin (15/12/2008). (Edi Yulianto/Sindo/tan)

(Sumber: Okezone.com)

13 Desember 2008

YONEX-SUNRISE BWF WORLD SUPER SERIES MASTERS FINALS 2008

THE race for the total prize money of US$500,000 has been thrown wide open after China withdrew all its players who qualified for the YONEX-Sunrise BWF World Super Series Masters Finals 2008 in Kota Kinabalu, Malaysia on 18-21 December.

However, China’s withdrawal has benefited hosts Malaysia and home fans would be happy to know that Wong Choong Hann and Wong Mew Choo have now qualified for the inaugural Finals.

Badminton fans in India will also be delighted with the fact that teenage sensation Saina Nehwal will take her place to vie for the US$40,000 winners cheque. Japan, Indonesia and Thailand will also be smiling as they get additional spots in the Finals to be played at the Likas Indoor Stadium.

Citing a hectic calendar, risk of aggravating injuries and an upcoming three-month training camp as reasons for their withdrawal, the withdrawal was conveyed on Thursday to the Badminton World Federation by China Badminton Association Secretary-General Liu Fengyan.

Several other withdrawals have also been received, notably from reigning Olympic champions Lee Yong Dae-Lee Hyo Jung of Korea in the mixed doubles, former world champions Lars Paaske-Jonas Rasmussen in the men’s doubles, former Olympic champion Taufik Hidayat and Japan’s Olympic Games semi-finalists Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna.

Among the big names in the Chinese armada that withdrew are 2008 Beijing Olympic Games men’s singles champion Lin Dan, men’s doubles silver medallists Cai Yun-Fu Haifeng and women’s doubles gold medallists Du Jing-Yu Yang. In the women’s singles Zhu Lin and Lu Lan are the notable absentees as Olympic champion Zhang Ning has retired from international badminton to concentrate on a coaching career.

BWF Secretary-General Stuart Borrie remained optimistic of the quality of the competition.

“We are disappointed that some of the top players will not be competing in this inaugural event. However, we still have a world class field of players including Chong Wei, Peter Gade, Markis (Kido)-Hendra (Setiawan), Yong dae-Jae Sung, Tine (Rasmussen) and Zhou Mi to look out for,” said Borrie.

“The BWF is confident that the tournament will be a success and look forward to a great week of badminton ahead of us.

“We also would like to record our appreciation to the BA of Malaysia, Sabah Badminton Association, sponsors Yonex-Sunrise and other sponsors who have been working tirelessly to make the tournament a success.”

The Finals is limited to the top eight players in the Super Series ranking with each country permitted a maximum of two entries.

In the singles, each winner will receive US$40,000 while the runner-up will receive US$20,000 each. In fact, each player or pair who has qualified for the Finals is guaranteed of prize money with quarter-finalists in the singles receiving US$4,500 each and US$5,000 for each pair in the last eight.

The winner of the men’s doubles will pocket US$42,000 while the runners-up will earn US$20,000.

In the men’s singles, Chen Jin and Lin Dan will be replaced by England’s Andrew Smith and Choong Hann while Zhu Lin and Lu Lan will be replaced by Mew Choo and Saina in the women’s singles. Japan’s Yu Hirayama will replace Korea’s Hwang Hye Youn as well.

In the men’s doubles, Cai-Fu will be replaced by Denmark’s Simon Mollyhus-Anders Kristiansen while Paaske-Rasmussen will be replaced by either Korea’s Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong or England;s Robert Blair-Chris Adcock.

In the women’s doubles Du Jing-Yu Yang and Zhao Yunlei-Cheng Shu will be replaced by Thailand’s Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul and Indonesia’s Jo Novita-Greysia Polii respectively while Korea’s Lee Kyung Won-Lee Hyo Jung will be replaced by Netherlands’ Judith Meulendijks-Yao Jie. Earlier, Japan’s Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna were replaced by the Canada-Germany combination of Charmaine Reid-Nicole Grether.

Indonesia’s Flandy Limpele-Vita Marissa also step in to replace Xie Zhongbo-Zhang Yawen while another Thai pair, Songphon Anugritayawon-Kunchala will replace He Hanbin-Yu Yang in the mixed doubles.

The qualifiers are as follows:

Men’s singles: Lee Chong Wei (MAS), Sony Dwi Kuncoro (INA), Joachim Persson (DEN), Peter Gade (DEN), Taufik Hidayat (INA), Chan Yan Kit (HKG), Andrew Smith (ENG) and Wong Choong Hann (MAS).

Women’s singles: Zhou Mi (HKG), Tine Rasmussen (DEN), Wang Chen (HKG), Pi Hongyan (FRA), Xu Huaiwen (GER), Wong Mew Choo (MAS), Saina Nehwal (IND) and Yu Hirayama (JPN).

Men’s doubles: Markis Kido-Hendra Setiawan (INA), Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS), Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR), Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN), Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA), Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS), Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN) and Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).

Women’s doubles: Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS), Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA), Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN), Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR), Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER), Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Jo Novita-Greysia Polii (INA) and Judith Meulendijks-Yao Jie (NED).

Mixed doubles: Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA), Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN), Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG), Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO), Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed) and Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).

KOO-TAN VOW TO BOUNCE BACK IN KK

ALOR STAR: The setback in the National Grand Prix Finals will only spur top men doubles players Koo Kien Keat-Tan Boon Heong to make a quick rebound at the Super Series Masters Finals, which will begin in Kota Kinabalu from Dec 18-21.

Kien Keat-Boon Heong went down 19-21,18-21 to Goh Wei Shem-Ong Jian Guo in the semi-finals after both came down with flu and fever.

Although disappointed that they failed in their bid to complete a hat-trick of national men’s doubles title together, Kien Keat vowed that they would bounce back.

“It is unfortunate that we were not in our best condition. But having said that, we are happy for the juniors. They played their cards well,” said Kien Keat yesterday.

Kien Keat however, made up for the disappointment in the men’s doubles by winning the mixed doubles title with youngster Ng Hui Lin. The duo defeated Tan Wee Kiong-Woon Khe Wei 22-20, 21-19 yesterday.

Kien Keat said that they should get back on their feet to challenge for honours at the Masters Finals.

Although China have withdrew all their players, Kien Keat said that the men’s doubles event would remain competitive.

“Only China’s top pair (Cai Yun-Fu Haifeng) and Denmark’s Lars Paaske-Jonas Rasmussen will be missing from the cast. The other pairs are equally good. The race is still wide open in the men’s doubles,” he said.

Besides Kien Keat-Boon Heong, the other seven qualifiers for the US$500,000 tournament are Olympic Games champions Markis Kido-Hendra Setiawan of Indonesia, Malaysia’s Mohd Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Mohd Tazari, South Koreans Lee Yong-dae-Jung Jae-sung and Cho Gun-woo-Yoo Yeon-seong; Danes Mathias Boe-Carsten Morgensen, Simon Mollyhus-Anders Kristiansen’ and the American-Indonesian pair of Candra Wijaya-Tony Gunawan.

The draw on Tuesday will see the eight qualifiers divided into two groups. The two top pairs in each group will play in the cross over semi-finals.

Malaysia’s other representatives in the Masters Finals are men’s singles Lee Chong Wei, Wong Choong Hann; women’s singles player Wong Mew Choo; and women’s doubles pair of Chin Eei Hui-Wong Pei Tty.

(Source: Thestar.com.my)

MENJELANG FINAL SUPER SERIES,SUASANA LAIN DI RAGUNAN

Markis Kido/Hendra Setiawan menjalani suasana latihan yang berbeda dalam persiapan menuju Final Super Series di Kota Kinabalu, Malaysia, 18-21 Desember.

Pasangan peringkat satu BWF ini berlatih di GOR Rudy Hartono, markas PB Jaya Raya. Selain mereka, ada juga Pia Zebadiah dan sejumlah pemain pratama yang berlatih di kawasan Ragunan ini.

Soal program dan metode latihan, pelatih Sigit Pamungkas menyebut tak ada perbedaan mencolok dibandingkan latihan di pelatnas Cipayung. Kebetulan Kido/Hendra dan Sigit berasal dari klub yang sama.

''Di klub memang tak ada lawan sepadan jika mau latihan sparing dua lawan dua. Tapi, hal ini bisa disiasati dengan sparing dua lawan tiga atau memisahkan Kido dan Hendra dan dipasangkan dengan pemain lain. Cara ini juga sering dilakukan di pelatnas,'' jelas Sigit.

Justru jika tetap bertahan di Cipayung, mereka bisa kesulitan untuk mencari lawan sparing. Di klub, pemain pratama yang jadi lawan.

''Di Cipayung atlet yang berlatih tinggal sedikit. Lagi pula saya juga tak punya kewenangan untuk meminta mereka jadi lawan sparing. Kalau di sini semua kan berada di bawah klub yang sama,'' lanjut Sigit lagi.

''Sparing lawan tiga orang pemain pratama juga berat karena mereka main lebih rapat,'' tutur Hendra.

Pasangan ini terakhir kali tampil di Super Series Hong Kong. Setelah menjuarai SS Denmark dan SS Prancis, di Hong Kong Kido/ Hendra kalah di babak perempatfinal dari Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Kekalahan ini tak lepas dari kambuhnya cedera lutut kiri Kido.

''Sejak babak pertama cedera itu sudah dirasakan. Saat lawan Koo/Tan keadaannya makin buruk,'' jelas Sigit.

Kini, selain latihan, Kido juga tengah memulihkan cedera. ''Sudah mulai pulih, tapi masih terasa sedikit,'' sebut Kido.

Pindah Lapangan

Pemulihan cedera ini membuat Sigit sedikit hati-hati menggenjot latihan anak didiknya. Pasalnya kondisi lapangan yang keras bisa mempengaruhi pemulihan Kido. Untung saat ini kondisi Hendra tetap fit.

''Kalau mau latihan drill maksimal kita pindah ke lapangan di gedung sebelah yang lebih empuk karena terbuat dari kayu. Sementara ini kebetulan program saya belum masuk ke tahap itu. Untuk mempercepat pemulihan dan pencegahan cedera, Kido terus diterapi pijat. Hal ini juga yang harus dilakukannya sendiri di Malaysia nanti,'' jelas Sigit.

Amat mungkin Sigit tak akan mendampingi saat di Malaysia. Meski ada pengaruhnya, Sigit tak melihat hal ini menjadi kendala yang menghambat.

''Kehadiran pelatih saat pertandingan pasti ada pengaruhnya. Tapi, biarlah ini jadi pembelajaran buat mereka supaya lebih dewasa. Undian belum keluar. Tapi, di lapangan nanti saya sudah minta mereka untuk saling mengingatkan. Kami juga masih bisa berkomunikasi lewat telepon atau SMS,'' ucap Sigit. (Erwin Fitriansyah)

(Sumber: Bolanews.com)

FINAL SUPER SERIES,CHINA MUNDUR...JO/GREYS REUNIAN

Kontributor: Emanuel Dania

Dengan alasan kelelahan karena jadwal turnament yang padat, resiko cedera, dan akan dilakukannya pemusatan latihan dalam 3 bulan, team China mundur dari penyelenggaraan Final Super Series yang pertama kali digelar. Hadiah besar 500.000 US tidak menghalangi niat mereka untuk menarik diri.

Hal ini tentu mengurangi gengsi turnament karena kehilangan beberapa pemain top dunia sehingga pemain/pasangan denga ranking dibawahnya otomatis lolos menggantikan. Dua pasangan Indonesia yang diuntungkan dengan mundurnya pemain China adalah Flandy Limpele/Vita Marissa (Ganda Campuran) dan Jo Novita/Greysia Polii (Ganda Putri).

Ini tentu menjadi reunian keduanya karena pasca Olimpiade Beijing Agustus silam sebetulnya keduanya sudah diceraikan. Flandy bermain dengan Greys, Vita dengan Muhamad Rijal di ganda campuran, sementara Greys asyik bermain dengan Nitya Khrishinda Maheswari Korwa di ganda putri dan Jo berduet dengan Rani Mundiasti.

Berikut revisi pemain yang tampil di final Super Series di Kinabalu 17-21 Desember 2008 seperti yang disampaikan situs resmi WBF (www.internationalbadminton.org):
Men’s singles :
Lee Chong Wei (MAS),
Sony Dwi Kuncoro (INA),
Joachim Persson (DEN),
Peter Gade (DEN),
Taufik Hidayat (INA),
Chan Yan Kit (HKG),
Andrew Smith (ENG)
Wong Choong Hann (MAS).

Women’s singles :
Zhou Mi (HKG),
Tine Rasmussen (DEN),
Wang Chen (HKG),
Pi Hongyan (FRA),
Xu Huaiwen (GER),
Wong Mew Choo (MAS),
Saina Nehwal (IND)
Yu Hirayama (JPN).

Men’s doubles :
Markis Kido-Hendra Setiawan (INA),
Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS),
Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR),
Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN),
Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA),
Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS),
Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN)
Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).

Women’s doubles :
Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS),
Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA),
Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN),
Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR),
Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER),
Duang Anong Aroonkesorn- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Jo Novita-Greysia Polii (INA)
Judith Meulendijks- Yao Jie (NED).

Mixed doubles :
Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA),
Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN),
Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG),
Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO),
Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed)
Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).

(Sumber: badminton-indonesia@yahoogroups.com)

KEPENGURUSAN PBSI 2008-2014 MENGGELEMBUNG

JAKARTA - Kepengurusan PB PBSI periode 2008-2012 akan diumumkan di kediaman Ketua Umum Djoko Santoso, Jumat (12/12/2008). Namun, terdapat penggelembungan jumlah quota didalamnya.

Alexander Daud salah satu tim formatur dari Sulawesi Utara mengatakan, jumlah quota yang masuk dalam kepengurusan baru PBSI ini memang meningkat dari sebelumnya.

Meski belum mau memberi bocoran nama, dia memberi contoh, seperti posisi Bendahara PBSI saat ini akan dipegang oleh tiga orang. Padahal sebelumnya, otoritas bulutangkis Tanah Air itu hanya menggunakan jasa satu orang.

Selain itu, terdapat badan staff khusus yang mulai difungsikan di bawah pimpinan Djoko Santoso.

''Dahulu sebenarnya sudah ada, tapi tidak berfungsi. Berfungsinya badan itu otomatis membutuhkan orang di dalamnya,'' ungkap Daud, Kamis (11/12/2008).

Dia berharap pembagian lebih merata dalam kepengurusan baru ini untuk menghindari pihak yang merangkap jabatan dan efisiensi tugas.

''Bukan menuding kepengurusan sebelumnya tidak bagus, tapi saat ini kami berharap mekanisme kali ini lebih efektif. Salah satunya soal pembinaan atlet ke depannya,'' ungkapnya.

Sayang, dia belum berani berkoar berapa jumlah pasti orang yang akan berada di kepengurusan baru tersebut. Daud hanya memprediksi kepengurusan itu bakal dihuni oleh sekitar 50 orang.

''Mungkin sekitar itu, tapi jumlah itu sepertinya sedikit lebih banyak dari kepengurusan sebelumnya. Kami berharap mekanisme bagus ini akan mulai berjalan secepatnya,'' cetus Daud.

Sedangkan tim formatur lainnya Jacob Rusdianto belum juga bersua, termasuk ketika dirinya dikabarkan akan mengisi kursi Sekretaris Jenderal menggantikan posisi M.F Siregar.

''Lebih baik tunggu besok saja. Kan, lebih afhdol setelah mendapat pengumuman pasti dari ketua umum,'' kata pria yang juga menjabat sebagai ketua umum Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Timur tersebut. (Agus Anggoro/Sindo/fmh)

(Sumber: Okezone.com)

MENJUAL PARA JUARA

Ketua Umum PBSI periode 2004-2008, Sutiyoso, menyebut selama masa kepengurusannya dana yang dihabiskan sebesar Rp 50 miliar, yang berasal dari sumbangan donatur, kerja sama dengan sponsor, dan bantuan pemerintah. Hal ini diungkapkan setelah Markis Kido/Hendra Setiawan meneruskan tradisi emas di Olimpiade Beijing 2008.

Angka tersebut cukup fantastis, tetapi masuk akal jika melihat kegiatan yang harus diikuti pemain serta kebutuhan yang dipenuhi oleh PBSI. Sepanjang 2008, dalam kalender BWF terdapat 13 turnamen super series, 7 gold grand prix, dan 8 grand prix. Ini belum termasuk turnamen yang tingkatannya lebih rendah seperti satelit atau international challange.

Butuh dana sekitar Rp 50 juta per orang untuk mengirimkan pemain atau pelatih ke turnamen yang digelar di Eropa. Memang tak semua turnamen digelar di Eropa dan tak semua turnamen diikuti pemain pelatnas. Namun, tetap saja pengiriman pemain ini menjadi penyedot dana terbesar kas PBSI. Kabid Binpres PBSI, Lius Pongoh, menyebut gambaran kasar sekitar Rp 10-15 miliar tersedot untuk pengiriman pemain senior tiap tahun.

Artinya pemain junior atau pratama belum tentu kebagian jatah tanding di turnamen internasional. Belum lagi pengeluaran untuk operasional sehari-hari. Misalnya untuk pengadaan kok yang nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan untuk memenuhi kebutuhan latihan 85 pemain di pelatnas.

Di masa kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, angka ini pasti membengkak karena pengaruh krisis dunia. Perlu perencanaan yang matang dan cermat agar prestasi atlet kita bisa tetap terjaga.

Karena menjadi penyedot dana terbesar, proses pemilihan pemain yang dikirim ke turnamen harusnya dilakukan dengan lebih cermat. Mengirim pemain yang benar-benar punya peluang menjadi juara ke turnamen yang membutuhkan biaya mahal seperti di Eropa adalah langkah bijak untuk penghematan.

Jika ingin melepas banyak pemain, mungkin lebih baik dilakukan di turnamen yang digelar di kawasan Asia, yang biayanya lebih murah. Termasuk memberi pengalaman pada pemain junior dan pratama.

Dana Sponsor

Soal penggalangan dana, rasanya PBSI tak bisa lagi hanya mengandalkan donatur atau sponsor tunggal. Rasanya mustahil pemain juara yang bercokol di pelatnas Cipayung tak laku dijual ke pihak sponsor.

Di Malaysia, bagian dada di kaus Lee Chong Wei dkk. dihiasi produk Proton. Industri otomotif milik Malaysia ini menyuntikkan dana 5 juta ringgit (sekitar Rp 16 miliar) per tahun ke Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM).

Cina memiliki cara lain yang cerdas dan adil untuk menjual juaranya. Ada tiga jenis pemain yang dijual pada sponsor.

Dada pemain kelas utama seperti Lin Dan atau Xie Xingfang dihiasi produk Fedex. Pemain lapis kedua seperti Wang Yihan atau Li Yu disokong produk lokal Kason.

Level terakhir yang dijual adalah pemain junior dengan sponsor yang berbeda lagi. Secara logika, uang yang diterima untuk menjual pemain sekelas Lin Dan pasti lebih besar dibanding pemain junior.

Cara ini layak ditiru oleh PBSI. Tak mungkin terus-menerus mengharapkan donatur untuk membantu. Di masa susah seperti sekarang, siapa yang bisa menjamin donatur bakal datang dan memberikan dana dengan cuma-cuma?

Sudah saatnya PBSI berlaku cerdik dalam menggalang dana dan membina hubungan baik dengan sponsor. Jangan sampai sponsor yang sudah menawarkan kerja sama malah kecewa karena harapan mereka meleset.

(Sumber: Bolanews.com)

AKIBAT HABISNYA DANA PBSI BAGIAN 2

Sejak November lalu, kepengurusan PBSI 2004-2008 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Sutiyoso telah berakhir. Dalam masa demisioner menuju kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, stok dana menipis. Akibatnya kegiatan di pelatnas dan pengiriman pemain ke turnamen menjadi terbengkalai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penuturan Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Demisioner, Lius Pongoh kepada Erwin Fitriansyah:

''Status kepengurusan sekarang adalah demisioner. Sebetulnya status ini tidak mempengaruhi kerja. Pengurus tetap mengerjakan tugas dan menyiapkan laporan atau evaluasi untuk kepengurusan baru. Hanya, pengurus demisioner tidak bisa mengambil kebijakan, termasuk soal pengiriman pemain ke turnamen.

Hal ini erat kaitannya dengan kondisi keuangan PBSI. Tipisnya dana tersisa dari pengurusan lama mempengaruhi pelatnas.

Semua atlet harus dipulangkan dulu ke pengda. Setelah ada kepengurusan periode 2008-2012 baru akan ada pemanggilan lagi. Mereka memang masih bisa berlatih di pelatnas, tapi semua kebutuhan seperti makan atau peralatan latihan tidak ditanggung lagi oleh PBSI.

Soal tempat latihan bisa jadi permasalahan buat atlet yang klubnya berasal dari luar Jakarta. Mereka masih bisa menumpang latihan dengan rekannya, tapi mungkin bisa timbul rasa tidak enak.

Kendala lain adalah soal pengiriman. Sejak November, atlet yang ingin bermain di turnamen tidak lagi dibiayai karena dana PBSI habis. Konsekuensinya, uang hadiah yang didapat tidak akan dipotong. Semuanya menjadi hak atlet. Untuk Final Super Series di Malaysia, masih ada dana, tapi tidak untuk pelatih.

Bisa saja atlet membiayai keberangkatan pelatih. Tapi, belum tentu pelatih mau menjadi tanggungan pemain. Bulutangkis tidak seperti tenis profesional di mana pelatih menjadi tanggungan pemain dalam turnamen.

Untuk turnamen super series di awal 2009 atlet juga menghadapi situasi serupa. Sementara ini, mereka yang mendaftarkan diri menanggung sendiri semua biaya.

Itu pun mereka yang mendaftarkan diri belum tentu akan dipanggil lagi ke pelatnas. Pahit memang, tapi itulah kenyataannya.

Kondisi ini terjadi karena pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang. PBSI hanya menerima dana segar di awal kepengurusan, saat diadakan penggalangan dana.

Sistem pelatnas cabang bulutangkis ini memang menyedot dana besar. Pemain berkumpul dan berlatih sepanjang tahun karena dalam setahun mereka bermain dalam rangkaian turnamen. Beda dengan cabang lain yang baru menjalani pelatnas ketika menghadapi event.

Tiap tahun minimal butuh sekitar Rp 10 miliar untuk pengiriman pemain. Padahal penggalangan dana biasanya hanya diadakan sekali saja, di awal masa kepengurusan.

Pemerintah memang memberikan bantuan saat ada event seperti pada persiapan Olimpiade atau Piala Thomas-Uber. Tapi, bantuan pemerintah ini juga tidak setiap tahun ada.

Ke depan, pekerjaan dan tantangan pengurus pasti lebih sulit. Perlu ada perencanaan yang lebih matang supaya keadaan ini tak terulang.''

(Sumber: Bolanews.com)

12 Desember 2008

Dampak Habisnya Dana PBSI

Sejak November lalu, kepengurusan PBSI 2004-2008 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Sutiyoso telah berakhir. Dalam masa demisioner menuju kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, stok dana menipis. Akibatnya kegiatan di pelatnas dan pengiriman pemain ke turnamen menjadi terbengkalai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penuturan pemain senior Nova Widianto kepada Erwin Fitriansyah:

''Sejak masuk pelatnas pada 1999, baru sekarang saya mengalami kejadian seperti ini. Pemain dipulangkan, lalu belum ada kejelasan lagi dalam waktu yang cukup lama. Biasanya menjelang kejurnas kami dikembalikan ke klub asal, tapi setelah itu langsung kembali ke pelatnas.

Kondisi seperti sekarang terus terang membuat pemain kecewa. Seharusnya ada perencanaan yang matang sehingga situasi kehabisan dana dan kondisi yang penuh tanda tanya ini tak terjadi.

Pemain melihat apa yang dilakukan mantan Ketua Umum Sutiyoso sudah maksimal dalam menggalang dana selama masa kepengurusan. Bisa dibilang beliau sudah habis-habisan untuk mengumpulkan dana.

Kami juga tak bisa menyalahkan pengurus demisioner karena mereka tak bisa mengambil keputusan. Beberapa dari mereka masih peduli dengan kami, misalnya menyediakan kok untuk latihan.

Ketua umum terpilih Djoko Santoso pasti belum mengetahui permasalahan yang ada sekarang karena beliau orang baru dalam dunia bulutangkis. Seharusnya pengurus yang mendukung beliau memberikan masukan, bagaimana mengatasi problem yang sekarang tengah dihadapi dan harus diselesaikan segera.

Semua pemain saat ini juga tengah kelimpungan karena belum ada perjanjian baru antara PBSI dengan sponsor. Yang saya sesalkan dan pertanyakan, sekarang sudah akhir tahun dan akhir perjanjian dengan sponsor, tapi belum ada kesepakatan baru.

Pemain sekarang harus bertahan tanpa uang kontrak. Kalau yang berasal dari klub besar, mungkin bisa berharap mendapat uang saku dari klub. Tapi, bagaimana dengan pemain dari klub kecil? Bagaimana juga dengan nasib pemain junior atau pratama yang baru masuk? Belum apa-apa mereka sudah dihadapkan pada situasi yang membingungkan.

Pemain sekarang harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kehidupan, latihan, serta keperluan bermain di turnamen tanpa ada kejelasan pemasukan dari kontrak. Ini tentu memberatkan buat pemain, apalagi jika berlangsung dalam waktu yang lama. Di sisi lain, kami juga punya tanggung jawab untuk terus berprestasi.

Masyarakat tidak semuanya tahu masalah yang dihadapi pemain. Masyarakat kebanyakan hanya tahu atlet berhasil jadi juara atau gagal.

Ke depan, saya dan pemain lain tentu berharap keadaan ini tidak terulang. Harus ada perencanaan yang lebih matang untuk satu masa kepengurusan. Contohnya soal pengiriman pemain. Pengurus harus lebih selektif karena mengirim pemain membutuhkan dana yang besar.

Berapa pun dana yang berhasil dikumpulkan dan dimiliki PBSI, tanpa ada perencanaan yang matang tentu akan habis.''

(Sumber: Bolanews.com)

PROGRAM ATLIT ANDALAN MEMBONGKAR RENCANA JANGKA PENDEK

Tahu mengapa olahraga Indonesia tidak maju-maju? Karena selama ini kebijakan olahraga nasional tidak pernah berorientasi jangka panjang dan selalu terjebak rencana jangka pendek.

Karena itu, pola-pola usang tersebut harus dibongkar. Sudah saatnya pemerintah turun tangan dengan tak hanya memberi dana, tapi juga arahan serta program yang lebih jelas untuk membangkitkan kembali olahraga nasional ke trek yang benar.

Itulah kerangka besar yang menjadi visi dan misi Program Atlet Andalan (PAL), yang diluncurkan Menegpora, representasi pemerintah, 12 November. PAL, yang merupakan program percepatan peningkatan prestasi olahraga nasional di ajang internasional, diharapkan bisa mewujudkan targetnya di Asia Tenggara. Artinya, dalam kurun waktu empat tahun mendatang, Indonesia bisa kembali menjadi juara SEA Games.

Sports Science

Visi dan misi PAL itu secara jelas diungkap ketuanya, Achmad Sutjipto, di redaksi BOLA, Selasa (2/12). Pak Tjip, sapaan akrabnya, ditemani Haryo Yuniarto dari bidang hukum, dr. Arie Sutopo (kepala sports science), dan Effendi Soen (informasi, publikasi, dan pemasaran). Selama dua jam, selain menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan rencana strategis dan metodologi, Pak Tjip juga menjawab beberapa pertanyaan kritis tentang PAL, terutama yang berkaitan dengan keberadaan KONI/KOI.

”Menurut saya, kurang tepat jika PAL di-head to head-kan dengan KONI sebab kami ini hanya program, bukan sebuah lembaga. Hasil program untuk percepatan prestasi ini nantinya akan digunakan KOI dalam mengirim kontingen ke SEA Games 2009, dan multievent lainnya. Oleh karena itu, yang masuk dalam PAL adalah atlet-atlet terbaik nasional yang terdiri dari tiga level: utama, madya, dan pratama,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan induk organisasi, terutama para pelatih PB, menjadi landasan utama agar PAL bisa benar-benar maksimal.

Keinginan untuk menyosialisasikan PAL menurut Sutjipto harus terus dilakukan agar masyarakat paham bahwa program ini merupakan bantuan dan upaya pemerintah untuk membangkitkan lagi olahraga nasional. ”Program ini banyak dipakai di negara maju. Inggris dan Australia menggunakan ini untuk jangka waktu yang lebih panjang, 10-20 tahun. Tapi, karena PAL juga tergantung dari dana pemerintah, maka bukan hanya performance oriented, tapi juga budget oriented,” tambahnya.

Meski demikian, pendekatan sports science akan menjadi acuan utama sehingga setiap atlet akan memiliki kriteria berdasarkan kemampuan terbaiknya. ''Kunci PAL adalah pendekatan sports science yang akan digunakan. Ini yang membedakan dengan program jangka pendek, seperti pelatnas,'' tutur dr. Arie Sutopo. (Dede Isharrudin)

(Sumber: Bolanews.com)

10 Desember 2008

Rusia Lirik Pelatih Bulu Tangkis Indonesia

Selasa, 09 Desember 2008 | 19:13 WIB

TEMPO Interaktif, Moskow: Rusia mulai memfokuskan diri untuk memasukkan cabang olahraga bulu tangkis dalam pembinaan utama menjelang Olimpiade London 2012. Negara yang berada di peringkat ketiga pada peraihan medali emas di Olimpiade Beijing 2008 ini mulai mempersiapkan program-program yang bisa mengantarkan para atletnya naik podium. Bahkan, Rusia pun mulai melirik pelatih-pelatih dari Indonesia untuk menangani para atletnya.

Sergei Shakhrai, petinggi Federasi Badminton Rusia, menilai tidak mudah mewujudkan ambisi agar atlet bulu tangkis mereka meraih medali. "Pada Olimpiade, atlet kita selalu tersingkir di babak pertama, itu menunjukkan bagaimana lemahnya persiapan kita," katanya.

Oleh karena itu, bekas negara adikuasa ini pun akan mulai melakukan pembenahan di sektor pembinaan atlet. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan tangan-tangan ahli yang mampu memberikan pelatihan yang paling bagus bagi para atletnya.

Andrei Antropov, Deputi Kepala Federasi Badminton Rusia, menganggap kelemahan negaranya terletak pada sistem pembinaan yang tidak maksimal. Menurutnya, sampai saat ini fasilitas pendukung masih minim. Begitu juga dengan tenaga pelatih yang belum bisa memenuhi standar maksimal. "Padahal, sebenarnya ada banyak orang muda yang begitu tertarik dengan olahraga ini," katanya.

Bagi Antropov, yang juga merupakan pemain terbaik Rusia, jika pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam sistem pembinaan, akan semakin banyak bibit-bibit yang muncul. "Saat ini telah ada sekitar 40 tim yang berkompetisi di tingkat usia sekolah, saya berharap angka itu dapat semakin meningkat nantinya," katanya.

Oleh karena itu, lanjut Shakhrai, demi mewujudkan semua rencana itu Rusia harus memberikan anggaran lebih besar untuk cabang ini. Hal itu perlu dilakukan guna mendatangkan pelatih-pelatih terbaik dari negara lainnya. "Kita membutuhkan keahlian dan pengalaman mereka untuk bisa mengasah atlet kami," katanya.

Shakhrai memperkirakan setidaknya butuh dua pelatih asing untuk menangani tim nasional Rusia. "Dan ada kemungkinan kami akan mengundang pelatih dari Indonesia untuk mewujudkan rencana itu, apalagi hubungan kami dengan federasi Indonesia juga terbina dengan baik," katanya.

Shendy Puspa Irawati, If I Can Take It...I Will Get It

Oleh: Ira Ratnaiti

(Bulutangkis.com) - Ditemui di dunia maya tadi malam dengan sama-sama menggunakan fasilitas chatting untuk handphone, saya berkesempatan untuk melakukan interview singkat bersama perempat finalis di nomor ganda campuran bersama Fran Kurniawan . Shendy Puspa Irawati yang juga merupakan semifinalis ganda putri bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 adalah salah satu pemain yang menjadi sorotan pasca perhelatan ajang super series tersebut.

Memiliki nama lengkap Shendy Puspa Irawati, gadis kelahiran Nganjuk 20 Mei 1987 ini mengaku mulai terjun kedunia bulutangkis karena orang tuanya Arifin Irawan dan Sunanik Ningsih yang mencitai olah raga ini. Setelah menjadikannya sebagai hobi, Shendy kecil akhirnya bergabung bersama PB Djarum di Surabaya saat menginjak usianya yang ke 9. Shendy yang sempat “bolak-balik” pelatnas dan merasakan kerasnya pelatihan di Cipayung itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke club yang membesarkan namanya saat dia merasa kesempatan untuk berkembang di pelatnas amat terbatas, meskipun keinginan untuk kembali ke pelatnas selalu ada.

Selain bulutangkis yang menjadi hobi dan karirnya saat ini, bungsu dari dua bersaudara ini sangat senang untuk mendengarkan musik dan nonton, jenisa musik yang disukainya adalah easy listening music atau musik yang enak di dengar dan yang “ngena” ke hati, terutama lagu dari Ungu yang merupakan band favoritnya. Sedangkan film yang paling disukainya adalah The Last Samurai.

Prestasinya bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 lalu adalah salah satu prestasi yang paling dibanggakannya selain gelar di Polandia. Saat ditanya mengenai prioritas dalam berkarir di dunia bulutangkis pemain yang bertinggi badan 177 cm dan memiliki berat 75 kg ini mengungkapkan bahwa prioritas utamanya adalah ganda putri, “fokus di ganda putri, kalo di ganda campuran itu awalnya cuma iseng aja untuk pemanasan, tapi if I can take it, I will get it”. Keisengan Shendy cukup bersinar, terbukti bersama Fran Kurniawan, Shendy berhasil melaju hingga babak perempat final Djarum Indonesia Open SS 2008 sebelum akhirnya takluk oleh pemain ganda campuran nomor dua dunia Zheng Bo/Gao LIng.

Shendy yang akan memperkuat Jawa TImur di Pekan Olah Raga Nasional di Samarinda, Kalimantan-Timur bulan Juli mendatang mengaku belum memiliki target, “Nggak tau deh, belum pernah latian bareng tim Jatim, jalanin ajalah. Pokoknya lawan aja semua” ungkapnya. Sedangkan target untuk bisa menembus jajaran 15 dunia di ganda putri serta bisa turun di salah satu tournament bulutangkis tertua di dunia, All England tahun depan tak ragu di patok oleh Shendy,

Sempat malu-malu saat ditanya mengenai statusnya, akhrinya Shendy mengungkapan bahwa saat ini dia masih dalam proses yang disebut anak muda sebagai PDKT alias pendekatan, jadi untuk para pria bersiap-siaplah untuk patah hati. Dan bagi atlet-atlet muda yang ingin menjadi seperti Shendy mulailah dan terus berlatih, juga menabung untuk membeli raket armotec 800 DF dengan tarikan senar 30 bg 80 seperti yang digunakan Shendy Puspa Irawati.

Ira Ratnati, Jurnalis Bulutangkis.com

Menjelang Final Super Series,Tanpa Pelatih Di Kinabalu

Peringkat teratas nomor ganda putra dan ganda campuran dikuasai oleh pemain Indonesia. Secara teori, peluang meraih gelar di dua nomor ini terbuka lebar saat Final Super Series digelar di Kota Kinabalu, Malaysia, 18-21 Desember.

Di ganda putra, Indonesia akan diwakili pasangan nomor satu dunia, Markis Kido/Hendra Setiawan. Setelah meraih medali emas di Olimpiade Beijing, mereka meraih hasil memuaskan ketika menjadi juara di tiga turnamen secara berurutan, SS China Masters, SS Denmark, dan SS Prancis.

Namun, di turnamen terakhir, SS Hong Kong, Kido/Hendra kalah di babak perempatfinal dari ganda Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Setelah rangkaian kesuksesan tersebut, Kido mengalami masalah cedera pada lutut kirinya.

''Sekarang sudah lebih baik. Terus diterapi untuk mengejar kesembuhan sebelum tampil di Final Super Series,'' ucap Kido.

Di nomor ganda putra, saingan berat Kido/Hendra akan datang dari pasangan Koo/Tan (Malaysia), Cai Yun/Fu Haifeng (Cina), Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), dan Lee Yong-dae/Jung Jae-sung (Korea).

Tanpa mengecilkan kualitas pasangan lain, perhatian ekstra layak diberikan pada Lee/Jung. Setelah tampil buruk di Beijing, mereka absen di sejumlah turnamen sepanjang bulan September-Oktober. Namun, ketika kembali turun, Lee/Jung langsung jadi juara secara berurutan di SS China Masters dan Hong Kong.

Sementara itu, di ganda campuran, pasukan Cipayung diwakili oleh Nova Widianto/Lilyana Natsir. Kebalikan dengan Kido/Hendra, Nova/Butet justru agak lama puasa gelar juara.

Korea Berat

Gelar terakhir yang diraih oleh pasangan peraih medali perak Olimpiade Beijing ini adalah saat menjuarai SS Singapura, Juni lalu. Setelah Olimpiade, Nova/Butet menjadi runner-up di SS Jepang dan SS China Masters.

Di nomor ini pun Lee Yong-dae, yang berpasangan dengan Lee Hyo-jung, bisa jadi sandungan. Sama seperti pemain Korea lain, mereka juga absen dua bulan dari berbagai turnamen. Di SS China Masters dan SS Hong Kong, peraih emas Olimpiade Beijing ini menjadi juara dan runner-up.

''Susah memang mengalahkan mereka. Kita harus lebih kuat dibanding mereka. Tak bisa kalau hanya diakali dengan teknik. Padahal secara fisik mereka lebih unggul karena usianya lebih muda,'' beber Nova.

Di Olimpiade lalu, Lee/Lee menang atas Flandy Limpele/Vita Marissa di semifinal, sedangkan di final giliran Nova/Butet yang takluk.

''Justru kalau mereka bertemu dengan pasangan Cina biasanya akan kesulitan. Soalnya pemain Cina juga sama kuat dalam segi fisik,'' lanjut Nova lagi.

Di Final SS nanti, lawan yang hadir pasti rival tangguh karena hanya delapan pemain/pasangan yang ikut serta. Menghadapi lawan tangguh, tanda tanya masih menyelimuti kubu Indonesia.

Masalah dana yang tengah membelit PBSI membuat pemain kemungkinan besar harus tampil tanpa kehadiran pelatih saat bertanding.

''Tak ada yang memberi tahu kami saat kesulitan di lapangan kalau tak ada pelatih. Sekali dua kali kita sebetulnya bisa membiayai pelatih untuk berangkat. Tapi, kalau terus-terusan, berat juga,'' sebut Kido.

''Sebetulnya kebangetan kalau di ajang sekelas Final SS kita tampil tanpa pelatih. Kehadiran pelatih pasti ada pengaruhnya. Mereka yang bisa melihat kelemahan kita saat bertanding di lapangan,'' ucap Nova. (Erwin Fitriansyah)

Pemain Bertahan Di Pelatnas, Miris Gak Sih Bawa Kok Sendiri ?

Pemandangan berbeda akan ditemui jika mengunjungi pelatnas PBSI di kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Sejak pertengahan November lalu, suasana latihan di hall utama terlihat lengang. Sebagian lampu di atas lapangan yang kosong pun tak dinyalakan.

Keputusan PBSI, yang tengah kesulitan dana, untuk mengembalikan pemain ke klub dan pengda masing-masing membuat pelatnas sepi. Jika biasanya sehari-hari 21 lapangan dipenuhi sekitar 85 pemain utama dan pratama, kini hanya segelintir pemain yang berlatih.

Cuma sejumlah pemain yang tengah mempersiapkan diri untuk bermain di Final Super Series yang terlihat berlatih Jumat (5/12) lalu, plus pemain lain yang tetap berlatih. ''Ini sudah lumayan ramai. Biasanya malah lebih sepi,'' kata Marlev Mainaky, pelatih tunggal putri. Anak didik Marlev yang tinggal hanya Adriyanti Firdasari dan Fransiska Ratnasari.

Pada jam-jam latihan sebelum pemain dipulangkan, tebaran ratusan kok menjadi pemandangan biasa. Kini hal itu tak ada lagi.

''Miris nggak sih pemain pelatnas harus bawa kok sendiri? Pemain yang tak bawa kadang harus minta ke pemain lain,'' ucap Taufik Hidayat, yang juga terlihat berlatih tanpa pelatihnya, Mulyo Handoyo.

''Untung masih ada Koh Chris, yang bisa menyediakan kok untuk kami,'' ucap Nova Widianto, pemain ganda campuran.

Lantaran harus berangkat ke turnamen dengan biaya sendiri, pemain kini juga sibuk mencari sponsor. ''Susah buat kami untuk mencari sponsor kalau hanya untuk satu atau dua turnamen. Biasanya mereka minta untuk jangka panjang,'' lanjut Nova.

Untuk menghemat biaya, Nova cs. berusaha mencari tarif maskapai yang murah. Perbincangan Nova dengan BOLA sempat terputus karena Vita Marissa datang memberi info soal tiket murah ke Malaysia dan Korea, tempat di mana ajang Super Series digelar di awal 2009. ''Kita juga cari-cari relasi mana yang bisa memberi tiket murah,'' tutur Nova.

Nada kecewa juga terlontar dari Markis Kido soal keadaan yang sudah berlangsung sejak pertengahan November ini. ''Payah nih PBSI bisa sampai kehabisan dana. Yang repot akhirnya juga pemain kalau seperti ini,'' ujar Kido. (win)

(Sumber: Bolanews.com)

29 November 2008

Senyum Greysia Bukan Senyum Monalisa

Oleh: Ira Ratnati

Penyelenggaraan Bank BRI Thomas dan Uber Cup 2008 yang berhasil digelar dengan sukses dari 11 hingga 18 Mei lalu di Istora-Senayan, Jakarta, memberikan kesan tersendiri bagi pecinta bulutangkis di Indonesia.

Dua kejutan besar terjadi di kubu Indonesia. Kejutan pertama adalah lolosnya tim Uber Indonesia ke pertandingan puncak yang digelar 17 Mei karena sebenarnya mereka hanya ditargetkan untuk bisa lolos hingga semi final.

Namun, kejutan kedua adalah kejutan yang tidak diharapkan seluruh masyarakat Indonesia yaitu gagalnya tim Thomas Indonesia untuk tampil di partai puncak setelah harus mengakui keunggulan Korea Selatan di semi final dan sekaligus menghapus harapan untuk mengembalikan piala Thomas ke pangkuan ibu pertiwi, juga gagal memenuhi target final yang dibebankan kepada mereka.

Keberhasilan tim Uber dalam melampaui target yang diberikan oleh PBSI secara tidak langsung menjawab keraguan akan kekuatan srikandi-srikandi kita, sekaligus mengobati kekecewaan masyarakat atas tim Thomas Indonesia. Salah satu srikandi yang paling bersinar dan dikenal adalah Greysia Polii, pemain ganda kedua Indonesia yang berpasangan dengan Jo Novita ini menarik perhatian begitu banyak orang yang setia menyaksikan perjuangan para srikandi dalam perebutan piala Uber lalu. Gadis yang lahir pada 11 Agustus 1987 ini tak segan menampilkan aksi-aksi spontan untuk membuat penonton yang hadir lebih semarak dalam memberikan semangat bagi pemain yang sedang berlaga.

Tidak seperti kebanyakan atlet bulutangkis lain yang kadang terlihat canggung di depan kamera, Greys, begitu dia disapa, terlihat begitu atraktif dan komunikatif. Senyum yang selalu menghiasi wajahnya tak pernah lepas sekalipun dari wajah cantiknya. Pada laga final piala Uber lalu, terlihat Greys memasuki lapangan dengan berjubah bendera merah putih, dan topi ala viking yang berwarna senada, jauh berbeda dengan anggota tim lain yang menggunakan seragam tim. Dengan tersenyum bangga, saat namanya disebutkan oleh announcer, dia mengepalkan tangan di udara pertanda kemenangan dan pembuktian bahwa srikandi Indonesia telah bangkit dan masih patut diperhitungkan lawan.

Walaupun pada akhirnya Grace dan Jo yang ditempatkan di ganda kedua atau partai ke empat pada laga final tidak dapat tampil karena Indonesia ditekuk China 3-0, setelah Maria Kristin gagal mengatasi tunggal nomor
satu dunia Xie Xin Fang, ganda pertama Vita Marissa/ Lilyana Natsir yang harus mengakui keunggulan Zhang Wei/ Zhang Jie Wen melalui pertarungan ketat tiga set dan tunggal kedua Adriyanti Firdasari yang juga gagal mengalahkan Lu Lan di partai ketiga namun hal ini tidak menjadikan Greys kehilangan senyumnya. Dia tetap tersenyum, dia tetap menyemangati rekannya, sepanjang pertandingan dia dengan gaya khasnya terus mengibarkan bendera serta ikut meneriakan yel-yel khas suporter Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain, serta aksi-aksi simpatik lain yang dia tampilkan menarik simpati dan perhatian begitu banyak orang.

Senyumannya tidak seperti senyum Monalisa yang misterius, yang hanya terlihat tersenyum jika kita hanya melihat sekilas tapi kemudian Monalisa tidak akan tersenyum jika kita melihat langsung kedalam lukisan mahakarya Leonardo Da Vinci tersebut, senyum Greys adalah senyum tulus yang memberikan semangat, senyum yang bisa memberikan inspirasi dan senyum yang akan selalu terlihat dari perspektif manapun anda melihatnya, itulah senyum Greysia bukan senyum Monalisa.

Ira Ratnati, Jurnalis Masyarakat Bulutangkis Indonesia (MBI)

Maria Kristin Yuluanti, From Zero To Hero

'Jawab tantangan dengan dukungan!''

Itu adalah kata-kata Maria Kristin, dalam salah satu iklan Djarum Badminton Indonesia Open Super Series. Dan dia tak hanya fasih mengatakannya, namun juga telah berhasil membuktikannya, dengan menembus babak final Djarum Badminton Indonesia Open Super Series untuk pertama kalinya.

Selepas perhelatan akbar Uber Cup bulan Mei lalu, memang para punggawa srikandi pelatnas Cipayung dituntut untuk membuktikan konsistensi penampilan apik mereka. Tak heran, pada Indonesia Open kali ini, semua mata tertuju pada mereka. Pia dan Nana bertemu di babak kualifikasi akibat drawing yang kurang menguntungkan, sehingga mau tidak mau mereka harus saling mengalahkan. Pia memenangkan duel yang berlangsung hampir imbang hingga rubber set itu.

Drawing yang tidak menguntungkan kembali ditemui punggawa tunggal putri saat babak pertama, Pia sudah harus bertatap muka di lapangan dengan Maria. Kali ini Maria yang berhasil melaju ke babak berikutnya. Lalu, mudahlan jalan Maria setelah itu? Jawabannya, tidak! Tunggal utama Belanda, Yao Jie, yang tidak memperkuat Belanda pada Uber Cup lalu menjadi tantangan selanjutnya bagi Maria. Berhasil mengungguli Yao Jie, ada ratu bulutangkis lain yang menjadi tantangan berikutnya, yaitu Zhou Mi, asal Hongkong. Mampu mengalahkan Zhou Mi, Maria belum menghentikannya keganasannya di kandang sendiri. Kali ini korban berikutnya adalah Zhang Ning. Salah satu tunggal putri terbaik China yang masih mampu mempertahankan konsistensinya walaupun telah berumur 33 tahun.

Mampu selalu unggul di set-set awal, Maria selalu kehilangan konsentrasi hingga perolehan poinnya selalu mampu dikejar dan diungguli Zhang Ning. Bahkan seharusnya Maria mampu menutaskan pertandingan dengan straight set jika saja ia tidak terburu-buru pada kedudukan poin-poin kritis 20-19.

Namun, saya tidak ingin berbicara soal angka sekarang. Ada faktor lain yang membuat kemenangan Maria atas Zhang Ning di semifinal dan atas lawan-lawan sebelumnya yang memiliki peringkat jauh diatas Maria, memiliki makna yang begitu berbeda. Yaitu, timbulnya semangat baru dan kepercayaan diri baru dalam diri Maria, yang selama ini tidak pernah dia tunjukkan sebelumnya.

Semua orang pasti setuju, jika saya mengatakan bahwa Maria merupakan pemain yang unik. Salah satu keunikannya adalah, wajahnya yang hampir tanpa ekspresi saat pertandingan, baik saat ia menang ataupun kalah. Ekspresinya selalu datar dan khas.

Selama ini, ekspresi unik Maria tersebut tidak didukung dengan kepercayaan diri, sehingga yang tertangkap mata orang awam adalah istilah jawanya ¡klemar-klemer¢ . Namun setelah Uber Cup lalu, yang dipercaya sebagai keajaiban titik balik prestasi srikandi kita, Maria menjadi seorang yang sama sekali berbeda. Berbeda? Ya, kini ekspresi itu berubah menjadi ekspresi seorang juara yang yakin akan kemampuan dirinya.

Ketenangan dan wajah cool nya dilapangan, terkadang membuat lawan frustasi. Tengok saja pertandingan terakhir Maria melawan Zhu Lin. Meskipun akhirnya Maria tak mampu membendung Zhu Lin di akhir-akhir poin rubber set, namun ketenangan Maria sedikit banyak mempengaruhi emosi Zhu Lin juga.

Sepanjang pertandingan, Zhu Lin terlihat murung dan nyaris tanpa senyum. Senyumnya baru muncul ketika ia sudah berada di podium jawara. Berbanding terbalik dengan Maria yang selalu menyikapi poin demi poin dengan ketenangan luar biasa. Bahkan, meskipun terlihat sama-sama lelah, Maria tidak berusaha mengulur-ulur waktu pertandingan, seperti yang dilakukan Zhu Lin sehingga wasit menghadiahinya dengan kartu kuning.

Ya, kematangan emosi. Itulah yang saya tangkap dari aura bertanding Maria Kristin. Berbekal ketenangan, mental juara, dan kepercayaan diri bahwa tiada lawan yang tak bisa dikalahkan telah mengantarkan Maria Kristin ke babak Final Indonesia Open dengan hebatnya. Itulah Maria Kristin, gadis yang setahun lalu hanya dikenal segelintir pencinta bulutangkis, kini menjelma menjadi bintang tumpuan Indonesia serta pahlawan masa depan. Dia berhasil menumbangkan tiga raksasa China, yang kini membela tiga negara berbeda, selama tiga hari berturut-turut. Dan Maria telah mampu memberikan kado terindah bagi dirinya sendiri yang tepat akan berusia 23 tahun pada 25 Juni nanti. Selamat menjadi runner-up Indonesia open, dan selamat ulang tahun, Maria.

Indonesia bangga padamu!

(badminton-indonesia@yahoogroups.com)

Indonesia Negeri Bulu Tangkis Yang Cinta Sepak Bola

Bulan Mei lalu salah satu kejuaraan bulutangkis beregu paling bergengsi Piala Thomas dan Uber berhasil diselenggarakan di Istora Senayan, Jakarta. Kendati tim Thomas Indonesia gagal tampil di partai puncak 18 Mei silam, tetapi keberhasilan tim Uber untuk berlaga menantang China di partai pamungkas piala Uber berhasil membuktikan bahwa negara kita masih negara dengan kultur bulutangkis yang kuat.

Hal ini juga dibuktikan dengan melimpahnya dukungan dari warga masyarakat Indonesia, baik mereka yang rela mengantri berjam-jam hanya demi selembar tiket untuk bisa masuk ke Istora ataupun mereka yang menyisakan waktunya untuk menyaksikan perjuangan para pahlawan bulutangkis kita melalui layar kaca.

Dengan jeda hanya satu bulan, Indonesia kembali menjadi tuan rumah salah satu dari rangkaian super series yang akan digelar sepanjang tahun ini. Djarum Indonesia Open Super Series 2008 akan digelar minggu depan pada tanggal 17 hingga 22 Juni. Bertepatan dengan minggu kedua penyelenggaraan Piala Eropa 2008 atau yang lebih dikenal dengan nama EURO 2008. EURO sendiri telah resmi dibuka pada 8 Juni silam bertempat di Austria dan Swiss, Piala Eropa kali ini tidak akan dihadiri oleh Inggris yang gagal lolos kualifikasi untuk tampil di putaran final karena dikalahkan oleh Kroasia pada babak play off.

Gegap gempita EURO 2008

Televisi swasta nasional pemilih hak siar Euro 2008 di Indonesia dengan meriah mengadakan acara tersendiri dalam menyongsong detik-detik pembukaan EURO 2008 pada minggu malam. Hal ini pun disambut meriah oleh para penggemar sepak bola. Euro yang telah digaungkan dari beberapa bulan bahkan satu tahun sebelum hari penyelenggaraannya membuat EURO dikenal baik masyarakat serta promo-promo yang dilakukan untuk mengenalkan sejarah Piala Eropa tersebut terbukti cukup efektif dalam mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat.

Café-café yang bertebaran di ibu kota maupun kota-kota besar lainnya berlomba-lomba menggelar acara nonton bareng EURO 2008, selain untuk menghimpun para penggemar dan penggila sepak bola hal ini juga dilakukan untuk memeriahkan perhelatan akbar tersebut. Mengingat begitu dikenalnya sepak bola asing di negara kita berkat siaran-siaran langsung pertandingan sepak bola dari liga negara-negara Eropa seperti liga Italia, Inggris, Belanda dan Spanyol oleh beberapa televisi swasta maka tak heran jika setiap tempat yang menggelar acara nonton bareng itu selalu dipadati para penggemarnya kendatipun siaran langsung pertandingan sepak bola digelar dini hari.

Bulutangkis di Indonesia

Cabang olah raga yang berhasil menyumbangkan emas pertama bagi Indonesia pada olimpade ini merupakan salah satu olah raga yang digemari dan begitu dicintai masyarakat. Mulai dari era Liem Swie King, hingga saat ini era Taufik Hidayat yang akan segera bergulir ke pemain-pemain yang lebih muda, mulai dari era Susi Susanti dan Mia Audina hingga saat ini era Adrianti Firdasari dan Pia Zebadiah. Target emas olimpiade masih bisa berhasil dipertahankan sejak Susi Susanti dan Alan Budikusuma berhasil menyumbang emas pada olimpiade 1992, dan terakhir Taufik Hidayat yang menyumbang emas bagi Indonesia pada Olimpiade 2004 silam.

Cara pendukung Indonesia dalam memberikan semangat kepada pemain yang berlaga dilapang tidak akan ditemukan di negara lain, hal ini diakui pemain nasional maupun pemain asing yang berlaga di Indonesia. Tercatat hingar bingar publik istora pada final Uber lalu mencapai 120db, hal ini setara dengan riuhnya sebuah konser musik yang menggunakan speaker raksasa. Yel-yel sepanjang pertandingan dengan meneriakan Indonesia, ataupun teriakan “ya” saat pemain Indonesia memukul bola dan teriakan “hu” saat giliran lawan memukul, hanya bisa terjadi di Indonesia. Teriakan itu kadang menganggu konsentrasi pemain, khususnya pemain yang berasal dari Eropa, karena pada pertandingan bulutangkis di Eropa teriakan penonton hanya terdengar jika shuttle cock menyentuh tanah, namun beberapa pemain lainnya mengaku senang jika bertanding di Indonesia karena hanya di negara ini penonton begitu meriah dan atraktif.

Jika Harus Membandingkan

Sepakbola dan bulutangkis di Indonesia merupakan dua cabang olah raga paling diminati, bila harus dibandingkan dengan cabang olah raga lain seperti tenis mauapun cabang atletik. Kecintaan masyarakat Indonesia kepada dua cabang olah raga ini sudah tidak perlu diragukan lagi, dipenuhinya café penyelenggaraan nonton bareng, serta padatnya istora pada perhelatan Piala Thomas dan Uber lalu merupakan sebuah bukti nyata bahwa kedua olah raga tersebut mendapat tempat besar dalam hati dan jiwa masyarakat Indonesia.

Dari hal yang sudah saya ungkapkan diatas, kesimpulan yang bisa saya ambil adalah apabila kita berbicara sepakbola kita hanya akan bisa membanggakan tim kesayangan kita dari liga ataupun negara Eropa, hal ini bisa kita lihat dari respon masyarakat terhadap pertandingan sepak bola asing yang menyebabkan televisi swasta berlomba-lomba menayangkan siaran langsung sepak bola asing, tentu saja hal ini tanpa bermaksud mengenyampingkan sepakbola nasional kita. Karena pada kenyataannya sepakbola nasional kita masih memerlukan banyak pendewasaan, mulai dari pendewasaan pengurus, pemain dan supporter. Seringnya terjadi ricuh antara pendukung tim yang bertanding pada pertandingan-pertandingan nasional, menunjukkan bahwa supporter sepakbola di Indonesia belum mencapai tahap kedewasaan.

Sudah saatnya sepakbola dan bulutangkis mendapat perhatian lebih dari masyarakat umumnya dan pemerintah Indonesia khususnya. Sudah saatnya pula pemerintah memilah dan memilih olah raga yang menjadi prioritas utamanya. Jika kita mengakui sebagai sebuah negara bulutangkis, maka sudah saatnya kita memberikan perhatian lebih kepada olah raga ini, jika kita mengakui sebagai sebuah negara sepakbola maka sudah saatnya kita membuktikan bahwa sepakbola bisa berprestasi lebih baik.

Indonesia BISA!

28 November 2008

Sukses China Membangun Olah Raga 10 kebijakan Jadi Pedoman

Melihat Cina selama berlangsungnya Olimpiade Beijing 2008, para pendatang tak hanya dibuat kagum dengan kemajuan ekonomi negara itu yang mencapai 7 triliun dolar AS pada 2007. Kemajuan itu juga tercermin dalam pembangunan olahraganya.

Hal itu bisa langsung terlihat dari belum tergoyahnya posisi Cina sebagai pengumpul medali emas terbanyak hingga seminggu Olimpiade digelar. Bahkan prestasi yang ditorehkan berasal dari para atlet yang rata-rata masih berusia muda. Salah satunya adalah peraih medali emas angkat besi di kelas 56 kg, Long Qingquan. Pemuda yang tampak bersahaja asal provinsi Hunan ini baru berusia 18 tahun.

Kemajuan olahraga di Cina tak lepas dari 10 kebijakan yang dikeluarkan China State General Sports Administration. Sepuluh kebijakan yang dikeluarkan lembaga yang dipimpin Liu Peng itu merangkum segala hal yang berkaitan dengan pembangunan olahraga di negara yang luasnya 9,5 juta kilometer persegi itu.

“Selama 10 tahun terakhir ini, kemajuan olahraga di Cina mulai terlihat kuat. Hal itu tak lepas dari konsistensi badan olahraga Cina dalam menerapkan program pembangunan dengan arah yang jelas,” ujar Liu Peng dalam konferensi pers yang digelar di Main Press Centre, sehari sebelum pembukaan Olimpiade.

Kehebatan prestasi olahraga Cina punya dasar yang kuat. Dasar itu tumbuh dalam masyarakat. Tak ada lapangan atau taman-taman olahraga yang kosong kegiatan. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga dewasa menggunakan taman-taman di seputar apartemen.

Bahkan menurut Adidin Aska, staf lokal KBRI yang tinggal di kompleks apartemen Fangzouyuan, semua apartemen yang dibangun di Cina harus memiliki ruang publik yang luas untuk aktivitas olahraga warganya.

“Para mahasiwa Indonesia yang belajar di sini pasti kalah kalau bertanding basket atau sepakbola dengan mereka. Paru-paru mereka kayak kuda. Kuat sekali. Kegiatan olahraga bagi bangsa Cina sudah menjadi budaya dan hal itu sudah berjalan ratusan tahun. Tak heran jika olahraganya maju,” jelas pria yang sudah 15 tahun berdinas di Beijing itu.

Jika ada ungkapan 'belajarlah sampai ke negeri Cina', maka itu jelas-jelas benar adanya. Dengan jumlah penduduk yang juga besar, akankah Indonesia mengikuti jejak mereka?

10 ARAH PEMBANGUNAN OLAHRAGA CINA
Pembangunan kerangka kebijakan olahraga nasional.
Siapkan reformasi industri olahraga dan penerapan strategi jangka panjang dan menengah.
Meningkatkan partisipasi dan kesempatan berkegiatan olahraga.
Merencanakan pengembangan atletik dan mengoordinasikan event olahraga nasional.
Perang terhadap narkoba dan kecurangan di olahraga.
Pengawasan pertukaran atlet secara internasional dan kerja sama dengan negara lain.
Mengorganisasi partisipasi di event olahraga internasional dan membantu jika Cina menjadi tuan rumah sebuah event olahraga.
Mendukung penelitian dan pembangunan olahraga serta mempromosikan pencapaian-pencapaian tertinggi di olahraga.
Implementasi kebijakan mengatur industri olahraga, mengembangkan pasar olahraga (sports market), dan memformulasikan kriteria bisnis olahraga.
Mendorong kinerja induk-induk organisasi olahraga.
(Sumber: Bolanews.com)

Program Atlit Andalan Jangan Setengah Hati

Olimpiade Beijing 2008 menunjukkan bagaimana negara-negara besar membangun olahraganya. Cina sukses menjadi peringkat pertama Olimpiade 2008 dengan 51 keping emas. Amerika Serikat kali ini harus puas berada di peringkat dua dengan 36 emas. Namun, Amerika masih unggul dalam jumlah pengumpulan medali, 110 medali. Baik Cina, AS, Rusia, Inggris, Jerman, maupun Australia memiliki program atlet andalan yang direncanakan dan terorganisasi secara sistematis.

Sejak politik diplomasi pingpong tahun 1971 serta kembali diterimanya Cina sebagai anggota IOC tahun 1979 sejalan dengan kebijakan politik luar negeri Cina untuk membuka diri dengan dunia internasional, maka Cina langsung bertekad untuk menjadi yang terbaik di Olimpiade. Untuk itu, Cina meluncurkan program atlet andalan dengan sebutan “juguo tichi”. Dalam hal ini, kendali manajemen pelatnas sepenuhnya berada di tangan pemerintah pusat dan seluruh pemerintah daerah diwajibkan mendukung program ini.

Hal pertama yang dilakukan Cina adalah membangun fasilitas latihan yang dilengkapi dengan peralatan modern dan laboratorium untuk penerapan iptek olahraga, termasuk fasilitas olahraga di sekolah dan perguruan tinggi. Dengan menyesuaikan postur kebanyakan orang Cina, maka mereka fokus pada cabang olahraga yang membutuhkan refleks, kecepatan dan kelenturan tinggi, seperti senam, tenis meja, bulutangkis, dan loncat indah, serta beberapa cabang yang sangat tergantung pada penilaian juri.

Melengkapi program tersebut, mulai tahun 2001 Cina juga meluncurkan program 119 yang lebih difokuskan pada beberapa cabang yang bukan jadi unggulan Cina tetapi jumlah medali emas yang diperebutkan sangat banyak, yaitu mencapai 119 emas. Termasuk dalam program 119 ini antara lain cabang atletik, renang, layar, dan kano. Untuk mencapai ambisi tersebut, Cina menyediakan dana sebesar US$ 4,8 miliar di mana 90% digunakan untuk membayar uang saku atlet dan pelatih serta perlengkapan latihan.

Program atlet andalan juga menjadi perhatian serius pemerintah Australia. Sejak tahun 1981 pemerintah Australia membangun fasilitas pemusatan latihan modern di Canberra yang diberi nama Australia Institute of Sport (AIS) di atas tanah seluas 65 hektar. Dilengkapi dengan laboratorium penelitian dan medis, AIS mulai membina 150 calon atlet andalan dari beberapa cabang, seperti renang, atletik, angkat besi, senam, bola basket, bola tangan, sepakbola, dan tenis.

Setiap tahun AIS merekrut 600 atlet dari 25 cabang olahraga untuk ditempa menjadi atlet dunia dengan dukungan dana dari pemerintah dan pihak swasta. “Sport is the first form of Australian foreign policy”.

Keberhasilan Australia itu ditiru Inggris, yang pada 1999 meluncurkan dua program untuk mempercepat prestasi atlet Inggris di Olimpiade. Pertama, membangun pusat latihan modern UK Sport Institute (UKSI) di 10 daerah. Kedua, meluncurkan program World Class Performance, yang fokus pada penggalangan dana baik melalui sponsorship maupun undian berhadiah.

Sementara itu, pembinaan atlet di AS selalu berkaitan dengan pendidikan. Kompetisi olahraga antarsekolah dan universitas sangat padat dan seorang yang ingin menjadi atlet disyaratkan memperoleh nilai baik dalam pelajarannya.

Pembinaan olahraga melalui sekolah dan universitas dikoordinasi oleh National Collegiate Athletic Association (NCAA), yang didirikan pada 1906. Para atlet dibina untuk menjadi atlet dunia, Olimpiade, dan profesional. Para atlet tersebut bisa saja menerima sponsor pribadi. Tiger Wood, Shaquille O’Neal, Lindsay Davenport, Michael Phelps adalah atlet-atlet yang selain menapak karier di olahraga, juga tetap bersekolah di perguruan tinggi.

Atlet Andalan Indonesia

Bagaimana dengan Indonesia? Sejak berakhirnya SEA Games 2007, pemerintah mencanangkan program atlet andalan (PAL). Diperkirakan ada 100 atlet andalan yang dipersiapkan untuk menghadapi SEA Games 2011. Biaya yang dibutuhkan untuk mempersiapkan atlet tersebut bisa mencapai Rp 700 miliar. Karena untuk 2011, jelas targetnya adalah meraih kembali kejayaan Indonesia sebagai negara terbaik di Asia Tenggara dalam bidang olahraga.

Ada beberapa kelemahan dari program ini. Pertama adalah mengapa defining victory hanya di tingkat SEA Games dan bukan Olimpiade? Selama ini memang tidak jelas fokus utama pemerintah dan KONI/KOI. Kita semua tahu bagaimana minimnya persiapan atlet dalam menghadapi Olimpiade Beijing 2008. Peluang Lisa Rumbewas mengukir sejarah dengan menjadi atlet pertama Indonesia yang meraih medali di 3 Olimpiade gagal karena kurang bertanding.

Tidak jelasnya fokus dan prioritas pemerintah dan KONI/KOI juga terlihat dari keputusan menjadi tuan rumah Asian Beach Games (ABG), 18-25 Oktober 2008 di Bali. Dana yang dibutuhkan untuk olahraga yang sifatnya rekreasi dan hiburan ini bisa mencapai lebih dari Rp 300 miliar. Untuk penyelenggaraan, pemerintah membantu dana sekitar Rp 150 miliar, sementara untuk pemusatan latihan sekitar Rp 21 miliar. Padahal untuk Olimpiade 2008 pemerintah hanya mengalokasikan Rp 35 miliar. ABG, yang diselenggarakan di tepi pantai, di mana prestasi dan rekam jejaknya pun akan hilang tertiup angin, malah mendapat dukungan dana yang lebih besar daripada persiapan Olimpiade.

Kedua, di manakah 100 atlet andalan Indonesia berlatih? Sejak berubahnya kompleks olahraga Senayan menjadi pusat perbelanjaan, Indonesia praktis tidak memiliki pusat latihan nasional yang terpusat di satu lokasi, berfasilitas modern termasuk peralatan, laboratorium, dan medis.

Ketiga, struktur dan personel yang duduk di program atlet andalan kita ternyata tidak penuh waktu. Bahkan banyak personel yang merangkap jabatan di induk organisasi dan KONI/KOI. Proses pembinaannya pun bisa akan kita duga. Selain tidak fokus, juga terjadi konflik kepentingan karena ingin mengajukan cabang dan atletnya sendiri ikut dalam program ini.

Keempat, program atlet andalan adalah puncak dari proses pembinaan atlet. Mereka dapat dikategorikan sebagai atlet yang dilatih untuk memenangkan setiap pertarungan (train to win). Pertanyaannya, bagaimana dan apa program pemerintah dalam pembinaan atlet di akar rumput (fundamental train), yaitu di sekolah-sekolah dasar dan menengah?

Kelemahan-kelemahan mendasar di atas mestinya sudah harus ada jawabannya terlebih dulu baik oleh pemerintah maupun KONI/KOI sebelum meluncurkan meluncurkan program atlet andalan. Karena itu, petinggi olahraga di Indonesia harus sepakat dulu tentang model percepatan prestasi atlet yang akan diterapkan. Model apa pun yang diambil harus dimulai dari menentukan defining victory dari pembinaan atlet andalan yang tertinggi. Janganlah ambil model di mana defining victory karena ambisi pribadi. Inilah yang membuat olahraga Indonesia semakin ditinggalkan oleh masyarakatnya sendiri.

