Pengakuan Orang Tua Liliyana Natsir yang Tak Rela Anaknya Masuk CPNS
Kami Malu Nanti Butet Dibilang Terima Gaji Buta
Umumnya orang tua atlet berharap anaknya masuk dalam jatah 55 CPNS Pemprov. Tapi, tidak demikian dengan Benno Natsir dan Olly Maramis. Orang tua kandung Liliyana Natsir, pebulutangkis nasional asal Sulut itu justru menolak anaknya ikut dijatah. Apa alasannya?
Sore kemarin sekitar pukul 17.00 Wita, suasana di toko Korona Motor Teling seperti biasa, masih dikunjungi langganan kendaraan roda dua. Toko berpagar besi bercat orange yang di depannya terpajang drum-drum plus ceceran sisa bahan pelumas oli itu nampak mulai lengang. Di balik lemari pajangan kaca panjang duduk wanita berperawakan sedang yang sedang melayani pembeli. Begitu disapa wanita parobaya bernama Olly Maramis ini menyambut ramah wartawan koran ini. Dia menunjukkan sikap bersahabat. Padahal, perempuan inilah yang melahirkan serta membesarkan salah satu juara dunia bulutangkis satu-satunya asal Sulut, Liliyana Natsir.
Banyak hal langsung dia ungkapkan saat mengetahui maksud kedatangan koran ini, terutama tentang alasan penolakan sang mama agar Liliyana yang biasa disapa Butet masuk CPNS. ''Oh, kalo itu, kami bukan asal menolak. Paling pokok adalah karena kami malu nanti anak kami dikatakan terima gaji buta," kata sang mama.
Secara panjang lebar dia menuturkan, sebagai orang tua, selain kelak bermasalah dengan rekan sekantor, penolakan itu juga didasari pertimbangan agar karier putrinya di cabang bulutangkis tidak terganggu. "Bagaimana dia mo maso PNS, padahal sebagai atlet tiap hari berlatih. Jadi, mana ada waktu bekerja dan masuk kantor. Nah, kalau jadi pegawai negeri, jelas harus meninggalkan dunia bulutangkis," urai Olly dengan nada tanya.
Dia juga tak khawatir, kelak jika anaknya pensiun dari olahraga tepok bulu itu, bakal tak mendapat pekerjaan. Sebagai atlet yang sudah berprestasi dunia, penghasilan Butet lumayan besar.
Saat merebut juara di Kejuaraan Dunia Bulutangkis di USA 2005 lalu pasangan ganda campuran bersama Nova Widianto itu mendapat kucuran bonus Rp100 juta dari Ketua PBSI Sutiyoso dan Rp30 juta dari Ketua KONI Agung Gumelar. Belum lagi hadiah perumahan di Jakarta. Begitu pun ketika meraih medali emas SEA Games Filipina, total Rp150 juta dikantongi dari KONI maupun PBSI. ''Untuk uang pensiun hari tua, Butet sudah siap karena telah mendapatkan dari penghargaan Satya Lencana Parana Krida dari presiden SBY saat meraih juara dunia," sambungnya.
Sedangkan untuk kehidupannya saat ini, Butet yang juga menyumbang medali emas untuk Sulut di PON Palembang itu juga mendapat gaji bulananan dari PB Tangkas Rp250 ribu, PBSI Rp2 juta dan Program Indonesia Bangkit sampai tahun ini Rp4,6 juta ditambah Rp125 juta per tri wulan dari sponsor Yonex. "Kami rasa ini merupakan perhargaan baginya karena apa yang didapatkan saat ini bukan tanpa pengorbanan. Bahkan sekolahnya pun dikorbankan," lanjut Olly, yang mengaku, Butet belajar bulutangkis sejak usia 9 tahun di PB Pisok Manado, Pusdiklat Manado dan dilanjutkan PB Tangkas Jakarta, telah menyedot anggaran sedikitnya Rp250 juta lebih.
Lantas, bagaimana dengan isu kepindahan Butet ke Jakarta? Ny Olly tidak membantah, sebab anaknya sendiri belum menanda tangani surat yang ditawarkan Pengda PBSI Jakarta. "Kami telah memintanya untuk memperkuat Sulut di PON lalu. Tapi untuk PON mendatang, itu hak dia menentukan pilihan. Hanya saja, sebagai pebulutangkis professional dia sangat membutuhkan penghargaan dan perhatian dari daerahnya,'' jelas Ny Olly yang ikut dibenarkan suaminya Benno Natsir. Sayangnya, saat wawancara kemarin, Butet sendiri belum bisa dihubungi. Telepon selularnya saat itu tengah off.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar