19 November 2008

Pia Zebadiah Bernadet


Rasa pepat itu seperti menggunung di dada Pia Zebadiah Bernadet. Sudah lama gadis itu menekuni bulutangkis sejak kelas 1 SD. Ia tahu persis kemampuannya. Walaupun sudah lama di gembleng di Pelatnas Bulutangkis di Cipayung, gadis itu merasa keahliannya di kategori tunggal putri sudah mentok. Berhari-berhari pikirannya di selimuti ide untuk pindah jalur menyeberang ke pemain ganda. Makin hari niat untuk berganti jalur itu kian kuat "berat rasanya" kata Pia mengeluh kepada kakak'a Markis Kido. Namun, niatnya itu tiba-tiba meleleh. Markis salah satu bulutangkis top dunia di nomor ganda membujuknya. Lelaki itu tahu persis potensi adiknya. "Kalau tak mampu, baru pindah ke ganda putri". Nasihat itu seperti suntikan baru bagi Pia. Buat Pia, Markis adalah sumber inspirasi. "Uda [kakak] itu kayak konsultan karierku. Dia rela menjual mobilnya untuk membiayai saya mengikuti kejuaraan di luar negri". Dengan semangat baru itu meski sempat terseok-seok, Pia akhirnya menjelma menjadi pemain putri andalan Indonesia. Di SEA Games Thailand lalu, Pia bahkan menjadi pahlawan tim merah-putih. Saat menghadapi Singapura di partai final, seluruh harapan untuk meraih medali emas ada di pundaknya. Hingga pertandingan ke 4 Indonesia dan Singapura berbagi angka sama 2-2. Pia turun menjadi juru kunci di tunggal ke 3. Sebelumnya, tunggal ke 2 Adrianti Firdasarì yg di harap menyumbang angka, tumbang. Rasa percaya dirinya tiba-tiba lenyap. Apalagi grafik prestasinya sedang anjlok drastis. Di tambah lagi cedera kakinya yg mengganggu penampilannya. Lawan yg harus di hadapi adalah Fu Mingtian, pemain yg pernah mengalahkannya. Pia merasa tak punya harapan. Rekan & ofisial tim menyemangatinya. Tak ada yg berhasil. Namun, hati Pia langsung terlecut ketika Markis membisiki "kapan lagi bisa jadi pahlawan". Pia masuk arena dgn menahan rasa sakit yg terus menusuk. Rasa sakit itu ia coba buang jauh-jauh dari pikirannya. Ia mencoba menikmati setiap nyeri yg berdenyut. Set pertama di lalui dgn kemenangan. Pada set ke 2 Pia menyerah. Pada set penentu, ketika Pia unggul 20-10 dan tim Indonesia berada di ambang kemenangan, semua merasa optimis, kecuali Markis "biar unggul 20-10, kalau keseleo terus mundur tetap saja gagal" katanya. Pia akhirnya menang. Air matanya bercucuran. Kepada wartawan setelah pertandingan Pia mengaku terharu bisa menjadi pahlawan. Namun, dua bulan setelah itu, Pia mengungkapkan kejadian sesungguhnya yg membuat ia menangis."saya menahan rasa sakit. ampun nggak ketolongan," ucap Pia sembari tertawa terbahak mengingat kejadian itu.
Dulu ia tak pernah membayangkan raket bulutangkis akan membawanya sejauh ini. Pia mengenal bulutangkis dr ibunya, Yul Asteria Zakaria. Saat itu Pia masih duduk di kelas 1 SD Nusa Indah, Bekasi. Yul memasukkan Pia kecil untuk berlatih di klub Dian Jaya di Bekasi. Setelah duduk di kelas V, Pia di pindahkan ke klub Jaya Raya. Dia pun langsung menghuni asrama klub tersebut. Di klub Jaya Raya inilah Pia mengaku banyak mendapat pelajaran berharga. Salah satunya adl cara berlatih. "kalau mama melihat saya berlatih nggak sampai keringatan, dia akan terus meminta saya berlatih sungguh-sungguh," katanya. Tahun awal masuk asrama adl tahun berat bagi Pia. Sebagai pendatang baru dgn prestasi minim, dia sering mjd bahan ejekan para seniornya. Hal itu membuat Pia gerah. Ia pun bertekad membuktikan bahwa dirinya pantang menyerah. Semangat pantang menyerah itu pula yg membawa Pia masuk asrama sekolah khusus atlet di Ragunan, Jakarta, lalu melompat kejenjang yg lebih tinggi lagi, asrama pelatnas Cipayung. Namun, ada 1 hal yg membuat nyalinya menciut. "ruangan gelap" katanya serius. Gara-gara gelap itu, Pia kerap menangis sebelum tidur saat pertama kali berada di asrama. Penyebabnya, Greysia, rekan sekamarnya, punya kebiasaan mematikan lampu sebelum tidur. Pia yg merasa segan kpd seniornya itu tak berani menyalakan lampu. Akibatnya dia rela tidak tidur semalaman suntuk. Walhasil, mata bengkak & badan lemas saat latihan keesokan harinya. Sifat penakut terhadap suasana gelap ternyata juga menghindapi kakaknya, Markis. Bahkan, jika pada malam hari salah 1 dari mereka ingin pergi ke kamar mandi untuk sekadar buang air kecil, mereka saling mengantarkan. Di Cipayung, selain Markis, Pia memiliki konsultan lain. Yg ini untuk urusan lebih pribadi. Konsultan itu tak lain adl kakak ke 2 Pia, Bona Septano. Bona mjd org kepercayaan Pia untuk mencurahkan isi hatinya. Bahkan, ketika Pia membutuhkan pendapat lain soal kekasih, Bona mjd teman bicaranya. Lalu siapa kekasih Pia? "weits, itu rahasia dong" katanya dgn malu-malu. Tapi tampaknya tidak ada rahasia dlm keluarga "lho, kan dia sama Tommy Sugiarto" ucap Markis berseloroh. Bersama ke 2 kakaknya itulah Pia mengaku tak pernah kesepian di Cipayung.

sumber:Koran Tempo Rubrik Olahraga edisi 2008-3-2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar