Sabtu, 13 Desember 2008 | 20:13 WIB
JAKARTA, SABTU - Ketua Umum PB PBSI, Djoko Santoso, mengakui bahwa di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia, masalah penggalangan dana untuk PBSI akan sangat berat. Namun, dia akan berusaha untuk mengatasinya.
"Masalah dana cukup berat, tetapi itu jadi tanggung jawab saya sebagai Ketua Umum bagaimana caranya mencari uang," ujar Djoko usai pengumuman pengurus PB PBSI periode 2008-1012 di kediaman resmi Panglima TNI di Taman Suropati, Jakarta, Jumat (12/12).
"Kami bertekad pemain hanya memfokuskan diri untuk berlatih dan memenangi pertandingan. Saya punya pandangan bahwa atlet adalah pejuang seperti tentara," ujar Djoko yang menganggap olahraga sangat baik untuk menumbuhkan nasionalisme.
Karena tidak ada pendanaan dari pemerintah, Djoko akan mengandalkan gotong-royong dan solidaritas untuk menggalang dana. Dia menyebutkan, dana abadi PBSI dan kontrak dengan sponsor akan membiayai atlet dan sebagian kegiatan PBSI dan Pengda.
"Tetapi itu mungkin hanya 20 persen, yang 80 persennya kita cari donatur," katanya.
Soal pengurus, Djoko berharap kepengurusan yang dibentuk bersama empat anggota formatur antara lain Yacob Rusdianto, M Anwari, dan Alexander Daud, mampu menciptakan kebersamaan untuk meraih prestasi bulutangkis Indonesia di masa datang.
- Susunan pengurus PB PBSI periode 2008-2012:
Ketua Umum: Djoko Santoso
Wakil Ketua Umum I: Sabar Yudo Suroso
Wakil Ketua Umum II: I Made Oka
Sekjen: Yacob Rusdianto
Bendahara I: Djenjen Djauhari
Bendahara II: Johannes IW
Bendahara III: Serian Wijatno
Ka Humas: Ricardo Siagian
Staf Khusus/Ahli:
1. MF Siregar
2. Yan Haryadi
3. Suwandi
4. G Sulistiyanto
5. Jeferson SM Rumayar
6. Syafrizal Ucok
Kabid Logistik: Fuad Basya
Kabid Organisasi dan Daerah: Kusdarto
Kabid Binpres: Lius Pongoh
Kabid Litbang: Prof DR Hari Setiono
Kabid Dana dan Usaha: Trihatma K Haliman
Kabid Turnamen dan Perwasitan: Mimi Irawan
Kabid Luar Negeri: Juniarto Suhandinata
24 Desember 2008
PBSI Fokus ke BinPres
[JAKARTA] Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia ( PB PBSI) belum melakukan evaluasi kegagalan tim bulutangkis Indonesia meraih gelar dalam World Super Series Masters Final 2008 yang berlangsung di Kota Kinabalu, Malaysia 18-21 Desember 2008. Saat ini, pengurus sedang fokus pada pembinaan dan prestasi (Binpres) atlet.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PBSI, Yacob Rusdianto, ketika dihubungi SP semalam mengatakan, sejauh ini belum ada rencana evaluasi yang dilakukan oleh PB PBSI. "Pengurus sedang fokus pada Binpres," ujarnya.
Menurutnya, kepengurusan PB PBSI yang sekarang sangat fokus pada Binpres. Sebab tahun depan pasti akan lebih berat, dan bulutangkis menjadi jaminan prestasi olahraga di Tanah Air.
Lebih lanjut, mantan Kepala Bidanga Organisasi dan Pembinaan Daerah pada kepengurusan lalu itu mengemukakan, minggu ini kemungkinan akan ada pemanggilan atlet yang akan dima- sukkan ke Pelatnas, baik untuk senior maupun yunior.
"Pengurus sedang bekerja keras mempersiapkan pemain dan pelatih," katanya.
Disinggung mengenai tradisi tidak pernah meraih gelar tim bulutangkis Indonesia dalam turnamen World Super Series Masters Final, dia mengaku bahwa pemain dan pelatih sudah memberikan yang terbaik, namun tidak didukung oleh faktor keberuntungan.
"Memang, di Olimpiade kita selalu mendapatkan emas, tapi di turnamen ini kita selalu ga-gal. Walaupun sudah unggul dan yakin meraih kemenangan, pada akhir pertandingan hal tersebut gagal diraih," tambahnya.
Dalam World Super Series Masters Final 2008, para pebulutangkis Indonesia sama sekali gagal meraih gelar juara. Bahkan, wakil-wakil Indonesia sudah ada yang tumbang di babak semifinal, seperti juara Olimpiade, Markis Kido/Hendra Setiawan yang disingkirkan ganda Korea Selatan, Jung Jae Sung/ Lee Yong Dae. Di tunggal putra, Sony Dwi Kuncoro dan Taufik Hidayat dikandaskan di semifinal oleh Peter Hoeg Gade (Denmark) dan Datuk Lee Chong Wei (Malasyia). [ISW/B-8]
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PB PBSI, Yacob Rusdianto, ketika dihubungi SP semalam mengatakan, sejauh ini belum ada rencana evaluasi yang dilakukan oleh PB PBSI. "Pengurus sedang fokus pada Binpres," ujarnya.
Menurutnya, kepengurusan PB PBSI yang sekarang sangat fokus pada Binpres. Sebab tahun depan pasti akan lebih berat, dan bulutangkis menjadi jaminan prestasi olahraga di Tanah Air.
Lebih lanjut, mantan Kepala Bidanga Organisasi dan Pembinaan Daerah pada kepengurusan lalu itu mengemukakan, minggu ini kemungkinan akan ada pemanggilan atlet yang akan dima- sukkan ke Pelatnas, baik untuk senior maupun yunior.
"Pengurus sedang bekerja keras mempersiapkan pemain dan pelatih," katanya.
Disinggung mengenai tradisi tidak pernah meraih gelar tim bulutangkis Indonesia dalam turnamen World Super Series Masters Final, dia mengaku bahwa pemain dan pelatih sudah memberikan yang terbaik, namun tidak didukung oleh faktor keberuntungan.
"Memang, di Olimpiade kita selalu mendapatkan emas, tapi di turnamen ini kita selalu ga-gal. Walaupun sudah unggul dan yakin meraih kemenangan, pada akhir pertandingan hal tersebut gagal diraih," tambahnya.
Dalam World Super Series Masters Final 2008, para pebulutangkis Indonesia sama sekali gagal meraih gelar juara. Bahkan, wakil-wakil Indonesia sudah ada yang tumbang di babak semifinal, seperti juara Olimpiade, Markis Kido/Hendra Setiawan yang disingkirkan ganda Korea Selatan, Jung Jae Sung/ Lee Yong Dae. Di tunggal putra, Sony Dwi Kuncoro dan Taufik Hidayat dikandaskan di semifinal oleh Peter Hoeg Gade (Denmark) dan Datuk Lee Chong Wei (Malasyia). [ISW/B-8]
Sekitar 750 Atlit Akan Dipanggil Ke Pelatnas
JAKARTA(SINDO) – KON/KOI berencana memanggil sekitar 750 atlet yang akan dipersiapkan menghadapi enam even internasional pada 2009, termasuk SEA Games Laos.
Keputusan tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum KON/KOI Hendardji Supandji setelah mengadakan koordinasi dengan pengurus cabang olahraga di Gedung KONI, Senayan, Selasa (23/12).
”Pada tahap awal, ada 200% atlet yang akan paggil yakni sekitar 750 orang atlet. Kemudian atlet tersebut akan disaring menjadi tim inti dengan jumlah sekitar 350 atlet saja,” ucap Hendardji. Mengenai pemanggilan atlet, Hendardji mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada induk organisasi bersangkutan. Begitu juga dengan pelatihnya.
”Kami hanya memberi persyaratannya saja, yakni peringkat pertama dan kedua di Kejurnas terakhir. Bila tidak ada kejurnas maka hasil PON 2008 di Kaltim menjadi patokan,” tambah Hendardji.
”Bila pemenangnya berusia diatas 25 tahun maka peringkat ketiganya yang kami rekrut, tapi usianya harus di bawah 25 tahun,” sambungnya. Perihal bakal terjadinya bentrok dengan program PAL yang digagas Kemenegpora, Hendardji enggan memberi komentar sedikitpun.
”Saya hanya bicara soal pelatnas saja. Kriterianya pun sudah jelas. Jadi tinggal terserah PB untuk mengirim atletnya,” kata mantan Danpuspom ini. Soal kapan dimulainya pelatnas, Hendardji sudah menetapkan waktunya, yaitu awal Februari 2009.
”Januari akan menjadi bulan yang padat untuk konsultasi kita dengan cabang-cabang olahraga. Lalu awal Februari akan dilkasanakan pelatnas untuk enam even internasional dengan puncaknya adalah SEA Games Laos,” paparnya.
Ketika ditanya soal pendanaan pelatnas, Hendardji menjelaskan Ketua Umum KON/KOI Rita Subowo sudah berkoordinasi dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Namun belum diketahui berapa dana yang akan digelontorkan. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Keputusan tersebut dikemukakan Wakil Ketua Umum KON/KOI Hendardji Supandji setelah mengadakan koordinasi dengan pengurus cabang olahraga di Gedung KONI, Senayan, Selasa (23/12).
”Pada tahap awal, ada 200% atlet yang akan paggil yakni sekitar 750 orang atlet. Kemudian atlet tersebut akan disaring menjadi tim inti dengan jumlah sekitar 350 atlet saja,” ucap Hendardji. Mengenai pemanggilan atlet, Hendardji mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada induk organisasi bersangkutan. Begitu juga dengan pelatihnya.
”Kami hanya memberi persyaratannya saja, yakni peringkat pertama dan kedua di Kejurnas terakhir. Bila tidak ada kejurnas maka hasil PON 2008 di Kaltim menjadi patokan,” tambah Hendardji.
”Bila pemenangnya berusia diatas 25 tahun maka peringkat ketiganya yang kami rekrut, tapi usianya harus di bawah 25 tahun,” sambungnya. Perihal bakal terjadinya bentrok dengan program PAL yang digagas Kemenegpora, Hendardji enggan memberi komentar sedikitpun.
”Saya hanya bicara soal pelatnas saja. Kriterianya pun sudah jelas. Jadi tinggal terserah PB untuk mengirim atletnya,” kata mantan Danpuspom ini. Soal kapan dimulainya pelatnas, Hendardji sudah menetapkan waktunya, yaitu awal Februari 2009.
”Januari akan menjadi bulan yang padat untuk konsultasi kita dengan cabang-cabang olahraga. Lalu awal Februari akan dilkasanakan pelatnas untuk enam even internasional dengan puncaknya adalah SEA Games Laos,” paparnya.
Ketika ditanya soal pendanaan pelatnas, Hendardji menjelaskan Ketua Umum KON/KOI Rita Subowo sudah berkoordinasi dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie. Namun belum diketahui berapa dana yang akan digelontorkan. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Pelatnas Bulutangkis Digeber
JAKARTA (SINDO) – Minimnya persiapan menghadapi Super Series Masters 2008, Sabah, Malaysia, pekan lalu, memaksa Taufik Hidayat dkk pulang tanpa hasil.
Itu sebabnya, pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) akan menggeber persiapan menghadapi dua super series awal di Malaysia dan Korea Selatan (Korsel) tahun depan guna mendapatkan hasil maksimal. Kasubbid Pelatnas Cipayung Christian Hadinata menjelaskan, kegagalan tim Merah Putih membawa pulang satupun gelar dari negeri jiran bukan lantaran kalah kualitas, melainkan kurangnya persiapan atlet menghadapi event tersebut.
Secara kualitas, atlet Indonesia sebenarnya jauh lebih mumpuni bertarung di turnamen tersebut. Sebut saja pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan di ganda putra dan Nova Widianto/Lilyana Natsir di ganda campuran. Mereka merupakan pasangan terbaik dunia saat ini. Christian berharap pemain yang akan berangkat ke Malaysia dan Korsel mulai Januari 2009 menyiapkan diri lebih matang lagi.
”Sebenarnya sudah tidak ada waktu lagi, tapi kami tetap memberlakukan libur Natal. Kami berharap mereka akan kembali berlatih pada 26 Desember ini guna mendapatkan persiapan yang lebih baik,” ujarnya.
Mantan pebulutangkis nasional ini optimistis Indonesia akan kembali meraih gelar di dua turnamen itu jika persiapan dilakukan dengan baik. Pihaknya berharap nomor ganda putra dan campuran akan menjadi lumbung gelar, termasuk tunggal putra dan ganda putri yang menunjukkan prestasi meningkat.
Sementara tunggal putri, dia berharap MariaKristin Yulianti dkk dapat memberikan hasil optimal. ”Kualitas Maria sebenarnya tidak kalah dengan tunggal putri negara lain. Hanya, Maria terlambat memperbaiki peringkat sebagai syarat masuk ke level Masters di Malaysia,” cetus Christian.
Sayang, meski telah melakukan penilaian, PB PBSI belum melakukan evaluasi seusai Taufik Hidayat dkk berlaga di Malaysia. Pihaknya kemungkinan akan membahas hal itu saat pemain berkumpul sambil persiapan jelang dua super series berikutnya.
”Kami pasti akan melakukan itu. Mereka pasti membutuhkan strategi sebagai persiapan di turnamen tersebut,” ungkapnya. Lilyana mengaku persiapannya terbilang minim mengikuti turnamen tersebut.
Karena itu, staminanya terkuras habis saat tampil di dua nomor sekaligus saat di final Super Series Masters. ”Saya ingin persiapan lebih baik lagi, terutama memperbaiki stamina yang dinilai masih kurang,” kata pemain yang akrab disapa Butet tersebut. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Itu sebabnya, pengurus Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) akan menggeber persiapan menghadapi dua super series awal di Malaysia dan Korea Selatan (Korsel) tahun depan guna mendapatkan hasil maksimal. Kasubbid Pelatnas Cipayung Christian Hadinata menjelaskan, kegagalan tim Merah Putih membawa pulang satupun gelar dari negeri jiran bukan lantaran kalah kualitas, melainkan kurangnya persiapan atlet menghadapi event tersebut.
Secara kualitas, atlet Indonesia sebenarnya jauh lebih mumpuni bertarung di turnamen tersebut. Sebut saja pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan di ganda putra dan Nova Widianto/Lilyana Natsir di ganda campuran. Mereka merupakan pasangan terbaik dunia saat ini. Christian berharap pemain yang akan berangkat ke Malaysia dan Korsel mulai Januari 2009 menyiapkan diri lebih matang lagi.
”Sebenarnya sudah tidak ada waktu lagi, tapi kami tetap memberlakukan libur Natal. Kami berharap mereka akan kembali berlatih pada 26 Desember ini guna mendapatkan persiapan yang lebih baik,” ujarnya.
Mantan pebulutangkis nasional ini optimistis Indonesia akan kembali meraih gelar di dua turnamen itu jika persiapan dilakukan dengan baik. Pihaknya berharap nomor ganda putra dan campuran akan menjadi lumbung gelar, termasuk tunggal putra dan ganda putri yang menunjukkan prestasi meningkat.
Sementara tunggal putri, dia berharap MariaKristin Yulianti dkk dapat memberikan hasil optimal. ”Kualitas Maria sebenarnya tidak kalah dengan tunggal putri negara lain. Hanya, Maria terlambat memperbaiki peringkat sebagai syarat masuk ke level Masters di Malaysia,” cetus Christian.
Sayang, meski telah melakukan penilaian, PB PBSI belum melakukan evaluasi seusai Taufik Hidayat dkk berlaga di Malaysia. Pihaknya kemungkinan akan membahas hal itu saat pemain berkumpul sambil persiapan jelang dua super series berikutnya.
”Kami pasti akan melakukan itu. Mereka pasti membutuhkan strategi sebagai persiapan di turnamen tersebut,” ungkapnya. Lilyana mengaku persiapannya terbilang minim mengikuti turnamen tersebut.
Karena itu, staminanya terkuras habis saat tampil di dua nomor sekaligus saat di final Super Series Masters. ”Saya ingin persiapan lebih baik lagi, terutama memperbaiki stamina yang dinilai masih kurang,” kata pemain yang akrab disapa Butet tersebut. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
16 Desember 2008
Pekan Olah Raga Mahasiswa ADEAN XIV,Ina meneng WO
Tim bulutangkis putra Indonesia menang mudah 4-1 atas Thailand pada babak penyisihan Pekan Olah Raga Mahasiswa ASEAN XIV, di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (14/12). Kemenangan itu diperoleh hampir tanpa keringat karena empat partai dimenangi Indonesia dengan walk over (WO) atau tanpa bertanding.
Kemenangan juga diraih tim bulutangkis putri Indonesia 5-0 atas regu Thailand. Tim bulutangkis putri Thailand yang seharusnya beranggotakan tujuh orang, hanya menyertakan enam orang, sehingga dinyatakan kalah WO.
Pada cabang bola voli putri, tim Indonesia menang 3-1 atas tuan rumah Malaysia. Pada set pertama Indonesia menang tipis 27-25, sedangkan pada set kedua Indonesia kalah 25-27. Set ketiga dan keempat Indonesia unggul 25-16 dan 25-15. Pada cabang bola basket, tim putra Indonesia menang WO atas Filipina. Sementara, tim putra Thailand menang tipis 72-71 atas tuan rumah Malaysia. [A-11]
(Sumber: Suarapembaruan.com)
Kemenangan juga diraih tim bulutangkis putri Indonesia 5-0 atas regu Thailand. Tim bulutangkis putri Thailand yang seharusnya beranggotakan tujuh orang, hanya menyertakan enam orang, sehingga dinyatakan kalah WO.
Pada cabang bola voli putri, tim Indonesia menang 3-1 atas tuan rumah Malaysia. Pada set pertama Indonesia menang tipis 27-25, sedangkan pada set kedua Indonesia kalah 25-27. Set ketiga dan keempat Indonesia unggul 25-16 dan 25-15. Pada cabang bola basket, tim putra Indonesia menang WO atas Filipina. Sementara, tim putra Thailand menang tipis 72-71 atas tuan rumah Malaysia. [A-11]
(Sumber: Suarapembaruan.com)
Retno Kustijah,Pengosongan Pelatnas Berdampak Besar Bagi Atlit
Memang ironis melihat bulutangkis, satu-satunya cabang olahraga yang selalu menyumbangkan medali emas Olimpiade. Nasibnya tidak serta-merta langsung beruntung. Lihat saja pada akhir tahun ini. Masa demisioner kepengurusan PBSI karena sedang terbentuk kepengurusan baru ternyata berbuntut fatal.
Pelatnas Cipayung kosong karena para pemain dipulangkan dan persiapan para pebulutangkis nasional ke beberapa event di akhir tahun juga tidak maksimal.
Bahkan, gara-gara tidak ada yang mengurus administrasi pemain, pendaftaran atlet ke berbagai turnamen di awal 2009 juga terhambat. Apa yang seharusnya dilakukan PBSI sebagai pengelola cabang olahraga ini? Siapa lagi yang diharapkan bisa mengatasi masalah ini?
Berikut tanggapan Retno Kustiyah, pelatih klub Jayaraya, yang juga mantan Ketua Tim Keabsahan PBSI, kepada calon wartawan Aprelia Soewarno.
“Atlet memang dipulangkan ke klub dan daerah masing-masing. Mungkin ini karena masalah dana, seperti yang kita ketahui bahwa sekarang sedang terjadi krisis finansial.
Tapi, saya sendiri tidak mengetahui kebijakan ini. Meskipun begitu, biasanya dalam status kepengurusan yang sedang dalam masa demisioner, atlet tetap dipertahankan. Jika sampai dipulangkan pun, mereka tetap diberi persiapan untuk jadwal selanjutnya.
Bagaimanapun tahun depan jadwal kejuaraan sudah ada. Jadi segalanya harus dipersiapkan sejak sekarang.
Seharusnya memang ini tak berhenti di sini karena pembinaan sepatutnya berkesinambungan meskipun kepengurusan sedang dalam masa demisioner.
Kondisi para pebulutangkis kita yang kini sedang berlatih di klub dan daerah masing-masing memang agak merepotkan mereka. Suasana di pelatnas dan klub tentu saja berbeda.
Ketersediaan lapangan yang cukup banyak, sparring partner dalam latihan, serta segala sarana yang dibutuhkan pebulutangkis kita memang hanya ada di pelatnas.
Memang tidak semua klub mengalami kesulitan dalam menyediakan hal ini. Salah satunya PB Djarum. Tapi, hal itu berbeda untuk sebagian besar klub yang lain.
Jika semua sarana dan prasarana yang diperlukan atlet tak dipenuhi, ada kemungkinan besar penurunan prestasi dapat terjadi.
Belum lagi jika atletnya terlalu lama tak berlatih dengan baik, maka otomatis akan memengaruhi kualitas permainan mereka.
Begitu juga faktor pelatih. Semua yang ada di pelatnas belum tentu ada di klub masing-masing. Hal ini juga memengaruhi penampilan mereka di ajang yang berlangsung pada akhir tahun ini.
Dapat dibayangkan jika persiapan mereka tak maksimal untuk menghadapi kejuaraan pada pengujung 2008 ini, hasilnya pasti juga kurang maksimal.
Prestasi yang bagus pasti juga perlu didukung persiapan yang baik. Tidak hanya itu, keberadaan seorang pelatih untuk mendampingi ketika para pebulutangkis sedang bertanding memang sangat diperlukan.
Memang sebaiknya pemain ditemani pelatih. Selain dapat menimbulkan rasa nyaman, kehadiran pelatih juga dapat menambah motivasi dan pemain bisa merasa didukung secara langsung.
Namun, karena keterbatasan dana ada kemungkinan pelatih tak akan menemani para pebulutangkis kita pada kejuaraan terakhir tahun ini.
Tapi, inilah pasang-surut yang kini dialami dunia perbulutangkisan kita. Mudah-mudahan kondisi ini tak berlangsung lebih lama karena para atletlah yang paling besar merasakan dampaknya.
Mudah-mudahan setelah kepengurusan yang baru sudah terbentuk masalah ini dapat ditanggulangi dan hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi pengurus selanjutnya dalam mengambil kebijakan.
Pelangi Setelah Badai
Kondisi ini janganlah langsung dianggap sebagai sesuatu yang patut untuk dihakimi ataupun dijadikan ajang untuk mengeluh.
Tapi, cobalah untuk melihat bahwa kondisi tersebut ada untuk membuat mental kita menjadi semakin kuat.
Kalau memang kondisi memprihatinkan ini telah terjadi, janganlah langsung down dan kecewa, tapi cobalah untuk menghadapi dan mengatasi.
Saya berharap kondisi ini dapat menjadi motivasi bagi para pemain dan pengurus untuk menciptakan prestasi dan pembinaan yang lebih baik.
Setelah setiap masalah usai pasti selalu ada sesuatu yang lebih baik setelahnya. Keadaan sekarang ini sesuai dengan peribahasa 'berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian'.
Mungkin saja dengan adanya masalah ini, prestasi kita akan semakin baik pada tahun-tahun berikutnya.
Untuk kepengurusan selanjutnya, saya juga berharap para pebulutangkis berprestasi diutamakan. Ada baiknya jika mereka didahulukan untuk mengikuti super series.
Mereka inilah salah satu aset bangsa, belum lagi bulutangkis merupakan salah satu cabang yang selalu menyumbangkan emas bagi Indonesia di Olimpiade.
Jadi mudah-mudahan dengan berbagai tantangan ini dan dengan adanya kepengurusan baru untuk empat tahun ke depan, Indonesia Raya tetap dapat dikumandangkan dalam Olimpiade 2012.”
(Sumber: Bolanews.com)
Pelatnas Cipayung kosong karena para pemain dipulangkan dan persiapan para pebulutangkis nasional ke beberapa event di akhir tahun juga tidak maksimal.
Bahkan, gara-gara tidak ada yang mengurus administrasi pemain, pendaftaran atlet ke berbagai turnamen di awal 2009 juga terhambat. Apa yang seharusnya dilakukan PBSI sebagai pengelola cabang olahraga ini? Siapa lagi yang diharapkan bisa mengatasi masalah ini?
Berikut tanggapan Retno Kustiyah, pelatih klub Jayaraya, yang juga mantan Ketua Tim Keabsahan PBSI, kepada calon wartawan Aprelia Soewarno.
“Atlet memang dipulangkan ke klub dan daerah masing-masing. Mungkin ini karena masalah dana, seperti yang kita ketahui bahwa sekarang sedang terjadi krisis finansial.
Tapi, saya sendiri tidak mengetahui kebijakan ini. Meskipun begitu, biasanya dalam status kepengurusan yang sedang dalam masa demisioner, atlet tetap dipertahankan. Jika sampai dipulangkan pun, mereka tetap diberi persiapan untuk jadwal selanjutnya.
Bagaimanapun tahun depan jadwal kejuaraan sudah ada. Jadi segalanya harus dipersiapkan sejak sekarang.
Seharusnya memang ini tak berhenti di sini karena pembinaan sepatutnya berkesinambungan meskipun kepengurusan sedang dalam masa demisioner.
Kondisi para pebulutangkis kita yang kini sedang berlatih di klub dan daerah masing-masing memang agak merepotkan mereka. Suasana di pelatnas dan klub tentu saja berbeda.
Ketersediaan lapangan yang cukup banyak, sparring partner dalam latihan, serta segala sarana yang dibutuhkan pebulutangkis kita memang hanya ada di pelatnas.
Memang tidak semua klub mengalami kesulitan dalam menyediakan hal ini. Salah satunya PB Djarum. Tapi, hal itu berbeda untuk sebagian besar klub yang lain.
Jika semua sarana dan prasarana yang diperlukan atlet tak dipenuhi, ada kemungkinan besar penurunan prestasi dapat terjadi.
Belum lagi jika atletnya terlalu lama tak berlatih dengan baik, maka otomatis akan memengaruhi kualitas permainan mereka.
Begitu juga faktor pelatih. Semua yang ada di pelatnas belum tentu ada di klub masing-masing. Hal ini juga memengaruhi penampilan mereka di ajang yang berlangsung pada akhir tahun ini.
Dapat dibayangkan jika persiapan mereka tak maksimal untuk menghadapi kejuaraan pada pengujung 2008 ini, hasilnya pasti juga kurang maksimal.
Prestasi yang bagus pasti juga perlu didukung persiapan yang baik. Tidak hanya itu, keberadaan seorang pelatih untuk mendampingi ketika para pebulutangkis sedang bertanding memang sangat diperlukan.
Memang sebaiknya pemain ditemani pelatih. Selain dapat menimbulkan rasa nyaman, kehadiran pelatih juga dapat menambah motivasi dan pemain bisa merasa didukung secara langsung.
Namun, karena keterbatasan dana ada kemungkinan pelatih tak akan menemani para pebulutangkis kita pada kejuaraan terakhir tahun ini.
Tapi, inilah pasang-surut yang kini dialami dunia perbulutangkisan kita. Mudah-mudahan kondisi ini tak berlangsung lebih lama karena para atletlah yang paling besar merasakan dampaknya.
Mudah-mudahan setelah kepengurusan yang baru sudah terbentuk masalah ini dapat ditanggulangi dan hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi pengurus selanjutnya dalam mengambil kebijakan.
Pelangi Setelah Badai
Kondisi ini janganlah langsung dianggap sebagai sesuatu yang patut untuk dihakimi ataupun dijadikan ajang untuk mengeluh.
Tapi, cobalah untuk melihat bahwa kondisi tersebut ada untuk membuat mental kita menjadi semakin kuat.
Kalau memang kondisi memprihatinkan ini telah terjadi, janganlah langsung down dan kecewa, tapi cobalah untuk menghadapi dan mengatasi.
Saya berharap kondisi ini dapat menjadi motivasi bagi para pemain dan pengurus untuk menciptakan prestasi dan pembinaan yang lebih baik.
Setelah setiap masalah usai pasti selalu ada sesuatu yang lebih baik setelahnya. Keadaan sekarang ini sesuai dengan peribahasa 'berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian'.
Mungkin saja dengan adanya masalah ini, prestasi kita akan semakin baik pada tahun-tahun berikutnya.
Untuk kepengurusan selanjutnya, saya juga berharap para pebulutangkis berprestasi diutamakan. Ada baiknya jika mereka didahulukan untuk mengikuti super series.
Mereka inilah salah satu aset bangsa, belum lagi bulutangkis merupakan salah satu cabang yang selalu menyumbangkan emas bagi Indonesia di Olimpiade.
Jadi mudah-mudahan dengan berbagai tantangan ini dan dengan adanya kepengurusan baru untuk empat tahun ke depan, Indonesia Raya tetap dapat dikumandangkan dalam Olimpiade 2012.”
(Sumber: Bolanews.com)
Koni Peringatkan Menegpora
JAKARTA (SINDO) – KONI/ KOI mulai bereaksi keras terhadap campur tangan pemerintah soal pelatnas. Bahkan, induk organisasi tertinggi olahraga Tanah Air itu mulai memberikan peringatan.
Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo menilai langkah Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) membentuk Program Atlet Andalan (PAL) sudah terlalu jauh. Pihaknya tak ingin kebijakan pemerintah itu akan memancing reaksi Komite Olimpiade Internasional (IOC) guna memberikan sanksi bagi Indonesia.
Menurut Rita, keputusan pembentukan hingga pengiriman atlet ke ajang multievent sepenuhnya menjadi kewenangan National Olympic Committee (NOC) Indonesia. Tapi, jika itu tidak diindahkan, pihaknya memiliki tiga rencana sebagai bentuk peringatan terhadap Kemenegpora. Pertama, KONI/KOI tidak bertanggung jawab terhadap PAL. Kedua, pihaknya akan menarik anggota KONI/KOI di PAL.
Terakhir, menegakkan undang-undang dan tidak adanya intervensi dari pemerintah lagi. ”Jangan main-main deh. Takutnya, Indonesia mendapat sanksi dari Olympic Council of Asia (OCA) dan IOC.Sebab, mereka telah memberikan peringatan soal intervensi pemerintah yang terlalu jauh ini,” kata Rita. Rita sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan PAL.
Pihaknya hanya ingin hak pembentukan dan pengiriman atlet dikembalikan kepada KONI/KOI. Dia juga berharap pemerintah akan mengalokasikan dana ketika pihaknya menggelar pelatnas, Januari mendatang. Sebab, hingga kini KONI/KOI belum sepeser pun menerima dana untuk membentuk pelatnas SEA Games 2009 Laos. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo menilai langkah Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga (Kemenegpora) membentuk Program Atlet Andalan (PAL) sudah terlalu jauh. Pihaknya tak ingin kebijakan pemerintah itu akan memancing reaksi Komite Olimpiade Internasional (IOC) guna memberikan sanksi bagi Indonesia.
Menurut Rita, keputusan pembentukan hingga pengiriman atlet ke ajang multievent sepenuhnya menjadi kewenangan National Olympic Committee (NOC) Indonesia. Tapi, jika itu tidak diindahkan, pihaknya memiliki tiga rencana sebagai bentuk peringatan terhadap Kemenegpora. Pertama, KONI/KOI tidak bertanggung jawab terhadap PAL. Kedua, pihaknya akan menarik anggota KONI/KOI di PAL.
Terakhir, menegakkan undang-undang dan tidak adanya intervensi dari pemerintah lagi. ”Jangan main-main deh. Takutnya, Indonesia mendapat sanksi dari Olympic Council of Asia (OCA) dan IOC.Sebab, mereka telah memberikan peringatan soal intervensi pemerintah yang terlalu jauh ini,” kata Rita. Rita sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan PAL.
Pihaknya hanya ingin hak pembentukan dan pengiriman atlet dikembalikan kepada KONI/KOI. Dia juga berharap pemerintah akan mengalokasikan dana ketika pihaknya menggelar pelatnas, Januari mendatang. Sebab, hingga kini KONI/KOI belum sepeser pun menerima dana untuk membentuk pelatnas SEA Games 2009 Laos. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Hadiah Ganda Meningkat
KINABALU (SINDO) – Sejarah baru terukir jelang Super Series Masters 2008. Dari hasil rapat Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) di Seoul, Korea Selatan (Korsel), beberapa waktu lalu, pemenang nomor ganda putra, putri, dan campuran akan mendapat hadiah senilai USD42.000.
Nilai itu lebih besar ketimbang hadiah pemenang nomor tunggal yang hanya USD40.000. Panitia juga telah menyiapkan hadiah USD5.000 bagi pasangan ganda yang mencapai perempat final. Sementara di nomor tunggal akan mendapat USD4.500.
Sekretaris Jenderal BWF Stuart Borrie menjelaskan, keputusan itu dibuat agar event super series penutup ini memiliki arti lebih, terutama bagi pemenang di nomor ganda.” Kami telah menyiapkan total hadiah USD500.000.
Hadiah terbesar selama pergelaran super series tahun ini diharapkan makin memotivasi peserta untuk menampilkan yang terbaik,” ujar Borrie melalui situs resmi BWF. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Nilai itu lebih besar ketimbang hadiah pemenang nomor tunggal yang hanya USD40.000. Panitia juga telah menyiapkan hadiah USD5.000 bagi pasangan ganda yang mencapai perempat final. Sementara di nomor tunggal akan mendapat USD4.500.
Sekretaris Jenderal BWF Stuart Borrie menjelaskan, keputusan itu dibuat agar event super series penutup ini memiliki arti lebih, terutama bagi pemenang di nomor ganda.” Kami telah menyiapkan total hadiah USD500.000.
Hadiah terbesar selama pergelaran super series tahun ini diharapkan makin memotivasi peserta untuk menampilkan yang terbaik,” ujar Borrie melalui situs resmi BWF. (edi yuli)
(Sumber: Seputar-indonesia.com)
Koni Harapkan Dana Pelatnas
[JAKARTA] - Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat mengharapkan pemerintah segera mengalokasikan dana untuk menggelar pemusatan latihan nasional menghadapi 6 multilomba sepanjang 2009, yakni Asian Martial Art, Asian Youth Games, Asian Indoor Games, Islamic Solidarity Games, SEA Games, dan Para SEA Games.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum KONI Pusat, Rita Subowo dalam dialog akhir tahun dengan para wartawan peliput Olahraga di Cisarua, Bogor, Sabtu (13/12). KONI mengharapkan dana direalisasikan karena pemusatan latihan dilaksanakan Januari 2009.
Di antara 6 multilomba tersebut, SEA Games yang akan dilaksanakan di Laos, 13-21 Desember 2009, menjadi prioritas. Tentang besarnya dana yang diperlukan untuk Pelatnas, Rita menyatakan sudah ada rinciannya dan tinggal disesuaikan dengan kesanggupan pemerintah untuk mendanainya.
Dalam dialog tersebut Rita mendapat berondongan pertanyaan tentang pemusatan latihan yang digelar Kantor Mennegpora melalui program atlet unggulan (PAL). Menurut Rita, menjadi hak KONI untuk merekrut atlet, melatih atau menyiapkan, dan memberangkatkan mereka ke enam kegiatan multilomba tersebut. ''Hal ini seusai dengan piagam Olimpiade dan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,'' papar Rita.
Dia tegaskan bahwa KONI tidak menentang program latihan yang dibuat Pemerintah sejauh itu tidak menabrak aturan yang berlaku. [A-11]
(Sumber: Suarapembaruan.com)
Hal itu ditegaskan Ketua Umum KONI Pusat, Rita Subowo dalam dialog akhir tahun dengan para wartawan peliput Olahraga di Cisarua, Bogor, Sabtu (13/12). KONI mengharapkan dana direalisasikan karena pemusatan latihan dilaksanakan Januari 2009.
Di antara 6 multilomba tersebut, SEA Games yang akan dilaksanakan di Laos, 13-21 Desember 2009, menjadi prioritas. Tentang besarnya dana yang diperlukan untuk Pelatnas, Rita menyatakan sudah ada rinciannya dan tinggal disesuaikan dengan kesanggupan pemerintah untuk mendanainya.
Dalam dialog tersebut Rita mendapat berondongan pertanyaan tentang pemusatan latihan yang digelar Kantor Mennegpora melalui program atlet unggulan (PAL). Menurut Rita, menjadi hak KONI untuk merekrut atlet, melatih atau menyiapkan, dan memberangkatkan mereka ke enam kegiatan multilomba tersebut. ''Hal ini seusai dengan piagam Olimpiade dan UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional,'' papar Rita.
Dia tegaskan bahwa KONI tidak menentang program latihan yang dibuat Pemerintah sejauh itu tidak menabrak aturan yang berlaku. [A-11]
(Sumber: Suarapembaruan.com)
Auper Series Master 2008,Indonesia Berharap Dapat Lawan Mudah
JAKARTA - Penentuan hasil pengundian Super Series Masters 2008 akan terjawab Selasa (16/12/2008). Pebulutangkis Indonesia berharap akan berada di posisi aman untuk memuluskan langkah ke tahap berikut.
Sony Dwi Kuncoro misalnya. Satu-satunya wakil Indonesia di tunggal putra ini mengharapkan bertemu lawan sepadan di babak awal. ''Semua pasti ingin bertemu lawan mudah terlebih dahulu, tapi saya telah siap jika hasil drawing berkata lain,'' ungkapnya.
Optimistis Sony disebabkan dirinya telah mempersiapkan diri jauh hari, terutama ketika memutuskan absen di dua super series sebelumnya. Dia memanfaatkan waktu luang tersebut untuk berlatih keras.
Demikian pula dengan Lilyana Natsir. Pemain yang akrab disapa Butet ini berharap hasil drawing tidak memberatkan langkahnya turun di dua nomor ganda.
Meski demikian, pemain yang turun di ganda putri bersama Vita Marissa dan Nova Widianto di ganda campuran ini tak takut menghadapi siapapun. ''Kami siap tampil, apalagi pemain yang turun di turnamen ini bukan lawan yang bisa dianggap remeh,'' tegas Butet, Senin (15/12/2008). (Edi Yulianto/Sindo/tan)
(Sumber: Okezone.com)
Sony Dwi Kuncoro misalnya. Satu-satunya wakil Indonesia di tunggal putra ini mengharapkan bertemu lawan sepadan di babak awal. ''Semua pasti ingin bertemu lawan mudah terlebih dahulu, tapi saya telah siap jika hasil drawing berkata lain,'' ungkapnya.
Optimistis Sony disebabkan dirinya telah mempersiapkan diri jauh hari, terutama ketika memutuskan absen di dua super series sebelumnya. Dia memanfaatkan waktu luang tersebut untuk berlatih keras.
Demikian pula dengan Lilyana Natsir. Pemain yang akrab disapa Butet ini berharap hasil drawing tidak memberatkan langkahnya turun di dua nomor ganda.
Meski demikian, pemain yang turun di ganda putri bersama Vita Marissa dan Nova Widianto di ganda campuran ini tak takut menghadapi siapapun. ''Kami siap tampil, apalagi pemain yang turun di turnamen ini bukan lawan yang bisa dianggap remeh,'' tegas Butet, Senin (15/12/2008). (Edi Yulianto/Sindo/tan)
(Sumber: Okezone.com)
13 Desember 2008
YONEX-SUNRISE BWF WORLD SUPER SERIES MASTERS FINALS 2008
THE race for the total prize money of US$500,000 has been thrown wide open after China withdrew all its players who qualified for the YONEX-Sunrise BWF World Super Series Masters Finals 2008 in Kota Kinabalu, Malaysia on 18-21 December.
However, China’s withdrawal has benefited hosts Malaysia and home fans would be happy to know that Wong Choong Hann and Wong Mew Choo have now qualified for the inaugural Finals.
Badminton fans in India will also be delighted with the fact that teenage sensation Saina Nehwal will take her place to vie for the US$40,000 winners cheque. Japan, Indonesia and Thailand will also be smiling as they get additional spots in the Finals to be played at the Likas Indoor Stadium.
Citing a hectic calendar, risk of aggravating injuries and an upcoming three-month training camp as reasons for their withdrawal, the withdrawal was conveyed on Thursday to the Badminton World Federation by China Badminton Association Secretary-General Liu Fengyan.
Several other withdrawals have also been received, notably from reigning Olympic champions Lee Yong Dae-Lee Hyo Jung of Korea in the mixed doubles, former world champions Lars Paaske-Jonas Rasmussen in the men’s doubles, former Olympic champion Taufik Hidayat and Japan’s Olympic Games semi-finalists Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna.
Among the big names in the Chinese armada that withdrew are 2008 Beijing Olympic Games men’s singles champion Lin Dan, men’s doubles silver medallists Cai Yun-Fu Haifeng and women’s doubles gold medallists Du Jing-Yu Yang. In the women’s singles Zhu Lin and Lu Lan are the notable absentees as Olympic champion Zhang Ning has retired from international badminton to concentrate on a coaching career.
BWF Secretary-General Stuart Borrie remained optimistic of the quality of the competition.
“We are disappointed that some of the top players will not be competing in this inaugural event. However, we still have a world class field of players including Chong Wei, Peter Gade, Markis (Kido)-Hendra (Setiawan), Yong dae-Jae Sung, Tine (Rasmussen) and Zhou Mi to look out for,” said Borrie.
“The BWF is confident that the tournament will be a success and look forward to a great week of badminton ahead of us.
“We also would like to record our appreciation to the BA of Malaysia, Sabah Badminton Association, sponsors Yonex-Sunrise and other sponsors who have been working tirelessly to make the tournament a success.”
The Finals is limited to the top eight players in the Super Series ranking with each country permitted a maximum of two entries.
In the singles, each winner will receive US$40,000 while the runner-up will receive US$20,000 each. In fact, each player or pair who has qualified for the Finals is guaranteed of prize money with quarter-finalists in the singles receiving US$4,500 each and US$5,000 for each pair in the last eight.
The winner of the men’s doubles will pocket US$42,000 while the runners-up will earn US$20,000.
In the men’s singles, Chen Jin and Lin Dan will be replaced by England’s Andrew Smith and Choong Hann while Zhu Lin and Lu Lan will be replaced by Mew Choo and Saina in the women’s singles. Japan’s Yu Hirayama will replace Korea’s Hwang Hye Youn as well.
In the men’s doubles, Cai-Fu will be replaced by Denmark’s Simon Mollyhus-Anders Kristiansen while Paaske-Rasmussen will be replaced by either Korea’s Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong or England;s Robert Blair-Chris Adcock.
In the women’s doubles Du Jing-Yu Yang and Zhao Yunlei-Cheng Shu will be replaced by Thailand’s Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul and Indonesia’s Jo Novita-Greysia Polii respectively while Korea’s Lee Kyung Won-Lee Hyo Jung will be replaced by Netherlands’ Judith Meulendijks-Yao Jie. Earlier, Japan’s Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna were replaced by the Canada-Germany combination of Charmaine Reid-Nicole Grether.
Indonesia’s Flandy Limpele-Vita Marissa also step in to replace Xie Zhongbo-Zhang Yawen while another Thai pair, Songphon Anugritayawon-Kunchala will replace He Hanbin-Yu Yang in the mixed doubles.
The qualifiers are as follows:
Men’s singles: Lee Chong Wei (MAS), Sony Dwi Kuncoro (INA), Joachim Persson (DEN), Peter Gade (DEN), Taufik Hidayat (INA), Chan Yan Kit (HKG), Andrew Smith (ENG) and Wong Choong Hann (MAS).
Women’s singles: Zhou Mi (HKG), Tine Rasmussen (DEN), Wang Chen (HKG), Pi Hongyan (FRA), Xu Huaiwen (GER), Wong Mew Choo (MAS), Saina Nehwal (IND) and Yu Hirayama (JPN).
Men’s doubles: Markis Kido-Hendra Setiawan (INA), Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS), Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR), Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN), Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA), Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS), Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN) and Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).
Women’s doubles: Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS), Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA), Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN), Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR), Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER), Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Jo Novita-Greysia Polii (INA) and Judith Meulendijks-Yao Jie (NED).
Mixed doubles: Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA), Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN), Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG), Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO), Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed) and Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).
However, China’s withdrawal has benefited hosts Malaysia and home fans would be happy to know that Wong Choong Hann and Wong Mew Choo have now qualified for the inaugural Finals.
Badminton fans in India will also be delighted with the fact that teenage sensation Saina Nehwal will take her place to vie for the US$40,000 winners cheque. Japan, Indonesia and Thailand will also be smiling as they get additional spots in the Finals to be played at the Likas Indoor Stadium.
Citing a hectic calendar, risk of aggravating injuries and an upcoming three-month training camp as reasons for their withdrawal, the withdrawal was conveyed on Thursday to the Badminton World Federation by China Badminton Association Secretary-General Liu Fengyan.
Several other withdrawals have also been received, notably from reigning Olympic champions Lee Yong Dae-Lee Hyo Jung of Korea in the mixed doubles, former world champions Lars Paaske-Jonas Rasmussen in the men’s doubles, former Olympic champion Taufik Hidayat and Japan’s Olympic Games semi-finalists Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna.
Among the big names in the Chinese armada that withdrew are 2008 Beijing Olympic Games men’s singles champion Lin Dan, men’s doubles silver medallists Cai Yun-Fu Haifeng and women’s doubles gold medallists Du Jing-Yu Yang. In the women’s singles Zhu Lin and Lu Lan are the notable absentees as Olympic champion Zhang Ning has retired from international badminton to concentrate on a coaching career.
BWF Secretary-General Stuart Borrie remained optimistic of the quality of the competition.
“We are disappointed that some of the top players will not be competing in this inaugural event. However, we still have a world class field of players including Chong Wei, Peter Gade, Markis (Kido)-Hendra (Setiawan), Yong dae-Jae Sung, Tine (Rasmussen) and Zhou Mi to look out for,” said Borrie.
“The BWF is confident that the tournament will be a success and look forward to a great week of badminton ahead of us.
“We also would like to record our appreciation to the BA of Malaysia, Sabah Badminton Association, sponsors Yonex-Sunrise and other sponsors who have been working tirelessly to make the tournament a success.”
The Finals is limited to the top eight players in the Super Series ranking with each country permitted a maximum of two entries.
In the singles, each winner will receive US$40,000 while the runner-up will receive US$20,000 each. In fact, each player or pair who has qualified for the Finals is guaranteed of prize money with quarter-finalists in the singles receiving US$4,500 each and US$5,000 for each pair in the last eight.
The winner of the men’s doubles will pocket US$42,000 while the runners-up will earn US$20,000.
In the men’s singles, Chen Jin and Lin Dan will be replaced by England’s Andrew Smith and Choong Hann while Zhu Lin and Lu Lan will be replaced by Mew Choo and Saina in the women’s singles. Japan’s Yu Hirayama will replace Korea’s Hwang Hye Youn as well.
In the men’s doubles, Cai-Fu will be replaced by Denmark’s Simon Mollyhus-Anders Kristiansen while Paaske-Rasmussen will be replaced by either Korea’s Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong or England;s Robert Blair-Chris Adcock.
In the women’s doubles Du Jing-Yu Yang and Zhao Yunlei-Cheng Shu will be replaced by Thailand’s Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul and Indonesia’s Jo Novita-Greysia Polii respectively while Korea’s Lee Kyung Won-Lee Hyo Jung will be replaced by Netherlands’ Judith Meulendijks-Yao Jie. Earlier, Japan’s Miyuki Maeda-Satoko Suetsuna were replaced by the Canada-Germany combination of Charmaine Reid-Nicole Grether.
Indonesia’s Flandy Limpele-Vita Marissa also step in to replace Xie Zhongbo-Zhang Yawen while another Thai pair, Songphon Anugritayawon-Kunchala will replace He Hanbin-Yu Yang in the mixed doubles.
The qualifiers are as follows:
Men’s singles: Lee Chong Wei (MAS), Sony Dwi Kuncoro (INA), Joachim Persson (DEN), Peter Gade (DEN), Taufik Hidayat (INA), Chan Yan Kit (HKG), Andrew Smith (ENG) and Wong Choong Hann (MAS).
Women’s singles: Zhou Mi (HKG), Tine Rasmussen (DEN), Wang Chen (HKG), Pi Hongyan (FRA), Xu Huaiwen (GER), Wong Mew Choo (MAS), Saina Nehwal (IND) and Yu Hirayama (JPN).
Men’s doubles: Markis Kido-Hendra Setiawan (INA), Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS), Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR), Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN), Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA), Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS), Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN) and Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).
Women’s doubles: Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS), Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA), Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN), Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR), Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER), Duang Anong Aroonkesorn-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Jo Novita-Greysia Polii (INA) and Judith Meulendijks-Yao Jie (NED).
Mixed doubles: Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA), Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN), Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG), Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO), Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon-Kunchala Voravitchitchaikul (THA), Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed) and Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).
KOO-TAN VOW TO BOUNCE BACK IN KK
ALOR STAR: The setback in the National Grand Prix Finals will only spur top men doubles players Koo Kien Keat-Tan Boon Heong to make a quick rebound at the Super Series Masters Finals, which will begin in Kota Kinabalu from Dec 18-21.
Kien Keat-Boon Heong went down 19-21,18-21 to Goh Wei Shem-Ong Jian Guo in the semi-finals after both came down with flu and fever.
Although disappointed that they failed in their bid to complete a hat-trick of national men’s doubles title together, Kien Keat vowed that they would bounce back.
“It is unfortunate that we were not in our best condition. But having said that, we are happy for the juniors. They played their cards well,” said Kien Keat yesterday.
Kien Keat however, made up for the disappointment in the men’s doubles by winning the mixed doubles title with youngster Ng Hui Lin. The duo defeated Tan Wee Kiong-Woon Khe Wei 22-20, 21-19 yesterday.
Kien Keat said that they should get back on their feet to challenge for honours at the Masters Finals.
Although China have withdrew all their players, Kien Keat said that the men’s doubles event would remain competitive.
“Only China’s top pair (Cai Yun-Fu Haifeng) and Denmark’s Lars Paaske-Jonas Rasmussen will be missing from the cast. The other pairs are equally good. The race is still wide open in the men’s doubles,” he said.
Besides Kien Keat-Boon Heong, the other seven qualifiers for the US$500,000 tournament are Olympic Games champions Markis Kido-Hendra Setiawan of Indonesia, Malaysia’s Mohd Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Mohd Tazari, South Koreans Lee Yong-dae-Jung Jae-sung and Cho Gun-woo-Yoo Yeon-seong; Danes Mathias Boe-Carsten Morgensen, Simon Mollyhus-Anders Kristiansen’ and the American-Indonesian pair of Candra Wijaya-Tony Gunawan.
The draw on Tuesday will see the eight qualifiers divided into two groups. The two top pairs in each group will play in the cross over semi-finals.
Malaysia’s other representatives in the Masters Finals are men’s singles Lee Chong Wei, Wong Choong Hann; women’s singles player Wong Mew Choo; and women’s doubles pair of Chin Eei Hui-Wong Pei Tty.
(Source: Thestar.com.my)
Kien Keat-Boon Heong went down 19-21,18-21 to Goh Wei Shem-Ong Jian Guo in the semi-finals after both came down with flu and fever.
Although disappointed that they failed in their bid to complete a hat-trick of national men’s doubles title together, Kien Keat vowed that they would bounce back.
“It is unfortunate that we were not in our best condition. But having said that, we are happy for the juniors. They played their cards well,” said Kien Keat yesterday.
Kien Keat however, made up for the disappointment in the men’s doubles by winning the mixed doubles title with youngster Ng Hui Lin. The duo defeated Tan Wee Kiong-Woon Khe Wei 22-20, 21-19 yesterday.
Kien Keat said that they should get back on their feet to challenge for honours at the Masters Finals.
Although China have withdrew all their players, Kien Keat said that the men’s doubles event would remain competitive.
“Only China’s top pair (Cai Yun-Fu Haifeng) and Denmark’s Lars Paaske-Jonas Rasmussen will be missing from the cast. The other pairs are equally good. The race is still wide open in the men’s doubles,” he said.
Besides Kien Keat-Boon Heong, the other seven qualifiers for the US$500,000 tournament are Olympic Games champions Markis Kido-Hendra Setiawan of Indonesia, Malaysia’s Mohd Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Mohd Tazari, South Koreans Lee Yong-dae-Jung Jae-sung and Cho Gun-woo-Yoo Yeon-seong; Danes Mathias Boe-Carsten Morgensen, Simon Mollyhus-Anders Kristiansen’ and the American-Indonesian pair of Candra Wijaya-Tony Gunawan.
The draw on Tuesday will see the eight qualifiers divided into two groups. The two top pairs in each group will play in the cross over semi-finals.
Malaysia’s other representatives in the Masters Finals are men’s singles Lee Chong Wei, Wong Choong Hann; women’s singles player Wong Mew Choo; and women’s doubles pair of Chin Eei Hui-Wong Pei Tty.
(Source: Thestar.com.my)
MENJELANG FINAL SUPER SERIES,SUASANA LAIN DI RAGUNAN
Markis Kido/Hendra Setiawan menjalani suasana latihan yang berbeda dalam persiapan menuju Final Super Series di Kota Kinabalu, Malaysia, 18-21 Desember.
Pasangan peringkat satu BWF ini berlatih di GOR Rudy Hartono, markas PB Jaya Raya. Selain mereka, ada juga Pia Zebadiah dan sejumlah pemain pratama yang berlatih di kawasan Ragunan ini.
Soal program dan metode latihan, pelatih Sigit Pamungkas menyebut tak ada perbedaan mencolok dibandingkan latihan di pelatnas Cipayung. Kebetulan Kido/Hendra dan Sigit berasal dari klub yang sama.
''Di klub memang tak ada lawan sepadan jika mau latihan sparing dua lawan dua. Tapi, hal ini bisa disiasati dengan sparing dua lawan tiga atau memisahkan Kido dan Hendra dan dipasangkan dengan pemain lain. Cara ini juga sering dilakukan di pelatnas,'' jelas Sigit.
Justru jika tetap bertahan di Cipayung, mereka bisa kesulitan untuk mencari lawan sparing. Di klub, pemain pratama yang jadi lawan.
''Di Cipayung atlet yang berlatih tinggal sedikit. Lagi pula saya juga tak punya kewenangan untuk meminta mereka jadi lawan sparing. Kalau di sini semua kan berada di bawah klub yang sama,'' lanjut Sigit lagi.
''Sparing lawan tiga orang pemain pratama juga berat karena mereka main lebih rapat,'' tutur Hendra.
Pasangan ini terakhir kali tampil di Super Series Hong Kong. Setelah menjuarai SS Denmark dan SS Prancis, di Hong Kong Kido/ Hendra kalah di babak perempatfinal dari Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Kekalahan ini tak lepas dari kambuhnya cedera lutut kiri Kido.
''Sejak babak pertama cedera itu sudah dirasakan. Saat lawan Koo/Tan keadaannya makin buruk,'' jelas Sigit.
Kini, selain latihan, Kido juga tengah memulihkan cedera. ''Sudah mulai pulih, tapi masih terasa sedikit,'' sebut Kido.
Pindah Lapangan
Pemulihan cedera ini membuat Sigit sedikit hati-hati menggenjot latihan anak didiknya. Pasalnya kondisi lapangan yang keras bisa mempengaruhi pemulihan Kido. Untung saat ini kondisi Hendra tetap fit.
''Kalau mau latihan drill maksimal kita pindah ke lapangan di gedung sebelah yang lebih empuk karena terbuat dari kayu. Sementara ini kebetulan program saya belum masuk ke tahap itu. Untuk mempercepat pemulihan dan pencegahan cedera, Kido terus diterapi pijat. Hal ini juga yang harus dilakukannya sendiri di Malaysia nanti,'' jelas Sigit.
Amat mungkin Sigit tak akan mendampingi saat di Malaysia. Meski ada pengaruhnya, Sigit tak melihat hal ini menjadi kendala yang menghambat.
''Kehadiran pelatih saat pertandingan pasti ada pengaruhnya. Tapi, biarlah ini jadi pembelajaran buat mereka supaya lebih dewasa. Undian belum keluar. Tapi, di lapangan nanti saya sudah minta mereka untuk saling mengingatkan. Kami juga masih bisa berkomunikasi lewat telepon atau SMS,'' ucap Sigit. (Erwin Fitriansyah)
(Sumber: Bolanews.com)
Pasangan peringkat satu BWF ini berlatih di GOR Rudy Hartono, markas PB Jaya Raya. Selain mereka, ada juga Pia Zebadiah dan sejumlah pemain pratama yang berlatih di kawasan Ragunan ini.
Soal program dan metode latihan, pelatih Sigit Pamungkas menyebut tak ada perbedaan mencolok dibandingkan latihan di pelatnas Cipayung. Kebetulan Kido/Hendra dan Sigit berasal dari klub yang sama.
''Di klub memang tak ada lawan sepadan jika mau latihan sparing dua lawan dua. Tapi, hal ini bisa disiasati dengan sparing dua lawan tiga atau memisahkan Kido dan Hendra dan dipasangkan dengan pemain lain. Cara ini juga sering dilakukan di pelatnas,'' jelas Sigit.
Justru jika tetap bertahan di Cipayung, mereka bisa kesulitan untuk mencari lawan sparing. Di klub, pemain pratama yang jadi lawan.
''Di Cipayung atlet yang berlatih tinggal sedikit. Lagi pula saya juga tak punya kewenangan untuk meminta mereka jadi lawan sparing. Kalau di sini semua kan berada di bawah klub yang sama,'' lanjut Sigit lagi.
''Sparing lawan tiga orang pemain pratama juga berat karena mereka main lebih rapat,'' tutur Hendra.
Pasangan ini terakhir kali tampil di Super Series Hong Kong. Setelah menjuarai SS Denmark dan SS Prancis, di Hong Kong Kido/ Hendra kalah di babak perempatfinal dari Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Kekalahan ini tak lepas dari kambuhnya cedera lutut kiri Kido.
''Sejak babak pertama cedera itu sudah dirasakan. Saat lawan Koo/Tan keadaannya makin buruk,'' jelas Sigit.
Kini, selain latihan, Kido juga tengah memulihkan cedera. ''Sudah mulai pulih, tapi masih terasa sedikit,'' sebut Kido.
Pindah Lapangan
Pemulihan cedera ini membuat Sigit sedikit hati-hati menggenjot latihan anak didiknya. Pasalnya kondisi lapangan yang keras bisa mempengaruhi pemulihan Kido. Untung saat ini kondisi Hendra tetap fit.
''Kalau mau latihan drill maksimal kita pindah ke lapangan di gedung sebelah yang lebih empuk karena terbuat dari kayu. Sementara ini kebetulan program saya belum masuk ke tahap itu. Untuk mempercepat pemulihan dan pencegahan cedera, Kido terus diterapi pijat. Hal ini juga yang harus dilakukannya sendiri di Malaysia nanti,'' jelas Sigit.
Amat mungkin Sigit tak akan mendampingi saat di Malaysia. Meski ada pengaruhnya, Sigit tak melihat hal ini menjadi kendala yang menghambat.
''Kehadiran pelatih saat pertandingan pasti ada pengaruhnya. Tapi, biarlah ini jadi pembelajaran buat mereka supaya lebih dewasa. Undian belum keluar. Tapi, di lapangan nanti saya sudah minta mereka untuk saling mengingatkan. Kami juga masih bisa berkomunikasi lewat telepon atau SMS,'' ucap Sigit. (Erwin Fitriansyah)
(Sumber: Bolanews.com)
FINAL SUPER SERIES,CHINA MUNDUR...JO/GREYS REUNIAN
Kontributor: Emanuel Dania
Dengan alasan kelelahan karena jadwal turnament yang padat, resiko cedera, dan akan dilakukannya pemusatan latihan dalam 3 bulan, team China mundur dari penyelenggaraan Final Super Series yang pertama kali digelar. Hadiah besar 500.000 US tidak menghalangi niat mereka untuk menarik diri.
Hal ini tentu mengurangi gengsi turnament karena kehilangan beberapa pemain top dunia sehingga pemain/pasangan denga ranking dibawahnya otomatis lolos menggantikan. Dua pasangan Indonesia yang diuntungkan dengan mundurnya pemain China adalah Flandy Limpele/Vita Marissa (Ganda Campuran) dan Jo Novita/Greysia Polii (Ganda Putri).
Ini tentu menjadi reunian keduanya karena pasca Olimpiade Beijing Agustus silam sebetulnya keduanya sudah diceraikan. Flandy bermain dengan Greys, Vita dengan Muhamad Rijal di ganda campuran, sementara Greys asyik bermain dengan Nitya Khrishinda Maheswari Korwa di ganda putri dan Jo berduet dengan Rani Mundiasti.
Berikut revisi pemain yang tampil di final Super Series di Kinabalu 17-21 Desember 2008 seperti yang disampaikan situs resmi WBF (www.internationalbadminton.org):
Men’s singles :
Lee Chong Wei (MAS),
Sony Dwi Kuncoro (INA),
Joachim Persson (DEN),
Peter Gade (DEN),
Taufik Hidayat (INA),
Chan Yan Kit (HKG),
Andrew Smith (ENG)
Wong Choong Hann (MAS).
Women’s singles :
Zhou Mi (HKG),
Tine Rasmussen (DEN),
Wang Chen (HKG),
Pi Hongyan (FRA),
Xu Huaiwen (GER),
Wong Mew Choo (MAS),
Saina Nehwal (IND)
Yu Hirayama (JPN).
Men’s doubles :
Markis Kido-Hendra Setiawan (INA),
Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS),
Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR),
Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN),
Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA),
Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS),
Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN)
Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).
Women’s doubles :
Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS),
Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA),
Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN),
Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR),
Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER),
Duang Anong Aroonkesorn- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Jo Novita-Greysia Polii (INA)
Judith Meulendijks- Yao Jie (NED).
Mixed doubles :
Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA),
Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN),
Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG),
Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO),
Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed)
Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).
(Sumber: badminton-indonesia@yahoogroups.com)
Dengan alasan kelelahan karena jadwal turnament yang padat, resiko cedera, dan akan dilakukannya pemusatan latihan dalam 3 bulan, team China mundur dari penyelenggaraan Final Super Series yang pertama kali digelar. Hadiah besar 500.000 US tidak menghalangi niat mereka untuk menarik diri.
Hal ini tentu mengurangi gengsi turnament karena kehilangan beberapa pemain top dunia sehingga pemain/pasangan denga ranking dibawahnya otomatis lolos menggantikan. Dua pasangan Indonesia yang diuntungkan dengan mundurnya pemain China adalah Flandy Limpele/Vita Marissa (Ganda Campuran) dan Jo Novita/Greysia Polii (Ganda Putri).
Ini tentu menjadi reunian keduanya karena pasca Olimpiade Beijing Agustus silam sebetulnya keduanya sudah diceraikan. Flandy bermain dengan Greys, Vita dengan Muhamad Rijal di ganda campuran, sementara Greys asyik bermain dengan Nitya Khrishinda Maheswari Korwa di ganda putri dan Jo berduet dengan Rani Mundiasti.
Berikut revisi pemain yang tampil di final Super Series di Kinabalu 17-21 Desember 2008 seperti yang disampaikan situs resmi WBF (www.internationalbadminton.org):
Men’s singles :
Lee Chong Wei (MAS),
Sony Dwi Kuncoro (INA),
Joachim Persson (DEN),
Peter Gade (DEN),
Taufik Hidayat (INA),
Chan Yan Kit (HKG),
Andrew Smith (ENG)
Wong Choong Hann (MAS).
Women’s singles :
Zhou Mi (HKG),
Tine Rasmussen (DEN),
Wang Chen (HKG),
Pi Hongyan (FRA),
Xu Huaiwen (GER),
Wong Mew Choo (MAS),
Saina Nehwal (IND)
Yu Hirayama (JPN).
Men’s doubles :
Markis Kido-Hendra Setiawan (INA),
Zakry Abdul Latif-Mohd Fairuzizuan Tazari (MAS),
Lee Yong Dae-Jung Jae Sung (KOR),
Mathias Boe-Carsten Mogensen (DEN),
Candra Wijaya-Tony Gunawan (INA-USA),
Koo Kien Keat-Tan Boon Heong (MAS),
Simon Mollyhus-Anders Kristiansen (DEN)
Cho Gun Woo-Yoo Yeon Seong (to be confirmed).
Women’s doubles :
Wong Pei Tty-Chin Eei Hui (MAS),
Lilyana Natsir-Vita Marissa (INA),
Kamilla Rytter Juhl-Lena Frier Kristiansen (DEN),
Ha Jung Eun-Kim Min Jung (KOR),
Charmaine Reid-Nicole Grether (CAN-GER),
Duang Anong Aroonkesorn- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Jo Novita-Greysia Polii (INA)
Judith Meulendijks- Yao Jie (NED).
Mixed doubles :
Nova Widianto-Lilyana Natsir (INA),
Thomas Laybourn-Kamilla Rytter Juhl (DEN),
Anthony Clark-Donna Kellogg (ENG),
Robert Blair-Imogen Bakier (ENG-SCO),
Sudket Prapakamol-Saralee Thoungthongkam (THA), Songphon Anugritayawon- Kunchala Voravitchitchaikul (THA),
Yoo Yeon Seong-Kim Min Jung (KOR, to be confirmed)
Flandy Limpele-Vita Marissa (INA).
(Sumber: badminton-indonesia@yahoogroups.com)
KEPENGURUSAN PBSI 2008-2014 MENGGELEMBUNG
JAKARTA - Kepengurusan PB PBSI periode 2008-2012 akan diumumkan di kediaman Ketua Umum Djoko Santoso, Jumat (12/12/2008). Namun, terdapat penggelembungan jumlah quota didalamnya.
Alexander Daud salah satu tim formatur dari Sulawesi Utara mengatakan, jumlah quota yang masuk dalam kepengurusan baru PBSI ini memang meningkat dari sebelumnya.
Meski belum mau memberi bocoran nama, dia memberi contoh, seperti posisi Bendahara PBSI saat ini akan dipegang oleh tiga orang. Padahal sebelumnya, otoritas bulutangkis Tanah Air itu hanya menggunakan jasa satu orang.
Selain itu, terdapat badan staff khusus yang mulai difungsikan di bawah pimpinan Djoko Santoso.
''Dahulu sebenarnya sudah ada, tapi tidak berfungsi. Berfungsinya badan itu otomatis membutuhkan orang di dalamnya,'' ungkap Daud, Kamis (11/12/2008).
Dia berharap pembagian lebih merata dalam kepengurusan baru ini untuk menghindari pihak yang merangkap jabatan dan efisiensi tugas.
''Bukan menuding kepengurusan sebelumnya tidak bagus, tapi saat ini kami berharap mekanisme kali ini lebih efektif. Salah satunya soal pembinaan atlet ke depannya,'' ungkapnya.
Sayang, dia belum berani berkoar berapa jumlah pasti orang yang akan berada di kepengurusan baru tersebut. Daud hanya memprediksi kepengurusan itu bakal dihuni oleh sekitar 50 orang.
''Mungkin sekitar itu, tapi jumlah itu sepertinya sedikit lebih banyak dari kepengurusan sebelumnya. Kami berharap mekanisme bagus ini akan mulai berjalan secepatnya,'' cetus Daud.
Sedangkan tim formatur lainnya Jacob Rusdianto belum juga bersua, termasuk ketika dirinya dikabarkan akan mengisi kursi Sekretaris Jenderal menggantikan posisi M.F Siregar.
''Lebih baik tunggu besok saja. Kan, lebih afhdol setelah mendapat pengumuman pasti dari ketua umum,'' kata pria yang juga menjabat sebagai ketua umum Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Timur tersebut. (Agus Anggoro/Sindo/fmh)
(Sumber: Okezone.com)
Alexander Daud salah satu tim formatur dari Sulawesi Utara mengatakan, jumlah quota yang masuk dalam kepengurusan baru PBSI ini memang meningkat dari sebelumnya.
Meski belum mau memberi bocoran nama, dia memberi contoh, seperti posisi Bendahara PBSI saat ini akan dipegang oleh tiga orang. Padahal sebelumnya, otoritas bulutangkis Tanah Air itu hanya menggunakan jasa satu orang.
Selain itu, terdapat badan staff khusus yang mulai difungsikan di bawah pimpinan Djoko Santoso.
''Dahulu sebenarnya sudah ada, tapi tidak berfungsi. Berfungsinya badan itu otomatis membutuhkan orang di dalamnya,'' ungkap Daud, Kamis (11/12/2008).
Dia berharap pembagian lebih merata dalam kepengurusan baru ini untuk menghindari pihak yang merangkap jabatan dan efisiensi tugas.
''Bukan menuding kepengurusan sebelumnya tidak bagus, tapi saat ini kami berharap mekanisme kali ini lebih efektif. Salah satunya soal pembinaan atlet ke depannya,'' ungkapnya.
Sayang, dia belum berani berkoar berapa jumlah pasti orang yang akan berada di kepengurusan baru tersebut. Daud hanya memprediksi kepengurusan itu bakal dihuni oleh sekitar 50 orang.
''Mungkin sekitar itu, tapi jumlah itu sepertinya sedikit lebih banyak dari kepengurusan sebelumnya. Kami berharap mekanisme bagus ini akan mulai berjalan secepatnya,'' cetus Daud.
Sedangkan tim formatur lainnya Jacob Rusdianto belum juga bersua, termasuk ketika dirinya dikabarkan akan mengisi kursi Sekretaris Jenderal menggantikan posisi M.F Siregar.
''Lebih baik tunggu besok saja. Kan, lebih afhdol setelah mendapat pengumuman pasti dari ketua umum,'' kata pria yang juga menjabat sebagai ketua umum Pengurus Daerah (Pengda) Jawa Timur tersebut. (Agus Anggoro/Sindo/fmh)
(Sumber: Okezone.com)
MENJUAL PARA JUARA
Ketua Umum PBSI periode 2004-2008, Sutiyoso, menyebut selama masa kepengurusannya dana yang dihabiskan sebesar Rp 50 miliar, yang berasal dari sumbangan donatur, kerja sama dengan sponsor, dan bantuan pemerintah. Hal ini diungkapkan setelah Markis Kido/Hendra Setiawan meneruskan tradisi emas di Olimpiade Beijing 2008.
Angka tersebut cukup fantastis, tetapi masuk akal jika melihat kegiatan yang harus diikuti pemain serta kebutuhan yang dipenuhi oleh PBSI. Sepanjang 2008, dalam kalender BWF terdapat 13 turnamen super series, 7 gold grand prix, dan 8 grand prix. Ini belum termasuk turnamen yang tingkatannya lebih rendah seperti satelit atau international challange.
Butuh dana sekitar Rp 50 juta per orang untuk mengirimkan pemain atau pelatih ke turnamen yang digelar di Eropa. Memang tak semua turnamen digelar di Eropa dan tak semua turnamen diikuti pemain pelatnas. Namun, tetap saja pengiriman pemain ini menjadi penyedot dana terbesar kas PBSI. Kabid Binpres PBSI, Lius Pongoh, menyebut gambaran kasar sekitar Rp 10-15 miliar tersedot untuk pengiriman pemain senior tiap tahun.
Artinya pemain junior atau pratama belum tentu kebagian jatah tanding di turnamen internasional. Belum lagi pengeluaran untuk operasional sehari-hari. Misalnya untuk pengadaan kok yang nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan untuk memenuhi kebutuhan latihan 85 pemain di pelatnas.
Di masa kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, angka ini pasti membengkak karena pengaruh krisis dunia. Perlu perencanaan yang matang dan cermat agar prestasi atlet kita bisa tetap terjaga.
Karena menjadi penyedot dana terbesar, proses pemilihan pemain yang dikirim ke turnamen harusnya dilakukan dengan lebih cermat. Mengirim pemain yang benar-benar punya peluang menjadi juara ke turnamen yang membutuhkan biaya mahal seperti di Eropa adalah langkah bijak untuk penghematan.
Jika ingin melepas banyak pemain, mungkin lebih baik dilakukan di turnamen yang digelar di kawasan Asia, yang biayanya lebih murah. Termasuk memberi pengalaman pada pemain junior dan pratama.
Dana Sponsor
Soal penggalangan dana, rasanya PBSI tak bisa lagi hanya mengandalkan donatur atau sponsor tunggal. Rasanya mustahil pemain juara yang bercokol di pelatnas Cipayung tak laku dijual ke pihak sponsor.
Di Malaysia, bagian dada di kaus Lee Chong Wei dkk. dihiasi produk Proton. Industri otomotif milik Malaysia ini menyuntikkan dana 5 juta ringgit (sekitar Rp 16 miliar) per tahun ke Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM).
Cina memiliki cara lain yang cerdas dan adil untuk menjual juaranya. Ada tiga jenis pemain yang dijual pada sponsor.
Dada pemain kelas utama seperti Lin Dan atau Xie Xingfang dihiasi produk Fedex. Pemain lapis kedua seperti Wang Yihan atau Li Yu disokong produk lokal Kason.
Level terakhir yang dijual adalah pemain junior dengan sponsor yang berbeda lagi. Secara logika, uang yang diterima untuk menjual pemain sekelas Lin Dan pasti lebih besar dibanding pemain junior.
Cara ini layak ditiru oleh PBSI. Tak mungkin terus-menerus mengharapkan donatur untuk membantu. Di masa susah seperti sekarang, siapa yang bisa menjamin donatur bakal datang dan memberikan dana dengan cuma-cuma?
Sudah saatnya PBSI berlaku cerdik dalam menggalang dana dan membina hubungan baik dengan sponsor. Jangan sampai sponsor yang sudah menawarkan kerja sama malah kecewa karena harapan mereka meleset.
(Sumber: Bolanews.com)
Angka tersebut cukup fantastis, tetapi masuk akal jika melihat kegiatan yang harus diikuti pemain serta kebutuhan yang dipenuhi oleh PBSI. Sepanjang 2008, dalam kalender BWF terdapat 13 turnamen super series, 7 gold grand prix, dan 8 grand prix. Ini belum termasuk turnamen yang tingkatannya lebih rendah seperti satelit atau international challange.
Butuh dana sekitar Rp 50 juta per orang untuk mengirimkan pemain atau pelatih ke turnamen yang digelar di Eropa. Memang tak semua turnamen digelar di Eropa dan tak semua turnamen diikuti pemain pelatnas. Namun, tetap saja pengiriman pemain ini menjadi penyedot dana terbesar kas PBSI. Kabid Binpres PBSI, Lius Pongoh, menyebut gambaran kasar sekitar Rp 10-15 miliar tersedot untuk pengiriman pemain senior tiap tahun.
Artinya pemain junior atau pratama belum tentu kebagian jatah tanding di turnamen internasional. Belum lagi pengeluaran untuk operasional sehari-hari. Misalnya untuk pengadaan kok yang nilainya bisa mencapai ratusan juta rupiah per bulan untuk memenuhi kebutuhan latihan 85 pemain di pelatnas.
Di masa kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, angka ini pasti membengkak karena pengaruh krisis dunia. Perlu perencanaan yang matang dan cermat agar prestasi atlet kita bisa tetap terjaga.
Karena menjadi penyedot dana terbesar, proses pemilihan pemain yang dikirim ke turnamen harusnya dilakukan dengan lebih cermat. Mengirim pemain yang benar-benar punya peluang menjadi juara ke turnamen yang membutuhkan biaya mahal seperti di Eropa adalah langkah bijak untuk penghematan.
Jika ingin melepas banyak pemain, mungkin lebih baik dilakukan di turnamen yang digelar di kawasan Asia, yang biayanya lebih murah. Termasuk memberi pengalaman pada pemain junior dan pratama.
Dana Sponsor
Soal penggalangan dana, rasanya PBSI tak bisa lagi hanya mengandalkan donatur atau sponsor tunggal. Rasanya mustahil pemain juara yang bercokol di pelatnas Cipayung tak laku dijual ke pihak sponsor.
Di Malaysia, bagian dada di kaus Lee Chong Wei dkk. dihiasi produk Proton. Industri otomotif milik Malaysia ini menyuntikkan dana 5 juta ringgit (sekitar Rp 16 miliar) per tahun ke Asosiasi Bulutangkis Malaysia (BAM).
Cina memiliki cara lain yang cerdas dan adil untuk menjual juaranya. Ada tiga jenis pemain yang dijual pada sponsor.
Dada pemain kelas utama seperti Lin Dan atau Xie Xingfang dihiasi produk Fedex. Pemain lapis kedua seperti Wang Yihan atau Li Yu disokong produk lokal Kason.
Level terakhir yang dijual adalah pemain junior dengan sponsor yang berbeda lagi. Secara logika, uang yang diterima untuk menjual pemain sekelas Lin Dan pasti lebih besar dibanding pemain junior.
Cara ini layak ditiru oleh PBSI. Tak mungkin terus-menerus mengharapkan donatur untuk membantu. Di masa susah seperti sekarang, siapa yang bisa menjamin donatur bakal datang dan memberikan dana dengan cuma-cuma?
Sudah saatnya PBSI berlaku cerdik dalam menggalang dana dan membina hubungan baik dengan sponsor. Jangan sampai sponsor yang sudah menawarkan kerja sama malah kecewa karena harapan mereka meleset.
(Sumber: Bolanews.com)
AKIBAT HABISNYA DANA PBSI BAGIAN 2
Sejak November lalu, kepengurusan PBSI 2004-2008 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Sutiyoso telah berakhir. Dalam masa demisioner menuju kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, stok dana menipis. Akibatnya kegiatan di pelatnas dan pengiriman pemain ke turnamen menjadi terbengkalai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penuturan Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi Demisioner, Lius Pongoh kepada Erwin Fitriansyah:
''Status kepengurusan sekarang adalah demisioner. Sebetulnya status ini tidak mempengaruhi kerja. Pengurus tetap mengerjakan tugas dan menyiapkan laporan atau evaluasi untuk kepengurusan baru. Hanya, pengurus demisioner tidak bisa mengambil kebijakan, termasuk soal pengiriman pemain ke turnamen.
Hal ini erat kaitannya dengan kondisi keuangan PBSI. Tipisnya dana tersisa dari pengurusan lama mempengaruhi pelatnas.
Semua atlet harus dipulangkan dulu ke pengda. Setelah ada kepengurusan periode 2008-2012 baru akan ada pemanggilan lagi. Mereka memang masih bisa berlatih di pelatnas, tapi semua kebutuhan seperti makan atau peralatan latihan tidak ditanggung lagi oleh PBSI.
Soal tempat latihan bisa jadi permasalahan buat atlet yang klubnya berasal dari luar Jakarta. Mereka masih bisa menumpang latihan dengan rekannya, tapi mungkin bisa timbul rasa tidak enak.
Kendala lain adalah soal pengiriman. Sejak November, atlet yang ingin bermain di turnamen tidak lagi dibiayai karena dana PBSI habis. Konsekuensinya, uang hadiah yang didapat tidak akan dipotong. Semuanya menjadi hak atlet. Untuk Final Super Series di Malaysia, masih ada dana, tapi tidak untuk pelatih.
Bisa saja atlet membiayai keberangkatan pelatih. Tapi, belum tentu pelatih mau menjadi tanggungan pemain. Bulutangkis tidak seperti tenis profesional di mana pelatih menjadi tanggungan pemain dalam turnamen.
Untuk turnamen super series di awal 2009 atlet juga menghadapi situasi serupa. Sementara ini, mereka yang mendaftarkan diri menanggung sendiri semua biaya.
Itu pun mereka yang mendaftarkan diri belum tentu akan dipanggil lagi ke pelatnas. Pahit memang, tapi itulah kenyataannya.
Kondisi ini terjadi karena pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang. PBSI hanya menerima dana segar di awal kepengurusan, saat diadakan penggalangan dana.
Sistem pelatnas cabang bulutangkis ini memang menyedot dana besar. Pemain berkumpul dan berlatih sepanjang tahun karena dalam setahun mereka bermain dalam rangkaian turnamen. Beda dengan cabang lain yang baru menjalani pelatnas ketika menghadapi event.
Tiap tahun minimal butuh sekitar Rp 10 miliar untuk pengiriman pemain. Padahal penggalangan dana biasanya hanya diadakan sekali saja, di awal masa kepengurusan.
Pemerintah memang memberikan bantuan saat ada event seperti pada persiapan Olimpiade atau Piala Thomas-Uber. Tapi, bantuan pemerintah ini juga tidak setiap tahun ada.
Ke depan, pekerjaan dan tantangan pengurus pasti lebih sulit. Perlu ada perencanaan yang lebih matang supaya keadaan ini tak terulang.''
(Sumber: Bolanews.com)
''Status kepengurusan sekarang adalah demisioner. Sebetulnya status ini tidak mempengaruhi kerja. Pengurus tetap mengerjakan tugas dan menyiapkan laporan atau evaluasi untuk kepengurusan baru. Hanya, pengurus demisioner tidak bisa mengambil kebijakan, termasuk soal pengiriman pemain ke turnamen.
Hal ini erat kaitannya dengan kondisi keuangan PBSI. Tipisnya dana tersisa dari pengurusan lama mempengaruhi pelatnas.
Semua atlet harus dipulangkan dulu ke pengda. Setelah ada kepengurusan periode 2008-2012 baru akan ada pemanggilan lagi. Mereka memang masih bisa berlatih di pelatnas, tapi semua kebutuhan seperti makan atau peralatan latihan tidak ditanggung lagi oleh PBSI.
Soal tempat latihan bisa jadi permasalahan buat atlet yang klubnya berasal dari luar Jakarta. Mereka masih bisa menumpang latihan dengan rekannya, tapi mungkin bisa timbul rasa tidak enak.
Kendala lain adalah soal pengiriman. Sejak November, atlet yang ingin bermain di turnamen tidak lagi dibiayai karena dana PBSI habis. Konsekuensinya, uang hadiah yang didapat tidak akan dipotong. Semuanya menjadi hak atlet. Untuk Final Super Series di Malaysia, masih ada dana, tapi tidak untuk pelatih.
Bisa saja atlet membiayai keberangkatan pelatih. Tapi, belum tentu pelatih mau menjadi tanggungan pemain. Bulutangkis tidak seperti tenis profesional di mana pelatih menjadi tanggungan pemain dalam turnamen.
Untuk turnamen super series di awal 2009 atlet juga menghadapi situasi serupa. Sementara ini, mereka yang mendaftarkan diri menanggung sendiri semua biaya.
Itu pun mereka yang mendaftarkan diri belum tentu akan dipanggil lagi ke pelatnas. Pahit memang, tapi itulah kenyataannya.
Kondisi ini terjadi karena pemasukan dan pengeluaran yang tidak seimbang. PBSI hanya menerima dana segar di awal kepengurusan, saat diadakan penggalangan dana.
Sistem pelatnas cabang bulutangkis ini memang menyedot dana besar. Pemain berkumpul dan berlatih sepanjang tahun karena dalam setahun mereka bermain dalam rangkaian turnamen. Beda dengan cabang lain yang baru menjalani pelatnas ketika menghadapi event.
Tiap tahun minimal butuh sekitar Rp 10 miliar untuk pengiriman pemain. Padahal penggalangan dana biasanya hanya diadakan sekali saja, di awal masa kepengurusan.
Pemerintah memang memberikan bantuan saat ada event seperti pada persiapan Olimpiade atau Piala Thomas-Uber. Tapi, bantuan pemerintah ini juga tidak setiap tahun ada.
Ke depan, pekerjaan dan tantangan pengurus pasti lebih sulit. Perlu ada perencanaan yang lebih matang supaya keadaan ini tak terulang.''
(Sumber: Bolanews.com)
12 Desember 2008
Dampak Habisnya Dana PBSI
Sejak November lalu, kepengurusan PBSI 2004-2008 di bawah kepemimpinan Ketua Umum Sutiyoso telah berakhir. Dalam masa demisioner menuju kepengurusan Ketua Umum Djoko Santoso 2008-2012, stok dana menipis. Akibatnya kegiatan di pelatnas dan pengiriman pemain ke turnamen menjadi terbengkalai. Mengapa hal ini bisa terjadi? Berikut penuturan pemain senior Nova Widianto kepada Erwin Fitriansyah:
''Sejak masuk pelatnas pada 1999, baru sekarang saya mengalami kejadian seperti ini. Pemain dipulangkan, lalu belum ada kejelasan lagi dalam waktu yang cukup lama. Biasanya menjelang kejurnas kami dikembalikan ke klub asal, tapi setelah itu langsung kembali ke pelatnas.
Kondisi seperti sekarang terus terang membuat pemain kecewa. Seharusnya ada perencanaan yang matang sehingga situasi kehabisan dana dan kondisi yang penuh tanda tanya ini tak terjadi.
Pemain melihat apa yang dilakukan mantan Ketua Umum Sutiyoso sudah maksimal dalam menggalang dana selama masa kepengurusan. Bisa dibilang beliau sudah habis-habisan untuk mengumpulkan dana.
Kami juga tak bisa menyalahkan pengurus demisioner karena mereka tak bisa mengambil keputusan. Beberapa dari mereka masih peduli dengan kami, misalnya menyediakan kok untuk latihan.
Ketua umum terpilih Djoko Santoso pasti belum mengetahui permasalahan yang ada sekarang karena beliau orang baru dalam dunia bulutangkis. Seharusnya pengurus yang mendukung beliau memberikan masukan, bagaimana mengatasi problem yang sekarang tengah dihadapi dan harus diselesaikan segera.
Semua pemain saat ini juga tengah kelimpungan karena belum ada perjanjian baru antara PBSI dengan sponsor. Yang saya sesalkan dan pertanyakan, sekarang sudah akhir tahun dan akhir perjanjian dengan sponsor, tapi belum ada kesepakatan baru.
Pemain sekarang harus bertahan tanpa uang kontrak. Kalau yang berasal dari klub besar, mungkin bisa berharap mendapat uang saku dari klub. Tapi, bagaimana dengan pemain dari klub kecil? Bagaimana juga dengan nasib pemain junior atau pratama yang baru masuk? Belum apa-apa mereka sudah dihadapkan pada situasi yang membingungkan.
Pemain sekarang harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kehidupan, latihan, serta keperluan bermain di turnamen tanpa ada kejelasan pemasukan dari kontrak. Ini tentu memberatkan buat pemain, apalagi jika berlangsung dalam waktu yang lama. Di sisi lain, kami juga punya tanggung jawab untuk terus berprestasi.
Masyarakat tidak semuanya tahu masalah yang dihadapi pemain. Masyarakat kebanyakan hanya tahu atlet berhasil jadi juara atau gagal.
Ke depan, saya dan pemain lain tentu berharap keadaan ini tidak terulang. Harus ada perencanaan yang lebih matang untuk satu masa kepengurusan. Contohnya soal pengiriman pemain. Pengurus harus lebih selektif karena mengirim pemain membutuhkan dana yang besar.
Berapa pun dana yang berhasil dikumpulkan dan dimiliki PBSI, tanpa ada perencanaan yang matang tentu akan habis.''
(Sumber: Bolanews.com)
''Sejak masuk pelatnas pada 1999, baru sekarang saya mengalami kejadian seperti ini. Pemain dipulangkan, lalu belum ada kejelasan lagi dalam waktu yang cukup lama. Biasanya menjelang kejurnas kami dikembalikan ke klub asal, tapi setelah itu langsung kembali ke pelatnas.
Kondisi seperti sekarang terus terang membuat pemain kecewa. Seharusnya ada perencanaan yang matang sehingga situasi kehabisan dana dan kondisi yang penuh tanda tanya ini tak terjadi.
Pemain melihat apa yang dilakukan mantan Ketua Umum Sutiyoso sudah maksimal dalam menggalang dana selama masa kepengurusan. Bisa dibilang beliau sudah habis-habisan untuk mengumpulkan dana.
Kami juga tak bisa menyalahkan pengurus demisioner karena mereka tak bisa mengambil keputusan. Beberapa dari mereka masih peduli dengan kami, misalnya menyediakan kok untuk latihan.
Ketua umum terpilih Djoko Santoso pasti belum mengetahui permasalahan yang ada sekarang karena beliau orang baru dalam dunia bulutangkis. Seharusnya pengurus yang mendukung beliau memberikan masukan, bagaimana mengatasi problem yang sekarang tengah dihadapi dan harus diselesaikan segera.
Semua pemain saat ini juga tengah kelimpungan karena belum ada perjanjian baru antara PBSI dengan sponsor. Yang saya sesalkan dan pertanyakan, sekarang sudah akhir tahun dan akhir perjanjian dengan sponsor, tapi belum ada kesepakatan baru.
Pemain sekarang harus bertahan tanpa uang kontrak. Kalau yang berasal dari klub besar, mungkin bisa berharap mendapat uang saku dari klub. Tapi, bagaimana dengan pemain dari klub kecil? Bagaimana juga dengan nasib pemain junior atau pratama yang baru masuk? Belum apa-apa mereka sudah dihadapkan pada situasi yang membingungkan.
Pemain sekarang harus mengeluarkan biaya sendiri untuk kehidupan, latihan, serta keperluan bermain di turnamen tanpa ada kejelasan pemasukan dari kontrak. Ini tentu memberatkan buat pemain, apalagi jika berlangsung dalam waktu yang lama. Di sisi lain, kami juga punya tanggung jawab untuk terus berprestasi.
Masyarakat tidak semuanya tahu masalah yang dihadapi pemain. Masyarakat kebanyakan hanya tahu atlet berhasil jadi juara atau gagal.
Ke depan, saya dan pemain lain tentu berharap keadaan ini tidak terulang. Harus ada perencanaan yang lebih matang untuk satu masa kepengurusan. Contohnya soal pengiriman pemain. Pengurus harus lebih selektif karena mengirim pemain membutuhkan dana yang besar.
Berapa pun dana yang berhasil dikumpulkan dan dimiliki PBSI, tanpa ada perencanaan yang matang tentu akan habis.''
(Sumber: Bolanews.com)
PROGRAM ATLIT ANDALAN MEMBONGKAR RENCANA JANGKA PENDEK
Tahu mengapa olahraga Indonesia tidak maju-maju? Karena selama ini kebijakan olahraga nasional tidak pernah berorientasi jangka panjang dan selalu terjebak rencana jangka pendek.
Karena itu, pola-pola usang tersebut harus dibongkar. Sudah saatnya pemerintah turun tangan dengan tak hanya memberi dana, tapi juga arahan serta program yang lebih jelas untuk membangkitkan kembali olahraga nasional ke trek yang benar.
Itulah kerangka besar yang menjadi visi dan misi Program Atlet Andalan (PAL), yang diluncurkan Menegpora, representasi pemerintah, 12 November. PAL, yang merupakan program percepatan peningkatan prestasi olahraga nasional di ajang internasional, diharapkan bisa mewujudkan targetnya di Asia Tenggara. Artinya, dalam kurun waktu empat tahun mendatang, Indonesia bisa kembali menjadi juara SEA Games.
Sports Science
Visi dan misi PAL itu secara jelas diungkap ketuanya, Achmad Sutjipto, di redaksi BOLA, Selasa (2/12). Pak Tjip, sapaan akrabnya, ditemani Haryo Yuniarto dari bidang hukum, dr. Arie Sutopo (kepala sports science), dan Effendi Soen (informasi, publikasi, dan pemasaran). Selama dua jam, selain menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan rencana strategis dan metodologi, Pak Tjip juga menjawab beberapa pertanyaan kritis tentang PAL, terutama yang berkaitan dengan keberadaan KONI/KOI.
”Menurut saya, kurang tepat jika PAL di-head to head-kan dengan KONI sebab kami ini hanya program, bukan sebuah lembaga. Hasil program untuk percepatan prestasi ini nantinya akan digunakan KOI dalam mengirim kontingen ke SEA Games 2009, dan multievent lainnya. Oleh karena itu, yang masuk dalam PAL adalah atlet-atlet terbaik nasional yang terdiri dari tiga level: utama, madya, dan pratama,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan induk organisasi, terutama para pelatih PB, menjadi landasan utama agar PAL bisa benar-benar maksimal.
Keinginan untuk menyosialisasikan PAL menurut Sutjipto harus terus dilakukan agar masyarakat paham bahwa program ini merupakan bantuan dan upaya pemerintah untuk membangkitkan lagi olahraga nasional. ”Program ini banyak dipakai di negara maju. Inggris dan Australia menggunakan ini untuk jangka waktu yang lebih panjang, 10-20 tahun. Tapi, karena PAL juga tergantung dari dana pemerintah, maka bukan hanya performance oriented, tapi juga budget oriented,” tambahnya.
Meski demikian, pendekatan sports science akan menjadi acuan utama sehingga setiap atlet akan memiliki kriteria berdasarkan kemampuan terbaiknya. ''Kunci PAL adalah pendekatan sports science yang akan digunakan. Ini yang membedakan dengan program jangka pendek, seperti pelatnas,'' tutur dr. Arie Sutopo. (Dede Isharrudin)
(Sumber: Bolanews.com)
Karena itu, pola-pola usang tersebut harus dibongkar. Sudah saatnya pemerintah turun tangan dengan tak hanya memberi dana, tapi juga arahan serta program yang lebih jelas untuk membangkitkan kembali olahraga nasional ke trek yang benar.
Itulah kerangka besar yang menjadi visi dan misi Program Atlet Andalan (PAL), yang diluncurkan Menegpora, representasi pemerintah, 12 November. PAL, yang merupakan program percepatan peningkatan prestasi olahraga nasional di ajang internasional, diharapkan bisa mewujudkan targetnya di Asia Tenggara. Artinya, dalam kurun waktu empat tahun mendatang, Indonesia bisa kembali menjadi juara SEA Games.
Sports Science
Visi dan misi PAL itu secara jelas diungkap ketuanya, Achmad Sutjipto, di redaksi BOLA, Selasa (2/12). Pak Tjip, sapaan akrabnya, ditemani Haryo Yuniarto dari bidang hukum, dr. Arie Sutopo (kepala sports science), dan Effendi Soen (informasi, publikasi, dan pemasaran). Selama dua jam, selain menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan rencana strategis dan metodologi, Pak Tjip juga menjawab beberapa pertanyaan kritis tentang PAL, terutama yang berkaitan dengan keberadaan KONI/KOI.
”Menurut saya, kurang tepat jika PAL di-head to head-kan dengan KONI sebab kami ini hanya program, bukan sebuah lembaga. Hasil program untuk percepatan prestasi ini nantinya akan digunakan KOI dalam mengirim kontingen ke SEA Games 2009, dan multievent lainnya. Oleh karena itu, yang masuk dalam PAL adalah atlet-atlet terbaik nasional yang terdiri dari tiga level: utama, madya, dan pratama,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan induk organisasi, terutama para pelatih PB, menjadi landasan utama agar PAL bisa benar-benar maksimal.
Keinginan untuk menyosialisasikan PAL menurut Sutjipto harus terus dilakukan agar masyarakat paham bahwa program ini merupakan bantuan dan upaya pemerintah untuk membangkitkan lagi olahraga nasional. ”Program ini banyak dipakai di negara maju. Inggris dan Australia menggunakan ini untuk jangka waktu yang lebih panjang, 10-20 tahun. Tapi, karena PAL juga tergantung dari dana pemerintah, maka bukan hanya performance oriented, tapi juga budget oriented,” tambahnya.
Meski demikian, pendekatan sports science akan menjadi acuan utama sehingga setiap atlet akan memiliki kriteria berdasarkan kemampuan terbaiknya. ''Kunci PAL adalah pendekatan sports science yang akan digunakan. Ini yang membedakan dengan program jangka pendek, seperti pelatnas,'' tutur dr. Arie Sutopo. (Dede Isharrudin)
(Sumber: Bolanews.com)
10 Desember 2008
Rusia Lirik Pelatih Bulu Tangkis Indonesia
Selasa, 09 Desember 2008 | 19:13 WIB
TEMPO Interaktif, Moskow: Rusia mulai memfokuskan diri untuk memasukkan cabang olahraga bulu tangkis dalam pembinaan utama menjelang Olimpiade London 2012. Negara yang berada di peringkat ketiga pada peraihan medali emas di Olimpiade Beijing 2008 ini mulai mempersiapkan program-program yang bisa mengantarkan para atletnya naik podium. Bahkan, Rusia pun mulai melirik pelatih-pelatih dari Indonesia untuk menangani para atletnya.
Sergei Shakhrai, petinggi Federasi Badminton Rusia, menilai tidak mudah mewujudkan ambisi agar atlet bulu tangkis mereka meraih medali. "Pada Olimpiade, atlet kita selalu tersingkir di babak pertama, itu menunjukkan bagaimana lemahnya persiapan kita," katanya.
Oleh karena itu, bekas negara adikuasa ini pun akan mulai melakukan pembenahan di sektor pembinaan atlet. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan tangan-tangan ahli yang mampu memberikan pelatihan yang paling bagus bagi para atletnya.
Andrei Antropov, Deputi Kepala Federasi Badminton Rusia, menganggap kelemahan negaranya terletak pada sistem pembinaan yang tidak maksimal. Menurutnya, sampai saat ini fasilitas pendukung masih minim. Begitu juga dengan tenaga pelatih yang belum bisa memenuhi standar maksimal. "Padahal, sebenarnya ada banyak orang muda yang begitu tertarik dengan olahraga ini," katanya.
Bagi Antropov, yang juga merupakan pemain terbaik Rusia, jika pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam sistem pembinaan, akan semakin banyak bibit-bibit yang muncul. "Saat ini telah ada sekitar 40 tim yang berkompetisi di tingkat usia sekolah, saya berharap angka itu dapat semakin meningkat nantinya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Shakhrai, demi mewujudkan semua rencana itu Rusia harus memberikan anggaran lebih besar untuk cabang ini. Hal itu perlu dilakukan guna mendatangkan pelatih-pelatih terbaik dari negara lainnya. "Kita membutuhkan keahlian dan pengalaman mereka untuk bisa mengasah atlet kami," katanya.
Shakhrai memperkirakan setidaknya butuh dua pelatih asing untuk menangani tim nasional Rusia. "Dan ada kemungkinan kami akan mengundang pelatih dari Indonesia untuk mewujudkan rencana itu, apalagi hubungan kami dengan federasi Indonesia juga terbina dengan baik," katanya.
TEMPO Interaktif, Moskow: Rusia mulai memfokuskan diri untuk memasukkan cabang olahraga bulu tangkis dalam pembinaan utama menjelang Olimpiade London 2012. Negara yang berada di peringkat ketiga pada peraihan medali emas di Olimpiade Beijing 2008 ini mulai mempersiapkan program-program yang bisa mengantarkan para atletnya naik podium. Bahkan, Rusia pun mulai melirik pelatih-pelatih dari Indonesia untuk menangani para atletnya.
Sergei Shakhrai, petinggi Federasi Badminton Rusia, menilai tidak mudah mewujudkan ambisi agar atlet bulu tangkis mereka meraih medali. "Pada Olimpiade, atlet kita selalu tersingkir di babak pertama, itu menunjukkan bagaimana lemahnya persiapan kita," katanya.
Oleh karena itu, bekas negara adikuasa ini pun akan mulai melakukan pembenahan di sektor pembinaan atlet. Salah satunya adalah dengan mempersiapkan tangan-tangan ahli yang mampu memberikan pelatihan yang paling bagus bagi para atletnya.
Andrei Antropov, Deputi Kepala Federasi Badminton Rusia, menganggap kelemahan negaranya terletak pada sistem pembinaan yang tidak maksimal. Menurutnya, sampai saat ini fasilitas pendukung masih minim. Begitu juga dengan tenaga pelatih yang belum bisa memenuhi standar maksimal. "Padahal, sebenarnya ada banyak orang muda yang begitu tertarik dengan olahraga ini," katanya.
Bagi Antropov, yang juga merupakan pemain terbaik Rusia, jika pemerintah dapat melakukan perbaikan dalam sistem pembinaan, akan semakin banyak bibit-bibit yang muncul. "Saat ini telah ada sekitar 40 tim yang berkompetisi di tingkat usia sekolah, saya berharap angka itu dapat semakin meningkat nantinya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Shakhrai, demi mewujudkan semua rencana itu Rusia harus memberikan anggaran lebih besar untuk cabang ini. Hal itu perlu dilakukan guna mendatangkan pelatih-pelatih terbaik dari negara lainnya. "Kita membutuhkan keahlian dan pengalaman mereka untuk bisa mengasah atlet kami," katanya.
Shakhrai memperkirakan setidaknya butuh dua pelatih asing untuk menangani tim nasional Rusia. "Dan ada kemungkinan kami akan mengundang pelatih dari Indonesia untuk mewujudkan rencana itu, apalagi hubungan kami dengan federasi Indonesia juga terbina dengan baik," katanya.
Shendy Puspa Irawati, If I Can Take It...I Will Get It
Oleh: Ira Ratnaiti
(Bulutangkis.com) - Ditemui di dunia maya tadi malam dengan sama-sama menggunakan fasilitas chatting untuk handphone, saya berkesempatan untuk melakukan interview singkat bersama perempat finalis di nomor ganda campuran bersama Fran Kurniawan . Shendy Puspa Irawati yang juga merupakan semifinalis ganda putri bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 adalah salah satu pemain yang menjadi sorotan pasca perhelatan ajang super series tersebut.
Memiliki nama lengkap Shendy Puspa Irawati, gadis kelahiran Nganjuk 20 Mei 1987 ini mengaku mulai terjun kedunia bulutangkis karena orang tuanya Arifin Irawan dan Sunanik Ningsih yang mencitai olah raga ini. Setelah menjadikannya sebagai hobi, Shendy kecil akhirnya bergabung bersama PB Djarum di Surabaya saat menginjak usianya yang ke 9. Shendy yang sempat “bolak-balik” pelatnas dan merasakan kerasnya pelatihan di Cipayung itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke club yang membesarkan namanya saat dia merasa kesempatan untuk berkembang di pelatnas amat terbatas, meskipun keinginan untuk kembali ke pelatnas selalu ada.
Selain bulutangkis yang menjadi hobi dan karirnya saat ini, bungsu dari dua bersaudara ini sangat senang untuk mendengarkan musik dan nonton, jenisa musik yang disukainya adalah easy listening music atau musik yang enak di dengar dan yang “ngena” ke hati, terutama lagu dari Ungu yang merupakan band favoritnya. Sedangkan film yang paling disukainya adalah The Last Samurai.
Prestasinya bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 lalu adalah salah satu prestasi yang paling dibanggakannya selain gelar di Polandia. Saat ditanya mengenai prioritas dalam berkarir di dunia bulutangkis pemain yang bertinggi badan 177 cm dan memiliki berat 75 kg ini mengungkapkan bahwa prioritas utamanya adalah ganda putri, “fokus di ganda putri, kalo di ganda campuran itu awalnya cuma iseng aja untuk pemanasan, tapi if I can take it, I will get it”. Keisengan Shendy cukup bersinar, terbukti bersama Fran Kurniawan, Shendy berhasil melaju hingga babak perempat final Djarum Indonesia Open SS 2008 sebelum akhirnya takluk oleh pemain ganda campuran nomor dua dunia Zheng Bo/Gao LIng.
Shendy yang akan memperkuat Jawa TImur di Pekan Olah Raga Nasional di Samarinda, Kalimantan-Timur bulan Juli mendatang mengaku belum memiliki target, “Nggak tau deh, belum pernah latian bareng tim Jatim, jalanin ajalah. Pokoknya lawan aja semua” ungkapnya. Sedangkan target untuk bisa menembus jajaran 15 dunia di ganda putri serta bisa turun di salah satu tournament bulutangkis tertua di dunia, All England tahun depan tak ragu di patok oleh Shendy,
Sempat malu-malu saat ditanya mengenai statusnya, akhrinya Shendy mengungkapan bahwa saat ini dia masih dalam proses yang disebut anak muda sebagai PDKT alias pendekatan, jadi untuk para pria bersiap-siaplah untuk patah hati. Dan bagi atlet-atlet muda yang ingin menjadi seperti Shendy mulailah dan terus berlatih, juga menabung untuk membeli raket armotec 800 DF dengan tarikan senar 30 bg 80 seperti yang digunakan Shendy Puspa Irawati.
Ira Ratnati, Jurnalis Bulutangkis.com
(Bulutangkis.com) - Ditemui di dunia maya tadi malam dengan sama-sama menggunakan fasilitas chatting untuk handphone, saya berkesempatan untuk melakukan interview singkat bersama perempat finalis di nomor ganda campuran bersama Fran Kurniawan . Shendy Puspa Irawati yang juga merupakan semifinalis ganda putri bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 adalah salah satu pemain yang menjadi sorotan pasca perhelatan ajang super series tersebut.
Memiliki nama lengkap Shendy Puspa Irawati, gadis kelahiran Nganjuk 20 Mei 1987 ini mengaku mulai terjun kedunia bulutangkis karena orang tuanya Arifin Irawan dan Sunanik Ningsih yang mencitai olah raga ini. Setelah menjadikannya sebagai hobi, Shendy kecil akhirnya bergabung bersama PB Djarum di Surabaya saat menginjak usianya yang ke 9. Shendy yang sempat “bolak-balik” pelatnas dan merasakan kerasnya pelatihan di Cipayung itu akhirnya memutuskan untuk kembali ke club yang membesarkan namanya saat dia merasa kesempatan untuk berkembang di pelatnas amat terbatas, meskipun keinginan untuk kembali ke pelatnas selalu ada.
Selain bulutangkis yang menjadi hobi dan karirnya saat ini, bungsu dari dua bersaudara ini sangat senang untuk mendengarkan musik dan nonton, jenisa musik yang disukainya adalah easy listening music atau musik yang enak di dengar dan yang “ngena” ke hati, terutama lagu dari Ungu yang merupakan band favoritnya. Sedangkan film yang paling disukainya adalah The Last Samurai.
Prestasinya bersama Meiliana Jauhari di Djarum Indonesia Open SS 2008 lalu adalah salah satu prestasi yang paling dibanggakannya selain gelar di Polandia. Saat ditanya mengenai prioritas dalam berkarir di dunia bulutangkis pemain yang bertinggi badan 177 cm dan memiliki berat 75 kg ini mengungkapkan bahwa prioritas utamanya adalah ganda putri, “fokus di ganda putri, kalo di ganda campuran itu awalnya cuma iseng aja untuk pemanasan, tapi if I can take it, I will get it”. Keisengan Shendy cukup bersinar, terbukti bersama Fran Kurniawan, Shendy berhasil melaju hingga babak perempat final Djarum Indonesia Open SS 2008 sebelum akhirnya takluk oleh pemain ganda campuran nomor dua dunia Zheng Bo/Gao LIng.
Shendy yang akan memperkuat Jawa TImur di Pekan Olah Raga Nasional di Samarinda, Kalimantan-Timur bulan Juli mendatang mengaku belum memiliki target, “Nggak tau deh, belum pernah latian bareng tim Jatim, jalanin ajalah. Pokoknya lawan aja semua” ungkapnya. Sedangkan target untuk bisa menembus jajaran 15 dunia di ganda putri serta bisa turun di salah satu tournament bulutangkis tertua di dunia, All England tahun depan tak ragu di patok oleh Shendy,
Sempat malu-malu saat ditanya mengenai statusnya, akhrinya Shendy mengungkapan bahwa saat ini dia masih dalam proses yang disebut anak muda sebagai PDKT alias pendekatan, jadi untuk para pria bersiap-siaplah untuk patah hati. Dan bagi atlet-atlet muda yang ingin menjadi seperti Shendy mulailah dan terus berlatih, juga menabung untuk membeli raket armotec 800 DF dengan tarikan senar 30 bg 80 seperti yang digunakan Shendy Puspa Irawati.
Ira Ratnati, Jurnalis Bulutangkis.com
Menjelang Final Super Series,Tanpa Pelatih Di Kinabalu
Peringkat teratas nomor ganda putra dan ganda campuran dikuasai oleh pemain Indonesia. Secara teori, peluang meraih gelar di dua nomor ini terbuka lebar saat Final Super Series digelar di Kota Kinabalu, Malaysia, 18-21 Desember.
Di ganda putra, Indonesia akan diwakili pasangan nomor satu dunia, Markis Kido/Hendra Setiawan. Setelah meraih medali emas di Olimpiade Beijing, mereka meraih hasil memuaskan ketika menjadi juara di tiga turnamen secara berurutan, SS China Masters, SS Denmark, dan SS Prancis.
Namun, di turnamen terakhir, SS Hong Kong, Kido/Hendra kalah di babak perempatfinal dari ganda Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Setelah rangkaian kesuksesan tersebut, Kido mengalami masalah cedera pada lutut kirinya.
''Sekarang sudah lebih baik. Terus diterapi untuk mengejar kesembuhan sebelum tampil di Final Super Series,'' ucap Kido.
Di nomor ganda putra, saingan berat Kido/Hendra akan datang dari pasangan Koo/Tan (Malaysia), Cai Yun/Fu Haifeng (Cina), Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), dan Lee Yong-dae/Jung Jae-sung (Korea).
Tanpa mengecilkan kualitas pasangan lain, perhatian ekstra layak diberikan pada Lee/Jung. Setelah tampil buruk di Beijing, mereka absen di sejumlah turnamen sepanjang bulan September-Oktober. Namun, ketika kembali turun, Lee/Jung langsung jadi juara secara berurutan di SS China Masters dan Hong Kong.
Sementara itu, di ganda campuran, pasukan Cipayung diwakili oleh Nova Widianto/Lilyana Natsir. Kebalikan dengan Kido/Hendra, Nova/Butet justru agak lama puasa gelar juara.
Korea Berat
Gelar terakhir yang diraih oleh pasangan peraih medali perak Olimpiade Beijing ini adalah saat menjuarai SS Singapura, Juni lalu. Setelah Olimpiade, Nova/Butet menjadi runner-up di SS Jepang dan SS China Masters.
Di nomor ini pun Lee Yong-dae, yang berpasangan dengan Lee Hyo-jung, bisa jadi sandungan. Sama seperti pemain Korea lain, mereka juga absen dua bulan dari berbagai turnamen. Di SS China Masters dan SS Hong Kong, peraih emas Olimpiade Beijing ini menjadi juara dan runner-up.
''Susah memang mengalahkan mereka. Kita harus lebih kuat dibanding mereka. Tak bisa kalau hanya diakali dengan teknik. Padahal secara fisik mereka lebih unggul karena usianya lebih muda,'' beber Nova.
Di Olimpiade lalu, Lee/Lee menang atas Flandy Limpele/Vita Marissa di semifinal, sedangkan di final giliran Nova/Butet yang takluk.
''Justru kalau mereka bertemu dengan pasangan Cina biasanya akan kesulitan. Soalnya pemain Cina juga sama kuat dalam segi fisik,'' lanjut Nova lagi.
Di Final SS nanti, lawan yang hadir pasti rival tangguh karena hanya delapan pemain/pasangan yang ikut serta. Menghadapi lawan tangguh, tanda tanya masih menyelimuti kubu Indonesia.
Masalah dana yang tengah membelit PBSI membuat pemain kemungkinan besar harus tampil tanpa kehadiran pelatih saat bertanding.
''Tak ada yang memberi tahu kami saat kesulitan di lapangan kalau tak ada pelatih. Sekali dua kali kita sebetulnya bisa membiayai pelatih untuk berangkat. Tapi, kalau terus-terusan, berat juga,'' sebut Kido.
''Sebetulnya kebangetan kalau di ajang sekelas Final SS kita tampil tanpa pelatih. Kehadiran pelatih pasti ada pengaruhnya. Mereka yang bisa melihat kelemahan kita saat bertanding di lapangan,'' ucap Nova. (Erwin Fitriansyah)
Di ganda putra, Indonesia akan diwakili pasangan nomor satu dunia, Markis Kido/Hendra Setiawan. Setelah meraih medali emas di Olimpiade Beijing, mereka meraih hasil memuaskan ketika menjadi juara di tiga turnamen secara berurutan, SS China Masters, SS Denmark, dan SS Prancis.
Namun, di turnamen terakhir, SS Hong Kong, Kido/Hendra kalah di babak perempatfinal dari ganda Malaysia, Koo Kien Keat/Tan Boon Heong. Setelah rangkaian kesuksesan tersebut, Kido mengalami masalah cedera pada lutut kirinya.
''Sekarang sudah lebih baik. Terus diterapi untuk mengejar kesembuhan sebelum tampil di Final Super Series,'' ucap Kido.
Di nomor ganda putra, saingan berat Kido/Hendra akan datang dari pasangan Koo/Tan (Malaysia), Cai Yun/Fu Haifeng (Cina), Lars Paaske/Jonas Rasmussen (Denmark), dan Lee Yong-dae/Jung Jae-sung (Korea).
Tanpa mengecilkan kualitas pasangan lain, perhatian ekstra layak diberikan pada Lee/Jung. Setelah tampil buruk di Beijing, mereka absen di sejumlah turnamen sepanjang bulan September-Oktober. Namun, ketika kembali turun, Lee/Jung langsung jadi juara secara berurutan di SS China Masters dan Hong Kong.
Sementara itu, di ganda campuran, pasukan Cipayung diwakili oleh Nova Widianto/Lilyana Natsir. Kebalikan dengan Kido/Hendra, Nova/Butet justru agak lama puasa gelar juara.
Korea Berat
Gelar terakhir yang diraih oleh pasangan peraih medali perak Olimpiade Beijing ini adalah saat menjuarai SS Singapura, Juni lalu. Setelah Olimpiade, Nova/Butet menjadi runner-up di SS Jepang dan SS China Masters.
Di nomor ini pun Lee Yong-dae, yang berpasangan dengan Lee Hyo-jung, bisa jadi sandungan. Sama seperti pemain Korea lain, mereka juga absen dua bulan dari berbagai turnamen. Di SS China Masters dan SS Hong Kong, peraih emas Olimpiade Beijing ini menjadi juara dan runner-up.
''Susah memang mengalahkan mereka. Kita harus lebih kuat dibanding mereka. Tak bisa kalau hanya diakali dengan teknik. Padahal secara fisik mereka lebih unggul karena usianya lebih muda,'' beber Nova.
Di Olimpiade lalu, Lee/Lee menang atas Flandy Limpele/Vita Marissa di semifinal, sedangkan di final giliran Nova/Butet yang takluk.
''Justru kalau mereka bertemu dengan pasangan Cina biasanya akan kesulitan. Soalnya pemain Cina juga sama kuat dalam segi fisik,'' lanjut Nova lagi.
Di Final SS nanti, lawan yang hadir pasti rival tangguh karena hanya delapan pemain/pasangan yang ikut serta. Menghadapi lawan tangguh, tanda tanya masih menyelimuti kubu Indonesia.
Masalah dana yang tengah membelit PBSI membuat pemain kemungkinan besar harus tampil tanpa kehadiran pelatih saat bertanding.
''Tak ada yang memberi tahu kami saat kesulitan di lapangan kalau tak ada pelatih. Sekali dua kali kita sebetulnya bisa membiayai pelatih untuk berangkat. Tapi, kalau terus-terusan, berat juga,'' sebut Kido.
''Sebetulnya kebangetan kalau di ajang sekelas Final SS kita tampil tanpa pelatih. Kehadiran pelatih pasti ada pengaruhnya. Mereka yang bisa melihat kelemahan kita saat bertanding di lapangan,'' ucap Nova. (Erwin Fitriansyah)
Pemain Bertahan Di Pelatnas, Miris Gak Sih Bawa Kok Sendiri ?
Pemandangan berbeda akan ditemui jika mengunjungi pelatnas PBSI di kawasan Cipayung, Jakarta Timur. Sejak pertengahan November lalu, suasana latihan di hall utama terlihat lengang. Sebagian lampu di atas lapangan yang kosong pun tak dinyalakan.
Keputusan PBSI, yang tengah kesulitan dana, untuk mengembalikan pemain ke klub dan pengda masing-masing membuat pelatnas sepi. Jika biasanya sehari-hari 21 lapangan dipenuhi sekitar 85 pemain utama dan pratama, kini hanya segelintir pemain yang berlatih.
Cuma sejumlah pemain yang tengah mempersiapkan diri untuk bermain di Final Super Series yang terlihat berlatih Jumat (5/12) lalu, plus pemain lain yang tetap berlatih. ''Ini sudah lumayan ramai. Biasanya malah lebih sepi,'' kata Marlev Mainaky, pelatih tunggal putri. Anak didik Marlev yang tinggal hanya Adriyanti Firdasari dan Fransiska Ratnasari.
Pada jam-jam latihan sebelum pemain dipulangkan, tebaran ratusan kok menjadi pemandangan biasa. Kini hal itu tak ada lagi.
''Miris nggak sih pemain pelatnas harus bawa kok sendiri? Pemain yang tak bawa kadang harus minta ke pemain lain,'' ucap Taufik Hidayat, yang juga terlihat berlatih tanpa pelatihnya, Mulyo Handoyo.
''Untung masih ada Koh Chris, yang bisa menyediakan kok untuk kami,'' ucap Nova Widianto, pemain ganda campuran.
Lantaran harus berangkat ke turnamen dengan biaya sendiri, pemain kini juga sibuk mencari sponsor. ''Susah buat kami untuk mencari sponsor kalau hanya untuk satu atau dua turnamen. Biasanya mereka minta untuk jangka panjang,'' lanjut Nova.
Untuk menghemat biaya, Nova cs. berusaha mencari tarif maskapai yang murah. Perbincangan Nova dengan BOLA sempat terputus karena Vita Marissa datang memberi info soal tiket murah ke Malaysia dan Korea, tempat di mana ajang Super Series digelar di awal 2009. ''Kita juga cari-cari relasi mana yang bisa memberi tiket murah,'' tutur Nova.
Nada kecewa juga terlontar dari Markis Kido soal keadaan yang sudah berlangsung sejak pertengahan November ini. ''Payah nih PBSI bisa sampai kehabisan dana. Yang repot akhirnya juga pemain kalau seperti ini,'' ujar Kido. (win)
(Sumber: Bolanews.com)
Keputusan PBSI, yang tengah kesulitan dana, untuk mengembalikan pemain ke klub dan pengda masing-masing membuat pelatnas sepi. Jika biasanya sehari-hari 21 lapangan dipenuhi sekitar 85 pemain utama dan pratama, kini hanya segelintir pemain yang berlatih.
Cuma sejumlah pemain yang tengah mempersiapkan diri untuk bermain di Final Super Series yang terlihat berlatih Jumat (5/12) lalu, plus pemain lain yang tetap berlatih. ''Ini sudah lumayan ramai. Biasanya malah lebih sepi,'' kata Marlev Mainaky, pelatih tunggal putri. Anak didik Marlev yang tinggal hanya Adriyanti Firdasari dan Fransiska Ratnasari.
Pada jam-jam latihan sebelum pemain dipulangkan, tebaran ratusan kok menjadi pemandangan biasa. Kini hal itu tak ada lagi.
''Miris nggak sih pemain pelatnas harus bawa kok sendiri? Pemain yang tak bawa kadang harus minta ke pemain lain,'' ucap Taufik Hidayat, yang juga terlihat berlatih tanpa pelatihnya, Mulyo Handoyo.
''Untung masih ada Koh Chris, yang bisa menyediakan kok untuk kami,'' ucap Nova Widianto, pemain ganda campuran.
Lantaran harus berangkat ke turnamen dengan biaya sendiri, pemain kini juga sibuk mencari sponsor. ''Susah buat kami untuk mencari sponsor kalau hanya untuk satu atau dua turnamen. Biasanya mereka minta untuk jangka panjang,'' lanjut Nova.
Untuk menghemat biaya, Nova cs. berusaha mencari tarif maskapai yang murah. Perbincangan Nova dengan BOLA sempat terputus karena Vita Marissa datang memberi info soal tiket murah ke Malaysia dan Korea, tempat di mana ajang Super Series digelar di awal 2009. ''Kita juga cari-cari relasi mana yang bisa memberi tiket murah,'' tutur Nova.
Nada kecewa juga terlontar dari Markis Kido soal keadaan yang sudah berlangsung sejak pertengahan November ini. ''Payah nih PBSI bisa sampai kehabisan dana. Yang repot akhirnya juga pemain kalau seperti ini,'' ujar Kido. (win)
(Sumber: Bolanews.com)
Langganan:
Postingan (Atom)