22 Oktober 2008

Greysia Polii

Saya mulai main bulutangkis saat usia saya masih lima tahun. Ketika itu saya melihat tante saya main bulutangkis, kemudian tante mengajak saya untuk ikut latihan. Trus ada Kak Deyana Lomban ( mantan pemain Piala Uber Indonesia-red) yang juga mengajak ikut main. Tadinya hanya main-main aja, tetapi lama-lama menang juga, jadinya ketagihan.

Saat itu saya main di tunggal trus ikut satu kejuaraan, saya lupa namanya, eh nggak tahunya bisa juara, duh senengnya. Padahal saat itu usia saya masih enam tahun, tetapi bisa ngalahin lawan-lawan yang lebih gede, usianya di atas saya, yaitu sudah 10 tahun umurnya. Saya juga pernah juara di Poeseni SD membela SD Eben Hezer Manado.

Setelah papa meninggal, tinggal mama sendiri yang berjuang keras ingin memajukan saya. Saat itu bagaimana susahnya untuk membeli sepatu dan raket bulutangkis, mama nggak punya duit. Untuk dapet sepatu dan raket itu, mama yang berjuang keras membantu saya dengan cara menjual baju dan uangnya bisa untuk membeli sepatu dan raket untuk saya. Hehehe…

Mama jugalah yang berusaha keras untuk membawa saya pindah ke Jakarta agar lebih memgembangkan kemampuan saya main bulutangkis saya karena katanya saya mempunyai bakat yang besar . Saat itu, untuk membawa saya ke Jakarta, mama hanya punya modal nekat doang. Mama jugalah yang menjaga saya selama latihan di Klub Jaya Raya.

Usaha keras mama ini merupakan pengalaman menarik masa kecil saya yang tidak bisa dilupakan. Saya bisa seperti ini juga gara-gara masa kecil saya seperti itu. Sejak kecil, saya orangnya menerima apa adanya. Jadi saya bahagia dengan kondisi apapun. Saya nggak pernah mengeluh. Apa saja mau. Saya senang menjalani hidup ini karena di usia muda, saya pernah juara di Manado.

Setelah masuk di klub Jaya Raya, pelatih saya saat itu, Ibu Retno Kustiyah, melihat saya lebih berbakat main di ganda daripada di tunggal. Ibu Retno menyarankan saya main di ganda saja. Akhirnya di usia 14 tahun, saya putuskan untuk main di ganda dan kemudian ikut salah satu kejuaraan. Eh, nggak disangka bisa juara.

Akhirnya saya terus menekuni ganda karena hati saya sudah bulat di ganda. Berbekal juara di berbagai kejuaraan, di usia 16 tahun, saya mulai masuk ke Pelatnas sampai sekarang.

Perjuangan keras mama yang mendukung saya main bulutangkis membuat saya semakin bersemangat dan termotivasi untuk bisa memberikan prestasi yang terbaik.Sampai saat ini, saya masih belum puas dengan prestasi yang saya raih. Mungkin keluarga sudah merasa bangga dengan apa yang saya peroleh saat ini, tetapi saya merasa belum. Saya ingin lebih baik lagi ke depannya. Semoga dengan maju di Final Piala Uber, bisa dapat menambah motivasi saya untuk lebih berprestasi. Saya ingin menjadi contoh yang dapat dibanggakan dalam keluarga. Saya ingin menjadi juara tidak hanya di lapangan melainkan di luar lapangan. Juara di lapangan saya ingin juara dunia, juara olimpiade, dan kejuaraan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar