Jakarta (ANTARA News) - Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Andi Malarangeng mengimbau regenerasi atlet terutama cabang bulutangkis harus seimbang agar tradisi emas pada event internasional bisa tetap terjaga.
"Ketika senior tidak dalam posisi puncak maka pelapisnya sudah siap. Tidak seperti saat ini," katanya di sela kunjungan ke markas Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) Cipayung Jakarta Timur, Sabtu.
Menurut dia, jika regenerasi atlet terlambat maka peluang untuk mempertahankan tradisi emas pada event SEA Games, Asian Games maupun Olimpiade akan lebih berat.
Saat ini, kata dia, atlet-atlet muda dari luar negeri terus bermunculan. Untuk itu perlu secepatnya Indonesia mengkutinya agar tidak tertinggal.
"Seperti di SEA Games Laos lalu. Banyak pemain muda luar bermunculan. Itu harus diwaspadai," katanya menambahkan.
Ia menambahkan dengan adanya evaluasi internal diharapkan secepatnya mampu memberikan soluasi agar pembinaan maupun regenerasi bulutangkis berjalan efektif.
"Pelapis sangat diperlukan, bukan hanya bulutangkis saja namun seluruh cabang olah raga yang lain," katanya menegaskan.
Ketika ditanya mengenai banyaknya pemain bulutangkis unggulan yang berlatih diluar pelatnas, mantan juru bicara presiden itu tidak mempermasalahkan, asal masih dalam pemantauan.
"Kita akan menintegrasikan antara yang berlatih di Pelatnas maupun yang diluar. Yang jelas mereka harus mempertahankan kondisinya agar siap diterjunkan pada event-event internasional," katanya.
Atlet unggulan yang saat ini berlatih diluar pelatnas Cipayung diantaranya adalah Taufik Hidayat sedangkan yang tetap bertahan di pelatnas diantaranya Sony Dwi Kuncoro, Simon Santoso maupun Maria Kristin.
Tim bulutangkis Indonesia setelah bertanding di SEA Games akan dipersiapkan untuk beberapa pertandingan internasional. Selain itu disiapkan untuk Asian Games di Guangzhu Cina dan Olimpiade.(*)
17 Januari 2010
Target PBSI di Tahun 2010
Memasuki tahun 2010 PBSI memiliki beberapa target penting yang diincar. Target paling dekat adalah kualifikasi Thomas-Uber Cup (TUC) 2010 yang akan dilaksanakan di Thailand, 21-28 Februari 2010 dan masih ada Asian Games 2010 di Guangzhou, 13-21 November. Selain tentunya rangkaian 12 turnamen kelas Super Series yang biasa diikuti atlet pelatnas.
“Yang paling utama dan dekat adalah lolos ke babak utama Piala Thomas-Uber. Melihat lawan-lawan yang mungkin kita hadapi, perjuangan untuk lolos tidak mudah,” kata Christian Hadinata, Kasubid Pelatnas PBSI. Di kualifikasi TUC, Cina dan Malaysia tidak akan ambil bagian. Kemudahan itu diperoleh Cina sebagai juara bertahan dan Malaysia yang ditunjuk jadi tuan rumah putaran final yang akan dimainkan di bulan Mei 2010. Tanpa dua negara tersebut, masih ada lawan berat seperti Korea, Jepang, Thailand, India atau Cina Taipeh.
“Untuk putri, melihat hasil di SEA Games lalu, mereka harus kerja keras lagi buat lolos. Sedang untuk putra, peluangnya lebih besar karena kekuatan kita relatif lebih baik,” lanjut Christian. Melihat kekuatan yang dimiliki pelatnas PBSI saat ini Christian mengakui Indonesia masih akan mengandalkan pemain senior untuk meraih prestasi. Termasuk di ajang Super Series ataupun multi event Asian Games.
“Secara keseluruhan, di tahun 2010 kita masih akan menggantungkan harapan pada pemain senior untuk meraih gelar juara. Sedangkan pemain muda atau pelapis kita harapkan bisa mengejar ketinggalan dari para pemain senior sehingga pada 2011 mereka sudah bisa siap untuk menggantikan posisi pemain senior yang mungkin sudah tidak bermain lagi,” jelas Christian.
Rencana ini juga sudah diungkapkan Ketua Umum PBSI, Djoko Santoso, ketika pembubaran tim SEA Games beberapa waktu lalu. Panglima TNI ini menyimpan optimisme pada perkembangan pemain muda lantaran para pemain pratama mulai menunjukkan perkembangan yang cukup menjanjikan. Tahun lalu, ganda putra Rendy Sugiarto/Angga Pratama jadi juara Asia . “Ke depan, selain mengirimkan pemain senior, PBSI juga akan berusaha mematangkan pemain pelapis dengan mengirimkan mereka ke turnamen,” kata Djoko.
Jika dilihat pada tiap nomor, tunggal putra masih akan diperkuat Sony Dwi Kuncoro dan Simon Santoso. Pada nomor ganda putra, jika Markis Kido/Hendra Setiawan jadi mundur dari pelatnas, maka harapan disematkan ke pundak Bona Septano/M. Ahsan dan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama Dasuki yang selama ini menjadi pelapis.
“Tanggung jawab kami makin berat karena Kido/Hendra keluar dari pelatnas, bukan pensiun. Artinya kami masih mungkin akan berhadapan dengan mereka di turnamen,” kata Ahsan.
Di tunggal putri, masih ada Maria Kristin dan Adriyanti Firdasari. Sedang di ganda putri bertumpu pada Greysia Polii/Nitya Krishinda dan Shendy Puspa/Meiliana Jauhari. Pada nomor ganda campuran Nova Widianto/Lilyana Natsir diperkirakan masih bisa memberikan kontribusinya. Hanya saja, usia Nova yang sudah memasuki 33 tahun membuat dirinya tak lagi bisa terus menerus diturunkan di setiap turnamen. Di nomor ini pasangan Fran Kurniawan/Pia Zebadiah diharap sudah bisa beprestasi di Super Series. “Target kami di tahun ini paling tidak menjuarai satu turnamen Super Series. Kalau belum bisa akan kami kejar terus. Kalau dapat satu syukur, dan kami akan kejar yang berikutnya,” ujar Fran.
“Mau tak mau kita harus jeli memilih turnamen. Yang penting kualitas, bukan kuantitas. Lebih baik sedikit ikut turnamen tapi menghasilkan gelar juara daripada banyak ikut turnamen tapi tak pernah menjadi juara,” jelas Christian.
Untuk mencapai target yang tidak mudah ini PBSI berusaha melakukan perbaikan memasuki tahun 2010 ini. Salah satunya adalah dengan menarik pelatih PB Djarum, Agus Dwi Santoso, untuk menangani sektor tunggal putra. Sepeninggal Hendrawan yang mengundurkan diri usai turnamen Piala Sudirman Mei 2009, nomor bergengsi ini ditangani asisten pelatih Davis Efraim yang menjadi pelatih. Agus bukan orang asing di lingkungan pelatnas. Ketika meraih medali perak Olimpiade Sydney 2000, Hendrawan dilatih oleh Agus.
“Agus dipilih karena kami nilai paling kompeten. Kami berharap prestasi pemain di tunggal putra makin membaik setelah dia tangani,” kata Kabid Pembinaan dan Prestasi PBSI, Lius Pongoh. “Sekali lagi, di level Super Series, kami berharap pemain bisa meraih gelar lebih banyak dibanding tahun lalu. Lalu pemain pelapis yang dikirim ke turnamen Gold Gran Prix atau Grand Prix juga bisa meraih juara. Target lain adalah lolos kualifikasi Thomas-Uber, dan mempertahankan medali emas di Asian Games,” tegas Christian.
Sederet target yang penuh tantangan sudah terpampang di depan mata. Perlu kerja keras dan kerja sama dari segenap elemen bulutangkis agar Indonesia bisa kembali berjaya di level internasional. Begitu pula bagi pihak sponsor, PT. Djarum yang pada tahun 2010 ini akan terus mendukung penyelenggaraan kegiatan bulutangkis baik di level nasional maupun internasional. Sederet hadiah yang akan tingkatkan telah dipersiapkan Djarum untuk memacu prestasi dan memberikan penghargaan pada atlet bulutangkis Indonesia.
”Hingga saat ini kami masih terus berkoordinasi dan berpartisipasi langsung dengan PBSI untuk menjadikan penyelenggaraan Djarum Sirkuit Nasional dan Djarum Indonesia Open Super Series lebih baik dari tahun lalu dan tentunya didukung dengan peningkatan hadiah. Sementara PB Djarum pun terus akan menyumbang atlet-atlet terbaiknya untuk masuk pelatnas dan bertanding di kejuaraan Nasional dan Internaisonal. Semua adalah demi terciptanya prestasi Bulutangkis Indonesia yang lebih baik”, ujar pihak Djarum Yan Haryadi.
“Yang paling utama dan dekat adalah lolos ke babak utama Piala Thomas-Uber. Melihat lawan-lawan yang mungkin kita hadapi, perjuangan untuk lolos tidak mudah,” kata Christian Hadinata, Kasubid Pelatnas PBSI. Di kualifikasi TUC, Cina dan Malaysia tidak akan ambil bagian. Kemudahan itu diperoleh Cina sebagai juara bertahan dan Malaysia yang ditunjuk jadi tuan rumah putaran final yang akan dimainkan di bulan Mei 2010. Tanpa dua negara tersebut, masih ada lawan berat seperti Korea, Jepang, Thailand, India atau Cina Taipeh.
“Untuk putri, melihat hasil di SEA Games lalu, mereka harus kerja keras lagi buat lolos. Sedang untuk putra, peluangnya lebih besar karena kekuatan kita relatif lebih baik,” lanjut Christian. Melihat kekuatan yang dimiliki pelatnas PBSI saat ini Christian mengakui Indonesia masih akan mengandalkan pemain senior untuk meraih prestasi. Termasuk di ajang Super Series ataupun multi event Asian Games.
“Secara keseluruhan, di tahun 2010 kita masih akan menggantungkan harapan pada pemain senior untuk meraih gelar juara. Sedangkan pemain muda atau pelapis kita harapkan bisa mengejar ketinggalan dari para pemain senior sehingga pada 2011 mereka sudah bisa siap untuk menggantikan posisi pemain senior yang mungkin sudah tidak bermain lagi,” jelas Christian.
Rencana ini juga sudah diungkapkan Ketua Umum PBSI, Djoko Santoso, ketika pembubaran tim SEA Games beberapa waktu lalu. Panglima TNI ini menyimpan optimisme pada perkembangan pemain muda lantaran para pemain pratama mulai menunjukkan perkembangan yang cukup menjanjikan. Tahun lalu, ganda putra Rendy Sugiarto/Angga Pratama jadi juara Asia . “Ke depan, selain mengirimkan pemain senior, PBSI juga akan berusaha mematangkan pemain pelapis dengan mengirimkan mereka ke turnamen,” kata Djoko.
Jika dilihat pada tiap nomor, tunggal putra masih akan diperkuat Sony Dwi Kuncoro dan Simon Santoso. Pada nomor ganda putra, jika Markis Kido/Hendra Setiawan jadi mundur dari pelatnas, maka harapan disematkan ke pundak Bona Septano/M. Ahsan dan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama Dasuki yang selama ini menjadi pelapis.
“Tanggung jawab kami makin berat karena Kido/Hendra keluar dari pelatnas, bukan pensiun. Artinya kami masih mungkin akan berhadapan dengan mereka di turnamen,” kata Ahsan.
Di tunggal putri, masih ada Maria Kristin dan Adriyanti Firdasari. Sedang di ganda putri bertumpu pada Greysia Polii/Nitya Krishinda dan Shendy Puspa/Meiliana Jauhari. Pada nomor ganda campuran Nova Widianto/Lilyana Natsir diperkirakan masih bisa memberikan kontribusinya. Hanya saja, usia Nova yang sudah memasuki 33 tahun membuat dirinya tak lagi bisa terus menerus diturunkan di setiap turnamen. Di nomor ini pasangan Fran Kurniawan/Pia Zebadiah diharap sudah bisa beprestasi di Super Series. “Target kami di tahun ini paling tidak menjuarai satu turnamen Super Series. Kalau belum bisa akan kami kejar terus. Kalau dapat satu syukur, dan kami akan kejar yang berikutnya,” ujar Fran.
“Mau tak mau kita harus jeli memilih turnamen. Yang penting kualitas, bukan kuantitas. Lebih baik sedikit ikut turnamen tapi menghasilkan gelar juara daripada banyak ikut turnamen tapi tak pernah menjadi juara,” jelas Christian.
Untuk mencapai target yang tidak mudah ini PBSI berusaha melakukan perbaikan memasuki tahun 2010 ini. Salah satunya adalah dengan menarik pelatih PB Djarum, Agus Dwi Santoso, untuk menangani sektor tunggal putra. Sepeninggal Hendrawan yang mengundurkan diri usai turnamen Piala Sudirman Mei 2009, nomor bergengsi ini ditangani asisten pelatih Davis Efraim yang menjadi pelatih. Agus bukan orang asing di lingkungan pelatnas. Ketika meraih medali perak Olimpiade Sydney 2000, Hendrawan dilatih oleh Agus.
“Agus dipilih karena kami nilai paling kompeten. Kami berharap prestasi pemain di tunggal putra makin membaik setelah dia tangani,” kata Kabid Pembinaan dan Prestasi PBSI, Lius Pongoh. “Sekali lagi, di level Super Series, kami berharap pemain bisa meraih gelar lebih banyak dibanding tahun lalu. Lalu pemain pelapis yang dikirim ke turnamen Gold Gran Prix atau Grand Prix juga bisa meraih juara. Target lain adalah lolos kualifikasi Thomas-Uber, dan mempertahankan medali emas di Asian Games,” tegas Christian.
Sederet target yang penuh tantangan sudah terpampang di depan mata. Perlu kerja keras dan kerja sama dari segenap elemen bulutangkis agar Indonesia bisa kembali berjaya di level internasional. Begitu pula bagi pihak sponsor, PT. Djarum yang pada tahun 2010 ini akan terus mendukung penyelenggaraan kegiatan bulutangkis baik di level nasional maupun internasional. Sederet hadiah yang akan tingkatkan telah dipersiapkan Djarum untuk memacu prestasi dan memberikan penghargaan pada atlet bulutangkis Indonesia.
”Hingga saat ini kami masih terus berkoordinasi dan berpartisipasi langsung dengan PBSI untuk menjadikan penyelenggaraan Djarum Sirkuit Nasional dan Djarum Indonesia Open Super Series lebih baik dari tahun lalu dan tentunya didukung dengan peningkatan hadiah. Sementara PB Djarum pun terus akan menyumbang atlet-atlet terbaiknya untuk masuk pelatnas dan bertanding di kejuaraan Nasional dan Internaisonal. Semua adalah demi terciptanya prestasi Bulutangkis Indonesia yang lebih baik”, ujar pihak Djarum Yan Haryadi.
Catatan Kecil Hendri Kustian Litbang, Galilah Ilmu China
Bulutangkis.com - Turnamen China Master yang berakhir minggu lalu (20/09), mengukuhkan dominasi dan regenerasi pebulutangkis China. Tuan rumah menguasai empat nomor final sesama pemain China. Bahkan dua diantaranya dijuarai oleh muka-muka baru ditunggal putri melalui Wang Shixian dan pasangan ganda campuran, Tao Jiaming/Wang Xiaoli. Negeri tirai bambu ini seakan tidak terputus melahirkan pebulutangkis-pebulutangkis handal.
Khusus untuk tunggal putri, China seakan telah membuat berlapis-lapis generasi. Masih ingat di benak pecinta bulutangkis ketika ajang superseries tahun pertama di gelar tahun 2007, China merebut sembilan dari dua belas gelar tunggal putri yang terdistribusi pada Xie Xingfang (5 gelar), Zhang Ning (2), Zhu Lin (1) dan Lu Lan (1). Tahun 2008 lalu ketika prestasi pemain-pemain papan atas seperti Xie Xingfang, Lu Lan dan Zhu Lin masih diperhitungkan, Wang Yihan menggebrak dengan menjuarai Japan Open Superseries yang diikuti oleh rekannya Wang Lin yang menggenggam Denmark dan France Open SS serta Jiang Yanjiao berjaya di China Open SS.
Tahun ini muncul lagi talenta-talenta baru yang langsung menyeruak keatas. Wang Shixian yang baru saja menjuarai China Master sebelumnya telah meraih gelar Malaysia Open GPG. Dua rekannya lainnya Wang Xin menjadi kampiun di Philippine Open GPG dan Liu Jian memenangkan Thailand Open GPG. Sekarang China setidaknya memiliki tiga lapis generasi tunggal putri yang berprestasi dalam waktu bersamaan yaitu lapis pertama Xie Xingfang, Zhu Lin dan Lu Lan. Kemudian Wang Yihan, Wang Lin dan Jiang Yanjiao lalu disusul Wang Shixian, Wang Xin dan Liu Jian. Lapis ini belum dihitung pemain-pemain yunior lainnya yang sudah siap merangkak keatas seperti juara Asia Yunior 2008 Li Xuaerui dan juara Asia Yunior 2009, Chen Xiaojia.
Walaupun tidak sehebat di tunggal putri, nomor-nomor lain China tetap terdepan dalam regenerasi. Pemain tunggal putra, Chen Long mulai menebar ancaman bagi pebulutangkis lainnya dengan menjuarai Philippine Open GPG dan menaklukkan maestro bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat. Sektor ganda putri diwakili oleh perkasanya Cheng Su/ Zhao Yunlei sejak akhir tahun lalu disamping pasangan Du Jing/Yu Yang yang lebih dulu mapan. Demikian pula di ganda campuran ketika Ma Jin berhasil memerankan pengganti Gao Ling untuk menjadi pasangan Zheng Bo dan meraih juara dibeberapa turnamen. Disamping itu China mengandalkan pasangan lainnya He Hanbing/Yu Yang serta juara China Master 2009 Tao Jiaming/Wang Xiaoli. Wang Xiaoli sendiri juga berprestasi diganda putri bersama Ma Jin. Satu-satunya regenerasi China yang terbilang lemah adalah nomor ganda putra dimana belum terlihat pengganti sekuat pasangan Fu Haifeng/Cai Yun.
''Belajarlah sampai ke negeri China''. Sebuah kalimat bijak pantas menjadi pembelajaran bagi insan bulutangkis Indonesia. Kita harus mengakui bahwa China lebih baik dari Indonesia dalam pembinaan bulutangkis. Jadi tidak ada salahnya mempelajari kunci-kunci sukses China. Tetapi itu sulit dilakukan karena China sendiri belum tentu mau berbagi resep kepada negara lain dalam sistem pembinaannya. Minimal Indonesia bisa melihat keseriusan China dengan menggelar dua turnamen sekelas superseries yaitu China Master dan China Open selain ajang Piala Sudirman. Dari turnamen seperti ini pemain-pemain muda akan memperoleh pengalaman bertemu dengan pemain level atas dunia yang sulit didapatkan kalau turnamen itu berlangsung diluar negeri. Ketika China Master kurang diminati pebulutangkis kelas atas dari Indonesia dan Korea, tuan rumah masih mempunyai keuntungan lain dengan naiknya peringkat pemainnya karena mendulang poin yang besar di superseries. Sebagai contoh sang juara, Wang Shixian naik dari peringkat ke-64 menjadi ke-39. Demikian pula rekannya Wang Xin yang menembus semifinal naik dari peringkat 72 pekan sebelumnya menjadi peringkat ke-48. Bukan tidak dengan bekal tersebut, keduanya bisa peringkat 20 besar dunia pada akhir tahun ini.
Berbicara mengenai turnamen Internasional, Indonesia tidak hanya tertinggal dari China tetapi juga dari negeri tetangga Malaysia. Tahun ini Malaysia menggelar turnamen Malaysia Open Superseries dan Malaysia Open Grand Prix Gold. Padahal Malaysia harus menggelar hajatan lainnya yakni Kejuaraan dunia Yunior dan Kejuaraan Asia Yunior serta sebuah turnamen kelas Challenge yang belum ditentukan kepastiannya November mendatang. Indonesia hanya sebanding dengan Korea yang menggelar satu turnamen superseries, satu turnamen Challenge dan satu turnamen International lainnya yakni kejuaraan Asia untuk Korea dan Tangkas Alfamart Open untuk Indonesia. Dalam sebuah acara Ka. Bid. Turnamen PBSI, Mimi Irawan mengatakan bahwa kemungkinan baru tahun 2011, Indonesia bisa menggelar turnamen Grand Prix Gold sebagai tambahan Indonesia Open Superseries.
Keseriusan dalam peningkatan prestasinya diperlihatkan pula oleh India dimana mereka menggelar kejuaraan dunia, India Open Grand Prix Gold dan India Open Grand Prix. Prestasi pemain-pemain India telah memperlihatkan peningkatan yang cukup baik. Pemain putri, Saina Nehwal berhasil menggengam juara Indonesia Open SS, kemudian pasangan ganda putra Rapesh Kummar/Thomas Sanave memenangkan New Zealand Open GP dan teranyar pasangan ganda campuran Diju V/Jwala Gutta menjuarai Taepei Open GPG setelah difinal mengalahkan pasangan Indonesia Hendra A Gunawan/Vita Marissa.
Ilmu China lainnya yang perlu diteliti oleh PBSI adalah masalah cedera pemain. Kita jarang sekali mendengar pemain Pelatnas-nya China absen turnamen karena cedera. Kalaupun ada yang cedera lebih banyak di pertandingan sesama China yang dengan kata lain bahwa cedera-nya pemain China patut dipertanyakan kebenarannya. Pemain Pelatnas Indonesia banyak sekali yang rentan cedera seperti yang pernah dialami Sonny Dwi Kuncoro, Maria Kristin, Firdasari Andrianti, Markis Kido, Muhammad Ahsan dan pemain-pemain papan atas lainnya. Disinilah peran Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) seharusnya berperan menemukan pola latihan yang tepat bagi atlet Indonesia untuk menghindari cedera. Pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menjadi keharusan bagi bulutangkis Indonesia.
Kalau banyak organisasi di Indonesia menganggap Litbang sebagai pelengkap atau pemanis organisasi. Seringkali Litbang dipelesetkan sebagai singkatan dari ''sulit berkembang''. Maka sudah saatnya paradigma itu berubah. Divisi Litbang PBSI diharapkan menjadi garda terdepan untuk menggali ilmu-ilmu China lainnya untuk ditelaah menjadi pola yang tepat bagi Indonesia. Dengan berperannya Litbang diharapkan pemain-pemain tidak hanya dituntut latihan yang keras tetapi juga latihan yang tepat.
Khusus untuk tunggal putri, China seakan telah membuat berlapis-lapis generasi. Masih ingat di benak pecinta bulutangkis ketika ajang superseries tahun pertama di gelar tahun 2007, China merebut sembilan dari dua belas gelar tunggal putri yang terdistribusi pada Xie Xingfang (5 gelar), Zhang Ning (2), Zhu Lin (1) dan Lu Lan (1). Tahun 2008 lalu ketika prestasi pemain-pemain papan atas seperti Xie Xingfang, Lu Lan dan Zhu Lin masih diperhitungkan, Wang Yihan menggebrak dengan menjuarai Japan Open Superseries yang diikuti oleh rekannya Wang Lin yang menggenggam Denmark dan France Open SS serta Jiang Yanjiao berjaya di China Open SS.
Tahun ini muncul lagi talenta-talenta baru yang langsung menyeruak keatas. Wang Shixian yang baru saja menjuarai China Master sebelumnya telah meraih gelar Malaysia Open GPG. Dua rekannya lainnya Wang Xin menjadi kampiun di Philippine Open GPG dan Liu Jian memenangkan Thailand Open GPG. Sekarang China setidaknya memiliki tiga lapis generasi tunggal putri yang berprestasi dalam waktu bersamaan yaitu lapis pertama Xie Xingfang, Zhu Lin dan Lu Lan. Kemudian Wang Yihan, Wang Lin dan Jiang Yanjiao lalu disusul Wang Shixian, Wang Xin dan Liu Jian. Lapis ini belum dihitung pemain-pemain yunior lainnya yang sudah siap merangkak keatas seperti juara Asia Yunior 2008 Li Xuaerui dan juara Asia Yunior 2009, Chen Xiaojia.
Walaupun tidak sehebat di tunggal putri, nomor-nomor lain China tetap terdepan dalam regenerasi. Pemain tunggal putra, Chen Long mulai menebar ancaman bagi pebulutangkis lainnya dengan menjuarai Philippine Open GPG dan menaklukkan maestro bulutangkis Indonesia, Taufik Hidayat. Sektor ganda putri diwakili oleh perkasanya Cheng Su/ Zhao Yunlei sejak akhir tahun lalu disamping pasangan Du Jing/Yu Yang yang lebih dulu mapan. Demikian pula di ganda campuran ketika Ma Jin berhasil memerankan pengganti Gao Ling untuk menjadi pasangan Zheng Bo dan meraih juara dibeberapa turnamen. Disamping itu China mengandalkan pasangan lainnya He Hanbing/Yu Yang serta juara China Master 2009 Tao Jiaming/Wang Xiaoli. Wang Xiaoli sendiri juga berprestasi diganda putri bersama Ma Jin. Satu-satunya regenerasi China yang terbilang lemah adalah nomor ganda putra dimana belum terlihat pengganti sekuat pasangan Fu Haifeng/Cai Yun.
''Belajarlah sampai ke negeri China''. Sebuah kalimat bijak pantas menjadi pembelajaran bagi insan bulutangkis Indonesia. Kita harus mengakui bahwa China lebih baik dari Indonesia dalam pembinaan bulutangkis. Jadi tidak ada salahnya mempelajari kunci-kunci sukses China. Tetapi itu sulit dilakukan karena China sendiri belum tentu mau berbagi resep kepada negara lain dalam sistem pembinaannya. Minimal Indonesia bisa melihat keseriusan China dengan menggelar dua turnamen sekelas superseries yaitu China Master dan China Open selain ajang Piala Sudirman. Dari turnamen seperti ini pemain-pemain muda akan memperoleh pengalaman bertemu dengan pemain level atas dunia yang sulit didapatkan kalau turnamen itu berlangsung diluar negeri. Ketika China Master kurang diminati pebulutangkis kelas atas dari Indonesia dan Korea, tuan rumah masih mempunyai keuntungan lain dengan naiknya peringkat pemainnya karena mendulang poin yang besar di superseries. Sebagai contoh sang juara, Wang Shixian naik dari peringkat ke-64 menjadi ke-39. Demikian pula rekannya Wang Xin yang menembus semifinal naik dari peringkat 72 pekan sebelumnya menjadi peringkat ke-48. Bukan tidak dengan bekal tersebut, keduanya bisa peringkat 20 besar dunia pada akhir tahun ini.
Berbicara mengenai turnamen Internasional, Indonesia tidak hanya tertinggal dari China tetapi juga dari negeri tetangga Malaysia. Tahun ini Malaysia menggelar turnamen Malaysia Open Superseries dan Malaysia Open Grand Prix Gold. Padahal Malaysia harus menggelar hajatan lainnya yakni Kejuaraan dunia Yunior dan Kejuaraan Asia Yunior serta sebuah turnamen kelas Challenge yang belum ditentukan kepastiannya November mendatang. Indonesia hanya sebanding dengan Korea yang menggelar satu turnamen superseries, satu turnamen Challenge dan satu turnamen International lainnya yakni kejuaraan Asia untuk Korea dan Tangkas Alfamart Open untuk Indonesia. Dalam sebuah acara Ka. Bid. Turnamen PBSI, Mimi Irawan mengatakan bahwa kemungkinan baru tahun 2011, Indonesia bisa menggelar turnamen Grand Prix Gold sebagai tambahan Indonesia Open Superseries.
Keseriusan dalam peningkatan prestasinya diperlihatkan pula oleh India dimana mereka menggelar kejuaraan dunia, India Open Grand Prix Gold dan India Open Grand Prix. Prestasi pemain-pemain India telah memperlihatkan peningkatan yang cukup baik. Pemain putri, Saina Nehwal berhasil menggengam juara Indonesia Open SS, kemudian pasangan ganda putra Rapesh Kummar/Thomas Sanave memenangkan New Zealand Open GP dan teranyar pasangan ganda campuran Diju V/Jwala Gutta menjuarai Taepei Open GPG setelah difinal mengalahkan pasangan Indonesia Hendra A Gunawan/Vita Marissa.
Ilmu China lainnya yang perlu diteliti oleh PBSI adalah masalah cedera pemain. Kita jarang sekali mendengar pemain Pelatnas-nya China absen turnamen karena cedera. Kalaupun ada yang cedera lebih banyak di pertandingan sesama China yang dengan kata lain bahwa cedera-nya pemain China patut dipertanyakan kebenarannya. Pemain Pelatnas Indonesia banyak sekali yang rentan cedera seperti yang pernah dialami Sonny Dwi Kuncoro, Maria Kristin, Firdasari Andrianti, Markis Kido, Muhammad Ahsan dan pemain-pemain papan atas lainnya. Disinilah peran Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) seharusnya berperan menemukan pola latihan yang tepat bagi atlet Indonesia untuk menghindari cedera. Pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah menjadi keharusan bagi bulutangkis Indonesia.
Kalau banyak organisasi di Indonesia menganggap Litbang sebagai pelengkap atau pemanis organisasi. Seringkali Litbang dipelesetkan sebagai singkatan dari ''sulit berkembang''. Maka sudah saatnya paradigma itu berubah. Divisi Litbang PBSI diharapkan menjadi garda terdepan untuk menggali ilmu-ilmu China lainnya untuk ditelaah menjadi pola yang tepat bagi Indonesia. Dengan berperannya Litbang diharapkan pemain-pemain tidak hanya dituntut latihan yang keras tetapi juga latihan yang tepat.
Pebulutangkis PB Djarum di Pelatnas Pratama Raih Kejayaan Bangsa dengan Bulutangkis
Bulutangkis.com - Fokus pada latihan, latihan dan latihan, demikian penjelasan singkat dari Hendra Mulyono, pemain asal klub PB Djarum yang tergabung dalam pelatnas Pratama PBSI yang pemusatan latihannya dilaksanakan di Akademi Militer di kota Magelang, Jawa Tengah. Hendra Mulyono merupakan salah satu dari enam atlit PB Djarum yang berada disana. Atlit lainnya adalah Rizki Yanu Kresnayandi, Albert Saputra, Pandu Dewantoro, Yohanes Rendy Sugiarto (putra) dan Luluk Maria Ulfa (putri).
''Latihan disini bisa lebih terkonsentrasi, karena fasilitas telepon seluler dan kesempatan menggunakan internet hanya bisa dilakukan pada saat week end aja,'' lanjut Hendra Mulyono. Tentunya, apabila ada hal- hal yang sifatnya penting dan terutama dari pihak keluarga mereka masih bisa berkomunikasi melalui ijin pembina.
Seiring dengan berjalannya waktu, telah banyak pengalaman yang mereka alami sampai lima bulan ini. Hal- hal menarik yang tentunya tidak pernah dialami sebelumnya oleh para atlit- atlit tersebut karena banyak tata cara kehidupan disana sebagian dikondisikan sama dengan tata cara para taruna-taruna yang sedang di gembleng disana.
Setiap hari pada jam 4.30 pagi mereka sudah harus bangun dari tidur di iringi bunyi terompet dari pembina. ''Iya, kita disini sekarang sudah terbiasa bangun jam 4.30 pagi. Malah, pada awalnya atlit lain ada yang grogi sudah terbangun jam 2 pagi, karena khawatir telat bangun, nanti semua kena hukuman bersama.'' ungkap Luluk Maria Ulfa sambil tertawa.
Hukuman yang diberikan kepada para atlit tentunya berbeda dengan hukuman yang biasa diberikan kepada para taruna calon perwira militer disana. Mereka bercerita bahwa kekompakan dan kebersamaan sangat ditekankan disini. Jam 5.00 pagi mereka melakukan kegiatan senam pagi dan dilanjutkan makan pagi tepat jam 6.00 pagi, dan harus terkumpul seluruhnya. Pada saat waktu makan pagi, siang, dan malam ruang makannya bergabung dengan para taruna disana.
Tidak ketinggalan, apel pagi, siang dan malam untuk memberikan laporan dan wejangan khusus dari pembina dan pelatih selalu dilaksanakan. Latihan dilaksanakan dari pagi sampai jam 12.00 siang, lalu dilanjutkan lagi dari jam 2 siang hingga jam 6 sore. Semua kegiatan padat tersebut rampung sampai dengan pukul 10 malam. ''Kegiatan disini padat dimulai dari jam 04.30 pagi sampai jam 10 malam. Untuk mencuci, menjemur, dan menyetrika pakaian dilakukan sendiri,'' ungkap Hendra Mulyono.
Khusus setiap hari Senin, diadakan kegiatan upacara bendera bersama dengan para taruna juga. PBB (peraturan baris berbaris) mereka juga lakukan sebagai bagian dari kegiatan disini, termasuk menaiki puncak Tidar, berlatih di stadion Sapta Marga, memperoleh pengetahuan Bela Negara, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional serta Bimbingan Mental dan Ideologi, selain teknik bermain bulutangkis tentunya.
Salah satu prestasi internasional yang telah diperoleh adalah melalui Yohanes Rendy Sugiarto yang berhasil meraih juara pertama ganda putra Badminton Asia Youth Under-19 di Malaysia pada Juli 2009. Pemusatan latihan yang dilaksanakan di Akademi Militer ini merupakan gagasan dan program yang dicanangkan oleh ketua umum PB PBSI yang juga menjabat sebagai Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso. Pelaksanaannya dilangsungkan dari 23 April 2009 dan direncanakan akan berakhir pada 31 Desember 2009. Semua ini dilakukan demi tercapainya (kembali) kejayaan bulutangkis Indonesia di dunia Internasional. (Sumber: pbdjarum.com)
''Latihan disini bisa lebih terkonsentrasi, karena fasilitas telepon seluler dan kesempatan menggunakan internet hanya bisa dilakukan pada saat week end aja,'' lanjut Hendra Mulyono. Tentunya, apabila ada hal- hal yang sifatnya penting dan terutama dari pihak keluarga mereka masih bisa berkomunikasi melalui ijin pembina.
Seiring dengan berjalannya waktu, telah banyak pengalaman yang mereka alami sampai lima bulan ini. Hal- hal menarik yang tentunya tidak pernah dialami sebelumnya oleh para atlit- atlit tersebut karena banyak tata cara kehidupan disana sebagian dikondisikan sama dengan tata cara para taruna-taruna yang sedang di gembleng disana.
Setiap hari pada jam 4.30 pagi mereka sudah harus bangun dari tidur di iringi bunyi terompet dari pembina. ''Iya, kita disini sekarang sudah terbiasa bangun jam 4.30 pagi. Malah, pada awalnya atlit lain ada yang grogi sudah terbangun jam 2 pagi, karena khawatir telat bangun, nanti semua kena hukuman bersama.'' ungkap Luluk Maria Ulfa sambil tertawa.
Hukuman yang diberikan kepada para atlit tentunya berbeda dengan hukuman yang biasa diberikan kepada para taruna calon perwira militer disana. Mereka bercerita bahwa kekompakan dan kebersamaan sangat ditekankan disini. Jam 5.00 pagi mereka melakukan kegiatan senam pagi dan dilanjutkan makan pagi tepat jam 6.00 pagi, dan harus terkumpul seluruhnya. Pada saat waktu makan pagi, siang, dan malam ruang makannya bergabung dengan para taruna disana.
Tidak ketinggalan, apel pagi, siang dan malam untuk memberikan laporan dan wejangan khusus dari pembina dan pelatih selalu dilaksanakan. Latihan dilaksanakan dari pagi sampai jam 12.00 siang, lalu dilanjutkan lagi dari jam 2 siang hingga jam 6 sore. Semua kegiatan padat tersebut rampung sampai dengan pukul 10 malam. ''Kegiatan disini padat dimulai dari jam 04.30 pagi sampai jam 10 malam. Untuk mencuci, menjemur, dan menyetrika pakaian dilakukan sendiri,'' ungkap Hendra Mulyono.
Khusus setiap hari Senin, diadakan kegiatan upacara bendera bersama dengan para taruna juga. PBB (peraturan baris berbaris) mereka juga lakukan sebagai bagian dari kegiatan disini, termasuk menaiki puncak Tidar, berlatih di stadion Sapta Marga, memperoleh pengetahuan Bela Negara, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional serta Bimbingan Mental dan Ideologi, selain teknik bermain bulutangkis tentunya.
Salah satu prestasi internasional yang telah diperoleh adalah melalui Yohanes Rendy Sugiarto yang berhasil meraih juara pertama ganda putra Badminton Asia Youth Under-19 di Malaysia pada Juli 2009. Pemusatan latihan yang dilaksanakan di Akademi Militer ini merupakan gagasan dan program yang dicanangkan oleh ketua umum PB PBSI yang juga menjabat sebagai Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso. Pelaksanaannya dilangsungkan dari 23 April 2009 dan direncanakan akan berakhir pada 31 Desember 2009. Semua ini dilakukan demi tercapainya (kembali) kejayaan bulutangkis Indonesia di dunia Internasional. (Sumber: pbdjarum.com)
Minimnya Pertandingan Bulutangkis Di Televisi
Bulutangkis.com - Bulutangkis, olah raga yang mengandalkan kekuatan, kelenturan, keakurasian dalam mengendalikan laju shuttlecock yang terbuat dari buluangsa tetap menjadi primadona di Indonesia. Prestasi demi prestasi mendunia kerap ditorehkan oleh pemain-pemain Indonesia.
Siapa yang tak kenal Ferry Sonevile, sang maestro bulutangkis Rudi Hartono, Lim Swie King dengan King Smeshnya, Haryanto “Smes 1000 Watt” Arbi, Christian Hadinata, Ferawati Fadjrin, dan masih banyak lagi deretan pemain Indonesia yang mempunyai prestasi dunia.
Bukan hanya prestasi regional macam SEA Games yang selalu menyumbangkan pundi-pundi emas bagi Indonesia, di forum yang lebih luas lagi seperti Asian Games bahkan Olimpiade, tradisi mempersembahkan medali emas dari bulutangkis selalu terjadi. Pengantin emas Susi Susanti – Alan Budi kusuma, Ricky Subagja/ Rexi Mainaki, Taufik Hidayat membuat nama Indonesia bertengger di daftar elite dunia.
Namun prestasi spektakuler yang dibuat oleh para pemain Indonesia di ajang Internasional tidak juga membuat hati para pengusaha media elektronik alias media televisi terbuka. Jarang dilihat pertandingan lokal bahkan internasional ditayangkan di media televisi. Berbanding terbalik dengan penayangan pertandingan sepakbola yang selalu membanjiri seluruh media televisi yang ada di tanah air ini. Media televisi seakan-akan jor-joran menanyangkan pertandingan sepakbola. Dari mulai pertandingan liga yang dilangsungkan di negeri yang jauh dari Indonesia sampai pertandingan Piala Dunia selalu menjadi incaran para media televisi.
Media televisi akan menjadi sangat bangga apabila stasiun televisi mereka menjadi penyelenggara siaran resmi piala dunia sepakbola. Mereka bangga meski Indonesia tidak ada diantara jawara sepakbola. Bisa dibayangkan berapa milyar habis dibuang oleh media televisi hanya untuk menayangkan pertandingan yang ironisnya tidak diikuti oleh anak bangsa.
Ada yang mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa bulutangkis enggan dijamah oleh media televisi dikarenakan bulutangkis kurang menjual dibanding sepakbola. Namun hal ini hendaklah tidak dijadikan alasan bagi para pengusaha televisi untuk tidak melirik bulutangkis sebagai olahraga yang menjual. Jumlah peminat dan pecinta olahraga tepok bulu di negeri ini sangatlah besar. Apalagi jika dilihat dari segi fanatisme terhadap pemain Indonesia.
Tengoklah pada saat Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Piala Thomas dan Uber tahun lalu. Istora Senayan tak sanggung menampung penonton yang membludak. Sampai-sampai panitia harus memasang 'Giant Screen' di pelataran parkir khusus disediakan bagi para pecinta bulutangkis yang tidak kebagian masuk kedalam Istora. Sementara para calo tiket berkeliaran mencari keuntungan sesaat, melihat meluapnya penonton yang ingin menyaksikan jagoan-jagoannya bertanding.
Tapi, apa lacur. Fanatisme penonton dan pecinta bulutangkis Indonesia tidak ditangkap oleh media televisi. Media televisi tetap enggan menjamah bulutangkis. Gerakan facebookers untuk mendukung penayangan siaran bulutangkis di televisi belum mendapat realisasi. Meski Trans 7 telah memulai dengan penayangan putaran final piala Thomas dan Uber pada tahun lalu. Belakangan hanya Global TV yang sesekali memanjakan pecinta bulutangkis dengan suguhan kelas Super Series.
Entah sampai kapan media televisi akan terketuk hatinya untuk menayangkan pertandingan bulutangkis di televisi. Jika yang dijadikan acuan prestasi, jelas bulutangkis Indonesia lebih berprestasi dibanding sepakbola. Lihatlah pada laga Sea Games 2009 di Laos, tim sepakbola Indonesia tidak bisa meraih medali meski itu cuma medali perunggu sekalipun dan yang lebih menyedihkan tim Indonesia sudah harus angkat koper sebelum pertandingan semifinal dilangsungkan. Sementara tim bulutangkis Indonesia sudah mengkoleksi satu medali emas, satu perak dan masih terus akan mendulang medali di nomor perorangan. (Arief Rachman)
Siapa yang tak kenal Ferry Sonevile, sang maestro bulutangkis Rudi Hartono, Lim Swie King dengan King Smeshnya, Haryanto “Smes 1000 Watt” Arbi, Christian Hadinata, Ferawati Fadjrin, dan masih banyak lagi deretan pemain Indonesia yang mempunyai prestasi dunia.
Bukan hanya prestasi regional macam SEA Games yang selalu menyumbangkan pundi-pundi emas bagi Indonesia, di forum yang lebih luas lagi seperti Asian Games bahkan Olimpiade, tradisi mempersembahkan medali emas dari bulutangkis selalu terjadi. Pengantin emas Susi Susanti – Alan Budi kusuma, Ricky Subagja/ Rexi Mainaki, Taufik Hidayat membuat nama Indonesia bertengger di daftar elite dunia.
Namun prestasi spektakuler yang dibuat oleh para pemain Indonesia di ajang Internasional tidak juga membuat hati para pengusaha media elektronik alias media televisi terbuka. Jarang dilihat pertandingan lokal bahkan internasional ditayangkan di media televisi. Berbanding terbalik dengan penayangan pertandingan sepakbola yang selalu membanjiri seluruh media televisi yang ada di tanah air ini. Media televisi seakan-akan jor-joran menanyangkan pertandingan sepakbola. Dari mulai pertandingan liga yang dilangsungkan di negeri yang jauh dari Indonesia sampai pertandingan Piala Dunia selalu menjadi incaran para media televisi.
Media televisi akan menjadi sangat bangga apabila stasiun televisi mereka menjadi penyelenggara siaran resmi piala dunia sepakbola. Mereka bangga meski Indonesia tidak ada diantara jawara sepakbola. Bisa dibayangkan berapa milyar habis dibuang oleh media televisi hanya untuk menayangkan pertandingan yang ironisnya tidak diikuti oleh anak bangsa.
Ada yang mengatakan bahwa salah satu penyebab mengapa bulutangkis enggan dijamah oleh media televisi dikarenakan bulutangkis kurang menjual dibanding sepakbola. Namun hal ini hendaklah tidak dijadikan alasan bagi para pengusaha televisi untuk tidak melirik bulutangkis sebagai olahraga yang menjual. Jumlah peminat dan pecinta olahraga tepok bulu di negeri ini sangatlah besar. Apalagi jika dilihat dari segi fanatisme terhadap pemain Indonesia.
Tengoklah pada saat Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Piala Thomas dan Uber tahun lalu. Istora Senayan tak sanggung menampung penonton yang membludak. Sampai-sampai panitia harus memasang 'Giant Screen' di pelataran parkir khusus disediakan bagi para pecinta bulutangkis yang tidak kebagian masuk kedalam Istora. Sementara para calo tiket berkeliaran mencari keuntungan sesaat, melihat meluapnya penonton yang ingin menyaksikan jagoan-jagoannya bertanding.
Tapi, apa lacur. Fanatisme penonton dan pecinta bulutangkis Indonesia tidak ditangkap oleh media televisi. Media televisi tetap enggan menjamah bulutangkis. Gerakan facebookers untuk mendukung penayangan siaran bulutangkis di televisi belum mendapat realisasi. Meski Trans 7 telah memulai dengan penayangan putaran final piala Thomas dan Uber pada tahun lalu. Belakangan hanya Global TV yang sesekali memanjakan pecinta bulutangkis dengan suguhan kelas Super Series.
Entah sampai kapan media televisi akan terketuk hatinya untuk menayangkan pertandingan bulutangkis di televisi. Jika yang dijadikan acuan prestasi, jelas bulutangkis Indonesia lebih berprestasi dibanding sepakbola. Lihatlah pada laga Sea Games 2009 di Laos, tim sepakbola Indonesia tidak bisa meraih medali meski itu cuma medali perunggu sekalipun dan yang lebih menyedihkan tim Indonesia sudah harus angkat koper sebelum pertandingan semifinal dilangsungkan. Sementara tim bulutangkis Indonesia sudah mengkoleksi satu medali emas, satu perak dan masih terus akan mendulang medali di nomor perorangan. (Arief Rachman)
Catatan Kecil Hendri Kustian Indonesia Masih Ada Dan Ada Dimana-mana
Bulutangkis.com - Akhir minggu lalu (27/09) perhatian pecinta bulutangkis Indonesia tertuju pada penampilan pemain-pemain Indonesia yang tampil di Japan Open Superseries. Dahaga gelar juara superseries selepas Nova Widianto/Lilyana Natsir menjuarai Malaysia Open Superseries bulan Januari lalu akhirnya terobati pada Japan Open Superseries ini.
Pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan menyiram dahaga itu dengan gelar juara ganda putra. Apresiasi juga layak disematkan pada pasangan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama yang berhasil menembus final setelah menaklukkan juara dunia 2005, Tony Gunawan/Howard Bach (USA) di semifinal. Demikian halnya dengan Simon Santoso yang walaupun kalah dari Taufik Hidayat di semifinal tetapi sebelumnya mampu menundukkan pemain peringkat satu dunia Lee Chong Wei (MAS). Pencapaian ini menjadi sinyal bahwa Indonesia masih ada di tataran bulutangkis dunia walaupun tidak sehebat masa jaya-nya.
Berbicara eksistensi Indonesia maka marilah kita melirik ke sebuah turnamen kecil di daratan Eropa, Czech International 2009. Turnamen yang finalnya berlangsung pada hari yang sama dengan final Japan Open ini telah mengantarkan Indonesia merebut satu gelar juara melalui Indra Viki Okvana/Gustiani Megawati dinomor ganda campuran. Pasangan ini berhasil menundukkan seterunya Mads Conrad Petersen/Anne Skelbaek dari Denmark dengan skor 21-11, dan 21-13. Sekeping gelar juara turnamen kecil sekelas 'International Series' memang tidak menggaung beritanya tetapi yang patut dicatat bahwa mereka juara bukan dikirim oleh naungan pebulutangkis Indonesia, PBSI. Mereka bermain di Eropa dengan perjuangan sendiri dalam meniti karir sekaligus membawa nama Indonesia. Apalagi kedua pemain ini bukanlah pemain yang sudah terkenal yang menarik sponsor-sponsor besar untuk membiayai tur-nya.
Hal menarik juga dari turnamen ini adalah serbuan nama-nama Indonesia yang tetap berbendera Indonesia atau negara asal klub yang dibelanya. Dari nomor tunggal putra terdapat nama juara Asia Yunior 2001, Ardiansyah yang kandas dibabak kualifikasi. Dari babak utama ada nama Wisnu Haryo putro yang membela Italia yang bertahan sampai babak kedua. Terdapat pula nama Rizky Kurniawan yang meskipun tetap menggunakan bendera Indonesia tetapi berpasangan dengan pemain tuan rumah Ceko, Alzbeta Basova di ganda campuran dan pemain Denmark Tore Vilhemsen di sektor ganda putra.
Nama-nama pemain diatas menambah daftar pemain Indonesia yang lebih dulu berlaga baik untuk klub maupun negara Eropa. George Rimarcdi merupakan salah satu pemain Indonesia yang sukses menjadi juara nasional Swedia tahun 2006 dan Vidre Wibowo runner-up kejuaraan nasional Swedia tahun 2005. Dari negeri kincir angin, Belanda tercatat keturunan Indonesia, Dicky Palyama yang menjuarai kejurnas negeri setempat dari tahun 2005 sampai 2008. Ditambah lagi mantan bintang Indonesia, Mia Audina yang juara nasional Belanda 2006 ini telah menyumbangkan prestasi Internasional buat negara barunya termasuk medali perak Olimpiade 2004. Perancis memiliki Weny Rahmawati yang menjadi juara nasional Parancis dari sektor ganda putri tahun 2005 dan 2007 serta ganda campuran 2005. Pemain-pemain lainnya yang sempat membela negara Eropa antara lain pasangan Flandy Limpele/Eng Hian (Inggris), Darma Gunawi (Jerman), Ruben Gordown Khosadalina (Spanyol), Stenny Kusuma (Spanyol), Cynthia Tuwankota (Swiss) dan Yohannes Hogianto (Swiss). Bahkan nama terakhir menemukan tambatan hatinya dari gadis asli Swiss seperti yang termuat dalam profilnya di Majalah Jurnal Bulutangkis edisi ketiga.
Bukan hanya benua Eropa saja yang tertarik menggunakan jasa pemain Indonesia. Benua Amerika terutama Amerika Serikat bahkan meraih juara dunia melalui sabetan tangan seorang Tony Gunawan. Selain Tony, masih ada pemain lain yang membela negara paman Sam tersebut diantaranya Halim Haryanto, Chandra Kowi dan Mona Santoso. Singapura merupakan negara tetangga yang paling getol menarik pemain Indonesia. Singapura dibela pemain sekelas Ronald Susilo, Hendri Kurniawan, Hendra Saputra, Sari Shinta Mulia sampai pemain yunior, Ivannaldy Febrian. Sebenarnya pemain Indonesia yang telah memperkuat Singapura jauh lebih banyak tetapi sebagian memilih pulang kampung karena keharusan memilih kewarganegaraan yang ditetapkan pemerintah Singapura padahal sebelumnya cukup dengan status 'permanent resident'. Sementara itu mantan pemain nasional Minarti Timur memilih melanjutkan karirnya di Pilipina, sedangkan Yohan Hadikusuma masih aktif membela Hongkong.
Petualangan pemain-pemain Indonesia menunjukkan citra sebagai negara bulutangkis yang mempunyai dua sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara bulutangkis semakin diakui. Tetapi dapat sisi negatifnya terdapat gejala pemain-pemain yunior potensial ikut dilirik negara lain yang tentunya mengurangi bibit-bibit bintang masa depan Indonesia. Disinilah perlu kejelian dari kompenen bulutangkis untuk mencermati baik buruknya eksodus pemain untuk perkembangn bulutangkis Indonesia di masa depan.
Sebagai kalimat penutup bahwa keberhasilan Markis Kido/Hendra Setiawan menunjukkan Indonesia masih ada, sementara banyaknya eksodus pemain keluar negeri menunjukkan Indonesia ada dimana-mana. Semoga kedua peristiwa akan membawa bulutangkis Indonesia selalu berjaya.
Pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan menyiram dahaga itu dengan gelar juara ganda putra. Apresiasi juga layak disematkan pada pasangan Rian Sukmawan/Yonathan Suryatama yang berhasil menembus final setelah menaklukkan juara dunia 2005, Tony Gunawan/Howard Bach (USA) di semifinal. Demikian halnya dengan Simon Santoso yang walaupun kalah dari Taufik Hidayat di semifinal tetapi sebelumnya mampu menundukkan pemain peringkat satu dunia Lee Chong Wei (MAS). Pencapaian ini menjadi sinyal bahwa Indonesia masih ada di tataran bulutangkis dunia walaupun tidak sehebat masa jaya-nya.
Berbicara eksistensi Indonesia maka marilah kita melirik ke sebuah turnamen kecil di daratan Eropa, Czech International 2009. Turnamen yang finalnya berlangsung pada hari yang sama dengan final Japan Open ini telah mengantarkan Indonesia merebut satu gelar juara melalui Indra Viki Okvana/Gustiani Megawati dinomor ganda campuran. Pasangan ini berhasil menundukkan seterunya Mads Conrad Petersen/Anne Skelbaek dari Denmark dengan skor 21-11, dan 21-13. Sekeping gelar juara turnamen kecil sekelas 'International Series' memang tidak menggaung beritanya tetapi yang patut dicatat bahwa mereka juara bukan dikirim oleh naungan pebulutangkis Indonesia, PBSI. Mereka bermain di Eropa dengan perjuangan sendiri dalam meniti karir sekaligus membawa nama Indonesia. Apalagi kedua pemain ini bukanlah pemain yang sudah terkenal yang menarik sponsor-sponsor besar untuk membiayai tur-nya.
Hal menarik juga dari turnamen ini adalah serbuan nama-nama Indonesia yang tetap berbendera Indonesia atau negara asal klub yang dibelanya. Dari nomor tunggal putra terdapat nama juara Asia Yunior 2001, Ardiansyah yang kandas dibabak kualifikasi. Dari babak utama ada nama Wisnu Haryo putro yang membela Italia yang bertahan sampai babak kedua. Terdapat pula nama Rizky Kurniawan yang meskipun tetap menggunakan bendera Indonesia tetapi berpasangan dengan pemain tuan rumah Ceko, Alzbeta Basova di ganda campuran dan pemain Denmark Tore Vilhemsen di sektor ganda putra.
Nama-nama pemain diatas menambah daftar pemain Indonesia yang lebih dulu berlaga baik untuk klub maupun negara Eropa. George Rimarcdi merupakan salah satu pemain Indonesia yang sukses menjadi juara nasional Swedia tahun 2006 dan Vidre Wibowo runner-up kejuaraan nasional Swedia tahun 2005. Dari negeri kincir angin, Belanda tercatat keturunan Indonesia, Dicky Palyama yang menjuarai kejurnas negeri setempat dari tahun 2005 sampai 2008. Ditambah lagi mantan bintang Indonesia, Mia Audina yang juara nasional Belanda 2006 ini telah menyumbangkan prestasi Internasional buat negara barunya termasuk medali perak Olimpiade 2004. Perancis memiliki Weny Rahmawati yang menjadi juara nasional Parancis dari sektor ganda putri tahun 2005 dan 2007 serta ganda campuran 2005. Pemain-pemain lainnya yang sempat membela negara Eropa antara lain pasangan Flandy Limpele/Eng Hian (Inggris), Darma Gunawi (Jerman), Ruben Gordown Khosadalina (Spanyol), Stenny Kusuma (Spanyol), Cynthia Tuwankota (Swiss) dan Yohannes Hogianto (Swiss). Bahkan nama terakhir menemukan tambatan hatinya dari gadis asli Swiss seperti yang termuat dalam profilnya di Majalah Jurnal Bulutangkis edisi ketiga.
Bukan hanya benua Eropa saja yang tertarik menggunakan jasa pemain Indonesia. Benua Amerika terutama Amerika Serikat bahkan meraih juara dunia melalui sabetan tangan seorang Tony Gunawan. Selain Tony, masih ada pemain lain yang membela negara paman Sam tersebut diantaranya Halim Haryanto, Chandra Kowi dan Mona Santoso. Singapura merupakan negara tetangga yang paling getol menarik pemain Indonesia. Singapura dibela pemain sekelas Ronald Susilo, Hendri Kurniawan, Hendra Saputra, Sari Shinta Mulia sampai pemain yunior, Ivannaldy Febrian. Sebenarnya pemain Indonesia yang telah memperkuat Singapura jauh lebih banyak tetapi sebagian memilih pulang kampung karena keharusan memilih kewarganegaraan yang ditetapkan pemerintah Singapura padahal sebelumnya cukup dengan status 'permanent resident'. Sementara itu mantan pemain nasional Minarti Timur memilih melanjutkan karirnya di Pilipina, sedangkan Yohan Hadikusuma masih aktif membela Hongkong.
Petualangan pemain-pemain Indonesia menunjukkan citra sebagai negara bulutangkis yang mempunyai dua sisi positif dan negatif. Sisi positifnya adalah menunjukkan eksistensi Indonesia sebagai negara bulutangkis semakin diakui. Tetapi dapat sisi negatifnya terdapat gejala pemain-pemain yunior potensial ikut dilirik negara lain yang tentunya mengurangi bibit-bibit bintang masa depan Indonesia. Disinilah perlu kejelian dari kompenen bulutangkis untuk mencermati baik buruknya eksodus pemain untuk perkembangn bulutangkis Indonesia di masa depan.
Sebagai kalimat penutup bahwa keberhasilan Markis Kido/Hendra Setiawan menunjukkan Indonesia masih ada, sementara banyaknya eksodus pemain keluar negeri menunjukkan Indonesia ada dimana-mana. Semoga kedua peristiwa akan membawa bulutangkis Indonesia selalu berjaya.
Langganan:
Postingan (Atom)