Pada saat penandatanganan kontrak disalah satu pasalnya disebutkan apabila pemain tidak mencapai target yang ditetapkan oleh PBSI selama mengikuti kejuaraan dua kali berturut-turut maka mereka harus bersedia melakukan 'Re-trainning' selama 1,5 bulan dan tidak akan diikutsertakan dalam kejuaraan selama re-trainning tersebut. (Dengan catatan bahwa mereka kalah denga lawan yang di bawah peringkat mereka tapi apabila mereka ditargetkan masuk perempat final tapi dalam drawingnya mereka langsung bertemu pemain-pemain unggulan yang peringkatnya lebih bagus dari mereka maka jelas mereka tidak dapat dikenakan sanksi tersebut).
Apabila berhasil menjadi juara jelas ada penghargaan berupa bonus 'uang' sesuai dengan tingkat kejuaraan yang diikuti, tapi harus diingat hanya menjadi juara yang mendapatkan bonus apabila hanya runner up or semifinalis dapet bonus 'omelan' dari pencinta bulutangkis di tanah air.
Sebagai tambahan, pemain yang lolos seleksi dalam seleknas yang baru lalu, tidak langsung masuk pelatnas Cipayung tapi digodok dulu di Magelang asrama calon taruna TNI selama 4 bulan (kalau ngga salah lho, soalnya sampai sekarang tema saya yang lolos seleknas kemarin juga masih belum tau disana berapa lama, empat atau enam bulan). Katanya sich disana buat ditingkatkan lagi rasa nasionallisme dan cinta tanah airnya. Dan tentunya untuk melatih disiplin dan stamina. (Cuma yang saya pikir tuh selama disana berarti ngga boleh gondrong atau merokok tentunya. He he he... Mungkin mereka lebih sering pegang senapan dibanding raket kali ya. Ntar kalau sudah betah boleh ngelanjutin jadi calon taruna TNI ngga ya? Dibanding jadi atlet badminton. Wakakakak)
Untuk catatan bahwa stamina Lee Chong Wei tuh lebih bagus dibandingkan dengan stamina Lin Dan tapi memang pukulan Lin Dan lebih bertenanga dibanding LCW. jadi apakah kita harus ngikutin cara berlatihnya Lin dan atau LCW nich Bung Kris? Atau ngikutin gaya berlatihnya Taufik Hidayat saja yang memiliki tehnik pukulan yang paling komplit dibanding pemain lainnya. Karena tipikal permainan dari pemain yang berbeda-beda maka tidak bisa kita seenaknya meniru gaya berlatih seseorang. (Contohnya yang mengikuti pelatihan ala militer di China bukan hanya Lin Dan tapi kok Bao Cun Lai or Chen Jin tidak dapat secermelang Lin Dan?
Seperti halnya LCW mereka juga mengikuti pelatnas di Malaysia bersama-sama tapi kenapa hanya LCW yang bisa muncul menjadi juara dari Malaysia? He he he. Jadi menurut saya sich, walaupun berlatih bersama atau mengikuti cara berlatih seseorang juara bukan berarti otomatis dia juga bisa menjadi juara karena tidak semua tipikal permainan cocok dengan gaya berlatih orang lain. Contohnya Taufik Hidayat yang selalu membawa sendiri pelatihnya karena dia merasa paling cocok dengan gaya melatih pelatihnya, mirip dengan gaya berlatih pemain tenis profesional, dan menurut saya sich ini gaya berlatih yang bagus. Karena contohnya selama dipelatnas Taufik memiliki teman berlatih yang juga dilatih oleh Mulyo (pelatih Taufik). Tapi hasilnya sangat-sanat berbeda.
Jadi menurut saya gaya berlatih yang memiliki pelatih sendiri seperti petenis profesional lebih bagus dibanding gaya berlatih bersama-sama. He he he, ini hanya pemikiran saya doang lho, yang kebetulan sependapat dengan Taufik Hidayat, mungkin karena saya mirip-miri Taufik Hidayat ya gaya mainnya. Wakakakaka (ngga boleh protes ya...).
Untuk tambahan lagi, bahwa pemain profesional Indonesia saat ini berlatih di GOR Banthong Cijantung yang sudah disewa oleh Taufik Hidayat selama satu tahun, kalau mau lihat latihan mereka bisa dateng aja kesana untuk melihat mereka latihan. Beberapa pemain pelatnas juga sering diminta untuk ikutan latihan disana, karena sebenarnya mereka kekurangan sparing partner yan seimbang.
BliPutu :
''Menurut informasi yang saya dapatkan dari beberapa media beberapa minggu yang lalu bahwasannya pengurus PBSI akan melakukan 'skorsing' kepada para atlit pelatnas yang gagal (kalah) dalam pertandingan.
Tadi malam saya bertemu dengan salah satu orang tua (ayah) dari seorang atlit pratama bahwa skorsing itu akan tetap di berlakukan dengan catatan 'jika si atlit tersebut (yang sudah memiliki rangking) kalah dari lawannya dengan rangking yang berada di bawah
rangking atlit tersebut'.
Sistim ini sebenarnya bagus. Karena si atlit tersebut akan dituntut untuk selalu tekun dalam berlatih dan harus memiliki semangat tempur yang tinggi. Tetapi bagaimana dengan istilah kalah dan menang dalam sebuah pertandingan adalah suatu hal yang sudah biasa terjadi.''
Hadi Samsul :
''Hukuman? Kenapa tidak pembinaan saja. Apa tidak terlalu berlebihan ya? Rasanya untuk penerapan disiplin dan mental juara bukan dengan menghukum. Jika yang kalah dihukum, bagaimana dengan yang menang? Apakah berlaku Reward and Punishment juga?''
Dedi Iswanto :
''Nimbrung ah. Untuk memacu semangat, disiplin, keinginan untuk menang terus, hukuman sah-sah aja tapi bentuknya yang konstruktif atau jadi demotivasi. Menghukum dengan tidak mengirimkan ke kejuaran berikut selama dua bulan rasanya malah tidak ada unsur pembinaannya deh.
Mungkin salah satu contoh sok tau saya, menambah porsi latihan, atau malam minggu jadi nggak libur tapi latihan, dan sebagainya. He he he.''
(Sumber: badminton-indonesia@yahoogroups.com)
badminton indonesia menurun salah siapa?
BalasHapuskeren
BalasHapusmantap
BalasHapusbagus
BalasHapussalam kenal
BalasHapussemoga bermanfaat
BalasHapussemoga berhasil
BalasHapus