(Sumber: Bolanews.com)

19 November 2008

TAN JOE HOK


Kisah Tan Joe Hok, legenda hidup badminton Indonesia akan segera
difilmkan. Ternyata perjalanan panjangnya bermula dari Pasir Kaliki,
Bandung, di lingkungan yang serba sulit di zaman perang.
AKHIR bulan lalu, Tan Joe Hok menemui Wakil Gubernur Jabar Yusuf Macan
Effendi atau Dede Yusuf. Intinya, Tan Joe Hok minta dukungan moril
menjelang pembuatan biopic (biographical pictures) dirinya.
Produser filmnya Olivia Zalianty, gadis muda yang baru saja
menyelesaikan studi di Beijing. Adik aktris Marcela Zalianty ini
menggandeng Raden Kholid Akhmad dari Tremores Production. Film akan
disutradarai Wiendy Widasari, dan syuting mulai awal 2009.
"Saya lahir di tempat kumuh, lewat tangan dukun beranak. Hidup
keluarga kami di masa kecil sangat menderita, karena ketika itu zaman
revolusi. Bagi kami, apa yang kami bisa lakukan untuk negara ini, akan
kami perbuat, meski kecil," tutur Tan Joe Hok di depan Dede Yusuf.
Keduanya bertemu di kantor Dede di Gedung Sate, Senin (30/6). Upaya
Tan tak bertepuk sebelah tangan. "Sudah sepatutnya, tokoh-tokoh bangsa
diangkat ke film, apalagi Pak Tan juga putra Jabar. Ini agar anak muda
tahu, siapa yang telah berjuang untuk bangsanya," kata Dede.
Tan Joe Hok alias Hendra Kartanegara adalah pebulutangkis Indonesia
pertama yang turut menyabet All England dan medali emas Asian Games.
Selain itu, ia merupakan anggota tim bulu tangkis Indonesia ketika
merebut Piala Thomas 1958, gelar pertama bagi Indonesia.
Namun, Tan yang masih gagah, antara lain berkat rajin fitnes itu,
keberatan dirinya disebut pahlawan. "Saya menolak dikultuskan. Tapi,
saya setuju ada film ini, semoga bisa membangkitkan semangat
perjuangan anak muda," kata pria kelahiran Babatan, Bandung, 11
Agustus 1937 ini.
Selain bertatap muka dengan Dede, Tan dan tim produksi film Tan Joe
Hok, pada hari itu, melakukan napak tilas ke tempat-tempat yang pernah
jadi bagian dari perjalanan hidup Tan di Bandung.
Napak tilas ini untuk melengkapi skenario film yang digarap Salman
Aristo mulai September 2008. Di kediaman kakak Tan Joe Hok, Tan Li Lan
alias Lanny Hartanto (74), di kawasan Pasir Kaliki, Tan Joe Hok sangat
terharu saat bertemu dengan sahabat lamanya, Tutang Djamaluddin (73).
Dia juga bertemu teman sepermainannya, Lim Tjoen Liat alias David
Lukman. Tutang, yang juga mantan atlet bulu tangkis nasional, adalah
teman Tan berlatih bulu tangkis di Klub Pusaka dan di Pelatihan Tenaga
Kerja di Jalan Gatot Soebroto, Jakarta tahun 1950-an.
Kini, klub Pusaka sudah jadi tempat pemotongan ayam. Napak tilas hari
itu berakhir di rumah mendiang orangtua Tan, pasangan Tan Tay
Peng-Khoe Hong Nio, di Jalan Gedong Sembilan No 9, Pasir Kaliki,
Bandung. Rumah tersebut saat ini ditempati adik Tan.
"Cerita hidup Pak Tan ini menarik karena ada sisi dramatisnya.
Hebatnya, Pak Tan tak butuh motivator dan pelatih, tapi dia maju
karena dirinya," kata Wiendy.
Salah satu penggalan masa lalu Tan adalah kisahnya berlatih
bulutangkis bersama Tutang Djamaluddin. Setiap akan berlatih bulu
tangkis, Tan dan Tutang naik sepeda ontel dari rumah masing-masing
sambil memegangi raket tak bersarung dan tiga kok yang dibungkus
kertas koran.
Di usia 17 tahun, Tan Joe Hok mulai mengikuti kejuaraan-kejuaraa
tingkat nasional. "Setiap bertanding, kita pergi naik kereta gerbong
karena lebih murah. Padahal sengsara," kenang Tan. Saat itu, Tan sudah
mengalahkan pemain senior, Nyoo Kim Bi asal Surabaya.
"Karena budget pemerintah pas-pasan, saya jadi pemain single dan
double. Prinsip saya, harus jadi juara pertama, karena juara dua itu
loser nomor satu dan juara tiga loser nomor dua," tutur Tan.
Setelah itu, pemerintah baru membentuk Tim Thomas terdiri atas Eddy
Yusuf, Tan King Wan, Nyoo Kim Bi, dan Li Po Jan, Thio Tjoe Dyen, Tan
Ti Abeng, dan pemain tambahan yang didatangkan dari Belanda, Ferry
Souneville.
"Kemenangan kita membuat Indonesia mulai dipandang oleh dunia luar.
Karena selama ini, kita underdog. Yang ditakuti kan tim Denmark," kata
Tan. Berkat kejeniusannya, Tan meraih beasiswa kuliah jurusan teknik
mesin di Texas, Amerika Serikat, mulai tahun 1958.
Namun demikian, Tan masih siap jika pemerintah Indonesia sewaktu-waktu
memanggilnya pulang. Di masa Orde Baru, semua warga etnis Tionghoa
diharuskan ganti nama. Pangdam Siliwangi HR Dharsono saat itu, memberi
nama baru pada Tan, yakni Hendra Kertanegara.
"Yang penting tetap ada Tan-nya," ujar Tan. Maka, di Asian Games 1962,
Tan sudah ganti nama. "Yang menarik, Tan merasa sakit hati dengan
banyaknya peraturan pemerintah yang dinilainya tak masuk akal terhadap
warga keturunan, sehingga berkali-kali bilang mau gantung raket. Tapi,
setiap ada panggilan untuk membela negara, dia selalu siap. Jadi, isu
rasisme memang tak bisa dihindari di film ini," ujar Salman Aristo,
penulis skenario film Tan.
"Bahkan, tahun 1964, dia seharusnya bisa dapat titel S2 di Amerika,
karena tinggal empat SKS lagi, tapi dia memilih kembali ke Indonesia.
Ketika itu, Indonesia sedang bergejolak. Jika saat itu sebagian orang
memilih kabur keluar negeri, Pak Tan malah pulang. Pak Tan bilang,
kurang Indonesia apa saya ini," kata Kholid, produser film Tan.
Namun, kata Salman, film ini tetap dibumbui kenakalan dan kelucuan
anak remaja, termasuk kisah asmara Tan. "Sebelum tahun 1956, kita
masih latihan bareng di Bandung. Selesai latihan suka main jelangkung.
Pas Tan tanya ke jelangkung, dia nanti bakal jadi apa, eh
jelangkungnya nulis jadi juara. Bener deh, dia jadi juara terus,"
kenang Tutang.
Kemenangan pertama tim Indonesia di Thomas Cup pun disambut meriah
dengan tabuhan bedug di masjid dan lonceng di gereja dan disiarkan di
radio. "Tim pemenang ini juga diarak dari Jakarta ke Bandung, lewat
Puncak," kata Tutang, karib Tan Joe Hoek di masa muda.

PEMBINAAN BULUTANGKIS TERFOKUS PADA DAERAH

JAKARTA - Pembinaan bulu tangkis Indonesia sementara waktu terfokus di daerah. Mereka saat ini tidak lagi menjalani pemusatan latihan di Cipayung, Jakarta.

Kondisi ini terlihat aneh di saat banyak pihak berkoar tengah meningkatkan prestasi bulu tangkis Tanah Air. Harapan kini tinggal bergantung kepada Pengurus Daerah (Pengda) untuk menjaga konsistensi pemain pelatnas Cipayung sejauh ini.

Lius Pongoh selaku Kabid Pembinaan dan Prestasi PB PBSI mengatakan, pihaknya telah memulangkan pemain ke daerah mereka masing-masing. Pemulangan mereka disebabkan karena periode kepengurusan hampir habis jelang Musyawarah Nasional (Munas) pada 13-15 November 2008.

Selain itu, faktor klasik dana merupakan alasan utama. "Kabar ini bukan barang baru lagi. Mereka sudah tidak lagi di Cipayung hingga kepengurusan baru terbentuk," kata Lius, Jumat (7/11/2008), yang belum tahu kapan pemain akan dipanggil kembali ke Cipayung.

Menurutnya, alasan itu pula yang membuat pihaknya gagal mengirimkan pemain berlaga di Super Series dan Grand Prix yang masih menyisakan beberapa turnamen lagi.

Menurut situs BWF, Indonesia hanya akan diwakili seorang Taufik Hidayat di China Super Series pada 18-23 November 2008. Itu pun atas undangan panitia turnamen tersebut. Di turnamen itu, Taufik sudah langsung bertemu dengan Boonsak Ponsana asal Thailand di babak pertama.

Sementara bagi pemain Indonesia lain yang masih bersikeras akan ikut serta di turnamen lanjutan. Maka, mereka harus rela merogoh kocek sendiri tanpa ada dukungan dari otoritas bulu tangkis Indonesia.

Kondisi itu terjadi bagi Tommy Sugiarto yang membela Indonesia di Selandia Baru Grand Prix pada 11-15 November 2008. "Dia berangkat atas dana sendiri tanpa bantuan siapa pun. Semua bisa ikut serta dengan catatan menggunakan dana sendiri,"ungkapnya.

sumber:http://sports.okezone.com/index.ph p/ReadStory/2008/11/07/40/161839/pembinaan-bulu-tangkis -terfokus-di-daerah

tgl:Jum'at, 7 Nopember 2008 - 20:06 wib

FINAL SUPER SERIES

Sempat tertunda tahun lalu, akhirnya ajang penutup tahun Final Super Series Master akan terealisasi tahun ini.Kota Kinabalu di Negara Bagian Sabah, Malaysia, dipercaya menjadi tuan rumah, 18-21 Desember.

.

Sejak turnament Super Series digelar awal tahun lalu, Badminton World Federation (BWF) berencana untuk menggelar sebuah turnament elite penutup thn. Turnament ini hanya bs diikuti 8 pemain atau pasangan terbaik sepanjang tahun. Slot peserta ditentukan dr poin yg diraih dr 12 turnament super series yg ada. Hadiah yg d tawarkan pun sungguh menggiurkan, total sbnyk 500 ribu dollar AS (sekitar Rp 5 milliar).

Tahun lalu, ajang ini sempat ditunda beberapa kali. Awalnya Malaysia ditunjuk sebagai tuan rumah, tapi batal lantaran jdwlnya berbenturan dgn Hari Raya Idul Adha. Lalu ada rumor turnamen ini akan dibawa ke negara Timur Tengah, tapi akhirnya juga gagal digelar lantaran bermasalah dgn sponsor. Sempat jg terdengar Final Super Series Master 2007 akan digelar di awal 2008. Namun, berita itu menguap ketika semua pemain fokus dgn persiapan Thomas-Uber serta Olimpiade Beijing.

"Kami kecewa thn lalu. Tapi thn ini kami senang mengumumkan turnamen prestisius ini siap digelar di Kinabalu. Tahun ini kami memiliki beberapa partner untuk membuat turnamen ini terealisasi" ujar Sekjen BWF, Stuard Borrie, di Stadion Juara, Bukit Kiara, Kuala Lumpur, Jum'at (31/10). Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM). Yonex Sunrise, dan televisi pemegang hak siar, ISC, adlh sponsor yg d mksd Borrie.

Presiden BWF, Dr. Kang Young-Joong, dlm rilisnya yg dimuat d situs BWF menyebutkan setelah cabang Bulutangkis di Olimpiade Beijing menjadi salah satu olahraga yg sering ditonton, kini saatnya BWF memberikan perhatian lbh buat pemain dgn menggelar turnamen elite berhadiah menggiurkan "Ini bnr2 sebuah kesempatan baik buat para pemain top untuk meraih hadiah besar sprti rekan2 mrk di cbng Tennis. Ini sekaligus jg sebuah tontonan menarik buat semua pihak krn hnya pemain2 TOP yg tampil" ujar lelaki asal KorSel tsbt.

Dengan aturan hnya 8 pemain/pasangan teratas yg berhak tampil dan maksimal hanya 2 wakil dr tiap negara, Indonesia msh meloloskan sejumlah pemain.

Ganda putra Markis Kido/Hendra Setiawan, Tunggal Putra Sony Dwi Kuncoro, Ganda Putri Vita Marissa/Lilyana Natsir, dan ganda Cmpuran Nova Widianto/Lilyana Natsir adlh mrk yg berhak tmpil d Kinabalu.

Sementara itu, Lantaran keterbatasan dana, PBSI berencana tak mengirimkan pemain ke Super Series Terakhir, Hongkong dan Cina. Namun, besarnya hadiah d Kinabalu tentu menyedot perhatian para pemain TOP.

"Kami akan tetap berangkat dgn biaya sendiri kalaupun PBSI tak memberangkatkan Pemain" Tegas Hendra Setiawan.

.

Sumber: Tbloid Bola edisi Jum'at 7 November 2008

EVALUASI PUTRI MASIH SOAL MENTAL

Hasil kurang mengesankan dipetik pebulutangkis putri Indonesia yang turun di dua turnamen Super Series Eropa, Denmark dan Prancis. Di tunggal, tak ada wakil yang bisa menembus semifinal, sedangkan di nomor ganda, pebulutangkis kita gagal di final.

Trio tunggal, Maria Kristin, Adriyanti Firdasari, dan Pia Zebadiah, meraih hasil yang berbeda. Di Denmark SS (21-26 Oktober), kegagalan diawali Pia, yang takluk di babak pertama melawan Judith Meulendijks 15-21, 18-21. Maria menyusul di babak kedua setelah kalah dari Lu Lan (Cina) 19-21, 21-12, 16-21. Di babak perempatfinal, giliran Firda kalah dari Tine Rasmussen (Denmark), 15-21, 18-21.

“Firda sejak babak pertama sebetulnya sudah main bagus. Namun, di poin-poin penting seringkali terlalu tegang sehingga tak bisa main lepas lagi,” ujar Marlev Mainaky, pelatih tunggal putri.

Di Prancis (28 November-2 November), Firda dan Pia sudah terhenti di babak pertama. Pia kalah 15-21, 16-21 dari Eriko Hirose (Jepang), sedangkan Firda takluk dari Lu Lan 21-23, 17-21.

Firda padahal sempat unggul di dua gim. Namun, menurut Marlev, minimnya ketenangan yang dimiliki Firda membuat lawan akhirnya unggul.

Sementara itu, Maria lagi-lagi harus mengakui keunggulan Lu Lan 21-16, 10-21, 19-21. Sejak menang di perebutan perunggu Olimpiade Beijing lalu, Maria tak pernah lagi bisa menang atas Lu Lan di Jepang SS, Denmark SS, Prancis SS. Tiga duel Maria vs Lu Lan selalu berakhir dengan tiga gim dan angka ketat.

“Maria selalu hampir menang. Lebih baik hampir kalah tapi menang daripada hampir menang tapi kalah. Faktor utamanya masih di mental,” jelas Marlev.

Ganda Positif

Hasil berbeda diraih nomor ganda. Tampil dengan formasi yang baru dipasangkan setelah Olimpiade, hasil positif diraih pasukan Cipayung.

Di Denmark, Greysia Polii/ Nithya Krishinda melaju hingga semifinal sebelum kalah dari Eei Hui Chin/ Wong Pei Tty (Malaysia) 19-21, 16-21. Hasil lebih baik diraih Jo Novita/ Rani Mundiasti, yang mencapai final meski akhirnya kalah dari Eei/ Wong 21-23, 12-21. Sebelum Denmark, Jo/Rani juga sempat mencapai final di Taiwan Gold GP, September lalu.

Sayang, di Prancis hasil ini tak terulang. Seluruh pasangan putri, termasuk ganda terbaik Lilyana Natsir/ Vita Marissa, terhenti sebelum semifinal. ''Memang masih perlu banyak perbaikan untuk mencapai hasil yang maksimal. Namun, untuk ganda putri, apalagi pasangan baru, bisa lolos ke final adalah hal positif,'' ujar Aryono Miranat, pelatih ganda putri.

(Sumber: Bolanews.com)

INDONESIA MENATAP PIALA SUDIRMAN 2009


PEKAN lalu di Kantor PB PBSI, Senayan, Jakarta, Sekretaris Jenderal PB PBSI MF Siregar mengatakan, materi tim Indonesia untuk tim Sudirman 2009 seharusnya lebih kuat dibandingkan dengan tim Sudirman 2007.

Tokoh bulu tangkis yang biasa disapa dengan panggilan Opung itu memang tahu benar perkembangan prestasi pemain-pemain pelatnas Cipayung.

Opung menyebut nama Maria Kristin yang bisa diandalkan di tunggal putri, seiring dengan prestasinya yang cukup konsisten sejak menjadi finalis Indonesia Terbuka Super Series.

Tak hanya medali perunggu Olimpiade Beijing yang menjadi patokan, menurut Opung, Maria Kristin kini sudah bisa bersaing dengan pemain-pemain tangguh asal China yang menjadi peta kekuatan dunia untuk sektor tunggal putri.

Melanjutkan penilaian yang diberikan Opung, nomor ganda putra dan campuran juga masih bisa diandalkan untuk selalu menyumbangkan poin dalam kejuaraan yang akan digelar di Guangzhou, China, Mei tahun 2009 itu.

Di ganda putra tentu saja ada juara dunia dan olimpiade, Markis Kido/Hendra Setiawan.

Adapun di nomor ganda campuran, Nova Widianto/Liliyana Natsir masih bisa diandalkan, selain pasangan baru Muhammad Rijal/Vita Marissa yang membuat kejutan dengan menjuarai Jepang Terbuka Super Series pada penampilan perdana mereka.

Ada Sony

Pada sektor tunggal putra modal tim Indonesia ada di tangan Sony Dwi Kuncoro yang tengah on fire setelah tersingkir di perempat final Olimpiade Beijing.

Sony sudah bisa mempraktikkan taktik tidak terpancing tipe permainan lawan, termasuk melawan pemain-pemain China di negeri mereka sendiri.

Bao Chunlai dan Chen Jin dikalahkan Sony dengan tidak mengikuti pola permainan cepat lawan untuk meraih gelar China Terbuka, setelah pekan sebelumnya menjuarai Jepang Terbuka.

Dari lima nomor, ganda putri mungkin menjadi yang terlemah bagi Indonesia saat ini. Vita/Liliyana yang saat ini berperingkat ketujuh dunia memang bisa diandalkan.

Namun, salah satu dari mereka pasti harus bermain rangkap jika harus bermain di nomor ganda campuran.

Melihat kekuatan pemain-pemain Indonesia saat ini, partai final rasanya masih bisa dicapai. Tetapi, apakah penampilan yang mereka capai saat ini bisa dipertahankan hingga Mei 2009?

Seusai menjuarai China Super Series, melalui layanan pesan singkat (SMS) Sony bertekad ingin menjadi juara pada turnamen lain dengan level yang lebih besar.

”Biasa saja rasanya. Jadi, juara ini buat saya untuk lebih mematangkan mental lagi buat jadi juara dunia dan lain-lain,” komentar Sony.

Dengan pernyataannya tersebut, hal positif dari Sony setidaknya sudah terlihat. Pemain asal Surabaya ini sudah memiliki tekad untuk tampil lebih baik karena bersaing pada turnamen lebih besar tentu harus bisa bermain dengan lebih baik pula.

Cadangan

Tak hanya mempertahankan atau meningkatkan penampilan, bertanding dalam kejuaraan sebesar Piala Sudirman memerlukan materi pemain cadangan yang kekuatannya berimbang dengan pemain utama.

Hal ini diperlukan tidak hanya untuk jaga-jaga ada pemain yang cedera, tetapi bisa dibutuhkan untuk strategi terkait formasi variasi.

Di tunggal putra, Simon Santoso menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan Taufik Hidayat untuk mendampingi Sony.

Meski pengalaman Taufik lebih banyak dalam berbagai kejuaraan beregu namun, faktor usia tak bisa dimungkiri bakalmemengaruhi penampilan. Tahun 2009 Taufik akan memasuki usia 28 tahun.

Selain itu, mempersiapkan Simon untuk menjadi anggota tim Sudirman bisa berdampak untuk jangka panjang agar pemain asal klub Tangkas Alfamart Jakarta ini semakin matang untuk bisa tampil di Olimpiade 2012.

Memilih pemain muda sebagai pelapis juga bisa dilakukan di tunggal putri. Di nomor ini ada Pia Zebadiah yang sudah punya pengalaman menjadi anggota tim Uber 2008.

Mantan pemain Susy Susanti yang saat kejuaraan Piala Uber menjadi Manajer Tim Indonesia pernah mengatakan, mental Pia cukup tangguh untuk mengemban tugas berat dalam kejuaraan beregu. Hal ini pernah ditunjukkan adik dari Kido tersebut saat menjadi penentu lolosnya Indonesia ke final.

Pilihan untuk ganda putra sebenarnya lebih banyak. Selain Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama Dasuki yang Agustus lalu kembali berlatih di pelatnas Cipayung, ada pula Joko Riyadi/Hendra Aprida Gunawan dan pasangan muda Muhammad Ahsan/Bona Septano yang baru-baru ini membuat kejutan dengan menjadi finalis Jepang Terbuka.

Tugas pelatih sekarang adalah menyiapkan mereka untuk tampil di kejuaraan beregu yang atmosfernya berbeda dengan turnamen individu.

Apalagi, mendapat satu angka dari ganda putra dari setiap lawan lebih sulit dibandingkan dengan nomor lain. Persaingannya merata di antara beberapa negara, seperti Korea Selatan yang punya Jung Jae-sung/Lee Yong-dae dan Lee Jae-jin/Hwang Ji-man.

Malaysia juga memiliki dua pasangan yang sama tangguhnya, yaitu Koo Kien Keat/Tan Boon Heong dan M Fairuzizuan/M Zakry. Selain itu, ada China, Denmark, dan Jepang yang juga sama-sama akan berusaha mendapat angka dari ganda putra.

Mematangkan pemain untuk tampil dalam sebuah tim juga harus dilakukan sektor ganda putri. Apalagi, nomor ini baru saja melahirkan ganda-ganda baru yang belum begitu teruji dalam kejuaraan internasional.

Prestasi terbaik Greysia Polii/Nitya Krishinda, yang sangat diharapkan bisa menjadi pelapis Vita/Liliyana, barulah mencapai babak perempat final di Jepang Terbuka.

Meski perubahan pasangan di ganda putri dilakukan untuk tujuan jangka panjang, akan lebih baik jika nomor ini juga menyumbangkan angka di tim Sudirman nanti.

Kejuaraan Piala Sudirman 2009 di Guangzhou, China, memang baru berlangsung Mei. Namun, mempersiapkan tim yang solid untuk menjadi juara dalam waktu delapan bulan bukan hal yang mudah.